Tuesday, 11 January 2011

telepon genggam

yang tidak punya telepon genggam, ayo tunjuk jari? pasti tidak ada satupun. lagipula siapa yang tidak punya telepon di jaman sekarang. hampir setiap orang punya. dari anak sd sampai lansia. merk-nya pun beraneka rupa, termasuk harga, bentuk, warna dan tingkat kecanggihannya.

betapa dahsyatnya laju kemajuan teknologi komunikasi, perubahan-perubahannya begitu nyata dan terkadang membelalakkan mata, seakan tak percaya apalagi teknologi terbaru yang siap dipasarkan ke seantero dunia. bagaimana tidak. duapuluh lima tahun lalu sewaktu aku masih duduk di bangku sd, tak pernah sekalipun kulihat benda yang namanya telepon, selain tentunya di televisi.

source

hingga satu hari salah seorang temanku mengajakku main ke rumahnya yang notabene megah karena dia anak seorang saudagar kaya. di rumah temanku itulah untuk pertama kalinya aku melihat telepon dengan mata kepalaku sendiri. seingatku warnanya hitam dengan gagang telepon kuning keemasan. bentuknya unik dan antik. melengkung dan bulat. tidak ada tombol-tombol untuk menekan nomor, yang ada hanya sebuah lempeng lingkaran dengan lubang-lubang sebanyak 10 buah, yang dibawahnya tercetak angka-angka dari 1 sampai 9, dan angka nol.

aku perhatikan sewaktu orang tua temanku hendak menelepon, diangkatlah gagang telepon, jari telunjuk diletakkan di lubang bernomor tertentu lalu diputarlah lempengan itu hingga terdengar bunyi klik, dan dilepaskan. lempeng akan kembali ke posisi semula. kemudian hal yang sama dilakukan berulang ke nomor yang lain dan seterusnya.

uniknya lagi, seingatku saat itu setiap kali hendak menelepon, katanya kita harus menghubungi operator terlebih dahulu untuk memberitahukan nomor yang hendak kita hubungi, lalu katanya kita harus menunggu si operator untuk menghubungkan ke nomor tujuan. yah karena tidak pernah menelepon sendiri, ya yang ada hanya 'katanya'. dan yang ada di benakku waktu itu, menelepon itu cukup rumit ya ternyata.

saat di bangku sekolah menengah, aku mulai mengenal pemakaian telepon, sekalipun masih sebatas mencoba telepon umum meski tidak pernah menelepon siapa-siapa, atau mencoba telepon milik teman di rumahnya. hanya memegang tak pernah memakai, tapi lumayan deg-degan juga. bodohnya...

hingga ketika kemajuan teknologi telah memungkinkan penelepon untuk langsung menghubungi nomor yang dituju meskipun metodenya tidak jauh berbeda, aku tetap tak pernah menelepon. baru saat aku lulus sma dan mulai kuliah, aku mulai ikut mencicipi kemajuan teknologi komunikasi itu.

dengan sistem sambungan langsung jarak jauh (sljj), koneksi telepon sudah bisa dilakukan dengan sistem digital. tidak perlu lagi memutar lempengan logam bernomor dengan jari, tetapi hanya dengan memencet tombol bernomor, sambunganpun terhubungkan.

tak lama setelah itu, sewaktu aku sudah mulai bekerja, mereka-mereka kaum profesional yang sudah bergaji tinggi dan mapan, mulai mengenal yang namanya telepon genggam. beda halnya dengan telepon rumah, telepon genggam bisa dibawa ke mana-mana karena tak perlu kabel untuk pemakaiannya.

di awal-awal masa, telepon genggam hanya berukuran sedikit lebih kecil dari gagang telepon rumah. yah lumayan berat juga sebenarnya. tapi waktu itu mereka yang memiliki telepon genggam bolehlah berbangga dan bergaya. karena tak semua orang mampu membeli dan memilikinya.

tak perlu waktu lama, perkembangan teknologi telepon genggampun melesat secepat kilat, berbarengan dengan kemajuan-kemajuan di bidang komunikasi lainnya seperti internet dan perangkat lunaknya. ukurannyapun mulai mengecil, beratnya semakin berkurang, fitur-fiturnya bertambah banyak, kecepatannya melesat secepat kilat, kemampuannyapun meningkat.

kini, hanya dalam tempo duapuluh lima tahun sejak pertama kali aku melihat benda yang namanya telepon, sebuah telepon genggam tak lagi hanya sekedar berfungsi untuk menelepon. ia pelan tapi pasti sudah beralih fungsi, bukan sekedar alat untuk berkomunikasi, tetapi juga alat bersosialisasi dan penanda status gengsi. sampai-sampai ada satu merk yang demikian canggih fasilitas dan fitur-fitur pelengkapnya, hingga melupakan performa fungsi utamanya. karena justru saat digunakan untuk menelepon, merk ini tak bisa berfungsi dengan sempurna.

alangkah ironisnya!

2 comments:

  1. jadi inget jaman SD dulu, temenku pernah bilang, "Eh bapaknya si Azeda (temenku yg lain) punya telepon genggam loh"
    aku: Hah, telepon DENDAM? telepon yg dipake buat neror org & balas dendam?
    dia: genggaaammmm!!!

    haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. telepon dendam wakakakak *ngakak guling-guling*.. ni mustinya dilaporin ke "nguping jakarta", gih buruan hahaha

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...