Thursday, 6 January 2011

terbang

ingatkah kita sewaktu masih kecil, setiap ada pesawat melintas kita akan melonjak-lonjak kegirangan dan berteriak-teriak "hai..hai" seolah-olah menyapa sang pilot di atas sana, sambil kita melambai-lambaikan tangan? alangkah indahnya pengalaman yang hanya berlangsung beberapa menit itu, namun cukup membuat hati seorang anak kecil gembira dan tertawa ceria. akupun merasakan hal yang sama.

pesawat terbang...

takkan pernah terbersit impian untuk bisa berada di dalamnya atau bahkan mengendarainya sebagai pilot, alih-alih memilikinya sebagai koleksi harta benda. terlahir di lingkungan sederhana, melihat pesawat melintas di angkasa saja sudah merupakan hal yang luar biasa. melihat pesawat di bandara? mana pernah. orang sederhana takkan pernah ke bandara. mau menjemput atau mengantar siapa? semua teman kerabat saudara juga orang-orang sederhana. transportasinya cukup dengan jalan kaki atau bersepeda saja.

paling-paling bisanya melihat lebih dekat cuma di layar televisi, sambil mengaguminya dalam hati. lalu bergumam, wah enak sekali ya jadi orang kaya, selalu jalan-jalan keluar negeri, naik pesawat berganti-ganti, kopor ditenteng, bergaya mentereng. lalu lamunanpun terbuyar, mendapati diri tetap miskin, akhirnya senyum-senyum sendiri. malu dalam hati, berangan-angan di siang hari.


hingga satu hari di umur duapuluh delapan, hampir tak percaya di tanganku tergenggam selembar tiket pesawat ke korea selatan. perusahaan tempatku bekerja mengirimku ke sana bersama beberapa orang rekan, untuk mengikuti sebuah pelatihan. dan aku harus naik pesawat terbang untuk mencapai negara tujuan. ternyata terbang bukan lagi hanya sebuah angan-angan, karena akhirnya kini akan menjadi kenyataan.

panas dingin perut mulas sewaktu duduk sebelum boarding di ruang tunggu. rasanya seperti akan tampil di panggung atau akan mengerjakan ujian akhir tapi belum selesai belajar atau mau wawancara kerja. gelisah, cemas tak terkira. untungnya tawa canda dan selorohan rekan-rekanku mampu meredam kegelisahanku. meski aku yakin mereka yang belum pernah terbang juga merasakan kecemasan yang sama, hanya mungkin lebih lihai menutupinya.

melihat pesawat terbang yang sedang parkir menunggu kami para penumpang yang berada di ruang tunggupun baru sekali itu kualami. besar sekali ukurannya, seperti seekor burung raksasa. belum hilang rasa takjubku, saat kulangkahkan kakiku ke dalam perut besinya, aku terpesona oleh kenyamanan yang ditawarkan oleh si burung raksasa itu. layar televisi terbesar yang pernah kulihat, senyum pramugari tercantik yang pernah kutemui, tempat duduk di dalamnya berderet rapi dan tampaknya sangat nyaman untuk diduduki. mungkin waktu itu penumpang yang lain merasa geli melihat raut mukaku yang tak henti memandangi ini itu dengan sinar mata takjub. orang udik dari mana ya, mungkin begitu pikir mereka.

hingga tiba saatnya lepas landas, detik-detik mencekam sewaktu burung besi raksasa itu mengaum melaju menderu, lalu tiba-tiba hidungnya terangkat ke udara, lalu mengepakkan sayap membelah angkasa. deg-degankupun sirna seketika dan berganti perasaan kagum yang luar biasa. betapa canggihnya teknologi hasil olah pikir otak manusia, hingga besi sebesar dan seberat ini bisa mengudara.

dan lihat!

di bawah sana peradaban dunia pelan-pelan menyusut ukurannya. pohon-pohon besar seakan-akan menjadi rumput, mobil-mobil truk besar terlihat seperti mainan, gedung-gedung megah seperti rumah-rumahan monopoli, sungai besar meliuk-liuk seperti cacing raksasa. aku tersentak! betapa kecilnya diri seorang manusia dan betapa luasnya dunia. tiba-tiba aku merasa bukan apa-apa, bukan siapa-siapa.

fana...

2 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...