akhirnya aku menikah!
bahagia? pastinya...meski terhitung telat jika diukur dengan standar umur orang indonesia. rata-rata manusia yang berkewarganegaraan indonesia akan merasa telat nikah kalau umurnya sudah menginjak kepala tiga tapi tak ada tanda-tanda kalau hari bahagia itu akan segera tiba. sementara kepala ketigaku kuperoleh hampir lima tahun yang lalu, jadi bisalah aku disebut telat menikah.
awalnya keluarga kami normal-normal saja. artinya, dari enam bersaudara, urusan nikah menikah ini diawali dengan normal oleh kakak perempuan sulungku yang dipersunting suaminya pada tahun 1996 yang lalu. kata ibuku, setelah ini adalah giliranku. tapi yang terjadi, justru tahun 1998, adik perempuanku yang menyatakan diri siap untuk menikah sementara aku masih belum ada keinginan, sekalipun sudah ada calon untuk itu.
untungnya ibu-bapakku tak terlalu berusaha mempertahankan kenormalan aturan-aturan umum yang berlaku, dan dengan santainya mempersilahkan bagi yang sudah siap untuk berumah tangga terlebih dahulu. wah, aman pikirku. dua tahun setelah itu tepatnya tahun milenium 2000, adikku perempuan yang berikutnya, mengajukan diri untuk berumah tangga juga. di tahun yang sama, hubunganku dengan pria calonku itu malah berakhir ala film india berurai air mata. jadi dengan suksesnya aku telah dilangkahi sampai dua kali tanpa daya, dan tak punya pacar pula!
tapi tetap saja orangtuaku dengan penuh pengertian tak pernah sekalipun mengusik ketenanganku untuk memutuskan hidup sendiri dan bersemedi dalam rangka pencarian jati diri dan pencapaian hidup yang lebih baik lagi. untuk itu, aku telah berhutang banyak ke mereka berdua. begitu banyak dan sering kudengar keluhan teman-temanku yang dipaksa orang tuanya untuk segera menikah dengan berbagai alasan klasik yang tidak masuk akal tapi dipaksakan kelanggengannya di tengah-tengah masyarakat kita. tapi tidak dalam kasusku. aku benar-benar merdeka untuk menentukan nasibku sendiri. dan aku tahu tak banyak orang tua yang seperti itu. alangkah beruntungnya aku.
satu-satunya masalah hanyalah melawan kehendak lingkungan sekitarku. ya! tetangga, saudara, teman dekat, teman jauh, teman yang tak begitu kukenal, selalu menanyakan hal yang sama berulang-ulang tanpa pernah merasa bosan. kapan nih nikahnya? entah waktu ketemu muka, bersapa di email, atau di kesempatan lainnya. begitu selalu. tapi untungnya itu tak lama.
telingaku terselamatkan dari kasak kusuk yang bisa merubah warna kulit menjadi kemerahan karena kelewat jengkel atau bosan mendengar pertanyaan-pertanyaan yang sama dilontarkan berkali-kali dari kanan kiri, karena tahun 2005 kedua daun telingaku kubawa lari sebelum umurku menginjak kepala tiga. tepatnya sewaktu aku berumur 29, aku putuskan untuk melanglang buana meninggalkan tanah air beta, demi sebuah cita-cita yang masih abstrak konsepnya, waktu itu.
amanlah kini, pikirku. di benua eropa, masih sendiri sewaktu umur kepala tiga itu bukanlah hal yang luar biasa. orang eropa entah mengapa selalu menganggap hal yang dirasa sangat penting oleh kita, orang-orang asia, hingga ditanyakan berulang-ulang atau kadang-kadang sampai membuat beberapa menjadi stress, menjadi hal yang tidak begitu dipedulikan oleh mereka. hal-hal yang di indonesia tanah air beta bisa mengakibatkan pertumpahan darah, tak pernah sekalipun dibahas oleh orang eropa. aneh memang, beda benua, beda jalan berpikirnya. termasuk soal menikah.
jadi untuk sementara aku memang terhindar dari pertanyaan-pertanyaan ajaib itu karena aku tinggal jauh dari indonesia raya. ini sedikit banyak memberiku udara segar nan lapang dan kebebasan untuk meraih impian pendidikanku dan karirku. sikap keluargaku yang cuek bebek tapi asik juga sangat mendukungku. termasuk saat kedua adik laki-lakiku juga memutuskan untuk berumah tangga terlebih dahulu. praktis di keluargaku waktu itu tinggal aku yang masih hidup melajang, padahal aku anak kedua!
hingga saat umurku kepala tiga ditambah dua, akupun bertemu dengan laki-laki yang kini telah menjadi suamiku. kami baru menikah satu bulan yang lalu setelah tiga tahun mengenalnya. yang aku terkadang masih kurang mengerti, kalau kita percaya bahwa hidup mati jodoh rejeki itu bukanlah di tangan kita, mengapa masih banyak yang sering memaksakannya agar terjadi sesegera mungkin? bukankah semua akan indah pada waktunya? tapi sudahlah, kini urusan nikah menikahku sudah berlalu. takkan lagi kudengar pertanyaan-pertanyaan itu.
mbaakkk liat dunk poto sama suaminya, hehe
ReplyDeletebule Inggris ya mbak? hihi
hahaha segeralah meluncur ke FB-ku katy perry, eh pety, eh.. fatma. banyak foto2 kami berdua :-)
DeleteI feel u mba naya..aku sekarang 32 maret udh 33 nih dan blm ada yang deketin..akunya slow mba..ortu apalagi gak maksa..tp ya ituu ada bbrp tmn smp yang kl di wa slu nanya kapan nikah, aku jwb blm waktunya aja blm dpt cowoknya eh jawabnya ngeyel lagi kamu sih ga niat nikah..ah pokoknya aku jd malas mba, bahkan sedihnya tmn2 kampus yang nyindir alhamdulillah gang kita udh pada nikah dst seakan2 aku ga laku (padahal iya sih) xixi mba pokoknya aku nge-fans sama mba sangat menginspirasiii
ReplyDeleteHai Niaaa.... aduhhhh jadi tersipuuuuu #halah
Deleteyah begitulah kultur masyarakat kita emang suka kepo yah sama kehidupan pribadi orang. belum nikah, kapan nikah. udah nikah, kapan hamil. udah ada satu, kapan nambah. cape deeeee hihihi
semoga betah di siniiiiii
Iya mba pasti betah deh..semoga aku jg bisa spt mba dpt beasiswa n salah satu impian sy adalah mengunjungi eropa..amin yra
ReplyDeleteAminnnn, ikut mendoakan ya Nia, semoga impianmu terwujud satu hari nanti. Semangat yaaa...
Delete