Monday, 7 November 2011

domestic violence

tadi siang seorang teman lama tiba-tiba muncul di sarana ngobrol jarak jauh via internet. dari sekedar menyapa, lama-lama aku jadi sedikit tahu cerita mengenai kehidupan rumah tangganya yang ternyata sedang bermasalah. meski tak cerita banyak dan terpisah jarak ribuan mil jauhnya, aku ikut merasakan kesedihan dan penderitaannya sebagai sesama perempuan. untungnya temanku yang satu ini cukup kuat dan tegar, meski sedang dililit permasalahan.

suaminya ringan tangan (physical abuse) hingga dia memutuskan untuk menuntut cerai. aku kaget dengan berita ini, tapi aku angkat jempol empat atas keyakinan dan sikap teguhnya. aku salut. sangat jarang perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga mempunyai cukup keberanian untuk bersikap. apalagi sampai berani menuntut perceraian.

hebat!


iseng-iseng aku jadi penasaran mengenai topik yang satu ini. menurut wiki, klasifikasi kekerasan rumah tangga tidak hanya fisik. kekerasan dalam rumah tangga ada lima macam. kekerasan fisik, seksual, emosional, verbal dan ekonomi. dan tak perlu jauh-jauh mencari contoh, temanku ternyata telah menjadi korbannya. d'oh!

sayangnya hal serupa juga tengah menimpa seorang teman yang lain meski penganiayaan yang diterima lebih ke emotional abuse dan economic abuse. emotional abuse atau kekerasan emosional seperti contohnya mempermalukan sang istri di muka umum, menyakiti perasaannya terus menerus, tidak memberikan rasa aman dan nyaman sebagai pasangan dll.

economic abuse atau kekerasan ekonomi misalnya dengan kontrol ketat terhadap keuangan rumah tangga. membatasi pengeluaran, menutup akses untuk penggunaan finansial di luar kontrol sang suami dll yang mengakibatkan sang istri harus tergantung sepenuhnya secara finansial ke si suami. akibatnya pada akhirnya si suami menjadi berkuasa penuh atas diri istrinya karena tanpa tunjangan suami, si istri tak mampu menghidupi dirinya sendiri.

hmmm, menarik juga....

lalu yang membuat aku heran adalah, mengapa korbannya kebanyakan selalu perempuan? mengapa kasusnya sering tidak terdengar atau sengaja disembunyikan? mengapa perempuan memilih diam daripada mengambil sikap tegas untuk menghentikan tindak kekerasan ini? apa susahnya? di mana masalahnya? hadeuh... udah kayak aktivis perempuan jadinya :-)

mungkinkah karena: gengsi?

sudah terlanjur basah masuk dalam ikatan pernikahan. harus menjaga nama baik kedua belah pihak, baik keluarga sendiri maupun keluarga besar sang suami. sudah terlanjur pamer sana pamer sini kelihatan mesra berdua dan disebut-sebut sebagai pasangan serasi. apa kata dunia kalau ternyata di balik itu semua suami ternyata ringan tangan? atau sering melecehkan? atau selalu mengancam tidak akan menafkahi? demi kebaikan semua pihak, seringkali perempuan memilih untuk lebih banyak diam tak berkutik. 

mungkinkan karena: takut?

kenapa harus takut jika harga diri kita sebagai sesama manusia tidak dihormati oleh orang yang seharusnya menyayangi, mencintai dan melindungi? seorang laki-laki yang berani melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya tidak layak lagi untuk dihormati atau dipatuhi. untuk apa takut? semakin perempuan merasa ketakutan dengan ancaman-ancaman sang suami, semakin dia merasa berkuasa dan bisa berbuat semena-mena atas diri istrinya.

mungkinkah karena: tergantung?

baik ketergantungan emosional maupun ketergantungan finansial, jangan membuat seorang perempuan tidak mampu bersikap jika kekerasan dalam rumah tangga sudah terjadi. terlalu cinta hingga mudah memaafkan semua tingkah lakunya? atau tidak tega meninggalkan dia karena setiap kali dia berkata menyesali perbuatannya dan mengeluarkan air mata buaya?

ketergantungan finansial mungkin lebih sulit untuk disiasati. tidak mudah bagi seorang perempuan yang tidak berpenghasilan sendiri untuk melepaskan diri dari derita kekerasan rumah tangga. tak cukup bekal pengetahuan dan percaya diri untuk menghidupi diri sendiri apalagi jika sudah ada anak yang harus dinafkahi, seringkali perempuan ikhlas menelan pil pahit kekerasan rumah tangga demi kelangsungan hidup keluarga dan demi anak-anaknya.

kalau aku pikir-pikir, sebenarnya putri diana mendiang istri pangeran charles dulu juga mungkin termasuk korban kekerasan rumah tangga. yang pasti bukan korban kekerasan fisik, tapi secara emosional, putri diana sangat menderita dengan tingkah polah suaminya yang tidak betul-betul mencintainya. bertahun-tahun dia hanya dijadikan boneka pajangan dan harus bersikap manis layaknya seorang putri tanpa bisa berkutik karena tekanan dari pihak keluarga kerajaan.

tapi bukan diana kalau akhirnya dia tidak nekat memberanikan diri melawan keluarga kerajaan dan memberontak menuntut perceraian untuk memperjuangkan kebahagiaannya sendiri. meski cerita sang putri tidak berakhir bahagia, yang pasti dia sudah berani bersikap. semua perempuan harusnya seperti itu. berani bersikap. berani berkata, cukup! hentikan! enough is enough. berani berkata "tidak" dan berani mengupayakan kemerdekaan diri dari kekerasan rumah tangga demi harga diri dan kebahagiaannya sendiri.

dan menurutku, sebuah keluarga takkan pernah bisa bahagia jika sang ibu menderita.

setuju?

4 comments:

  1. jadi inget, pernah denger gitu, kalo sebenernya perempuan2 yang tidak melapor telah mjd korban KDRT itu JAUH LEBIH BANYAK daripada yg "berani" melapor. Alasannya beraneka ragam, termasuk "tergantung sama suami" & "masih mencintai & luluh ketika suami minta maap" -_-

    jadi inget juga temenku cewek yg masih pacaran, dia "rela" diputus-sambung ada 7 kali lebih kayaknya. Anehnya, tiap pacarnya minta maap & minta balikan, dia nrima. PARAH! untungnya sekarang udah putus mereka

    ReplyDelete
    Replies
    1. jadi cewe emang kudu tegas!! beuh..ngomong sih gampang hihihi ..untung temenmu dah putus ya, moga2 ga nyambung lagi, bayangkan kalau nikah, bisa cerai rujuk donk (ehmm, jadi inget aa gym hihi)

      Delete
  2. sekarang ceweknya udah punya cowok baru sih mbak.
    Kata dosenku, ada nih klien yang sejak pacaran aja udah sering di-bully sama cowoknya: dikata-katain, disiram air segalon di rumah cowoknya, dll.
    Ortu si cowok udah tau kelakuan anaknya itu. Dan katanya, dulu si ibu juga digituin sama suaminya (ayah si cowok) --> entah menurun ke emosional anaknya/ memodel perilaku ayahnya.

    Akhirnya klien tsb tetep nikah, tapi cuma nunggu sampe anaknya lahir, trus minta cerai :-(

    ReplyDelete
    Replies
    1. yaolooooooooooo, cinta itu memang buta ya (eh jadi ada ide nulis) hihihi... kesian banget si mbak-mbak itu, disiram air segalon. kalo itu aku, gantian kusiram bensin segalon, lalu lempar korek jres *eh masuk penjara kalo ini mah ya hahaha*

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...