rumah besar itu berpagar tinggi, dikelilingi pohon-pohon berkayu, dan pintu pagar yang terbuat dari kayu bercat coklat tua, dengan pegangan pintu besar terbuat dari besi. itulah rumah si tasya. dari tepi jalan, rumah besar itu sama sekali tidak kelihatan. turun dari angkot, aku masih harus melewati semacam gang yang di kiri kanannya adalah rumah-rumah tetangga tasya yang menghadap ke jalan raya. gang ini hanya selebar satu mobil saja, agak panjang kira-kira 100 meter-an, dan berakhir di pintu pagar bercat coklat tua tadi.
orang takkan pernah mengira kalau di balik pintu pagar itu berdiri sebuah rumah yang cukup mewah untuk ukuran daerah itu, yang rata-rata penduduknya memang termasuk kelas sosial menengah ke bawah. jalan raya arah cirendeu menuju pondok cabe di mana angkot yang sering aku tumpangi lewat, memang dipenuhi bangunan rumah kecil-kecil di sepanjang jalan, yang jauh dari kesan mewah. beberapa memanfaatkan ruang tamu rumah mereka untuk berjualan barang-barang kelontong, yang pastinya tidak memberikan penghasilan yang berarti bagi pemilik toko-toko kecil itu. lebih untuk menyambung kebutuhan hidup sehari-hari daripada berkesan bisnis yang menguntungkan.
di pintu pagar rumah tasya tidak ada bel, tapi begitu aku mendekat ke pagar, gonggongan anjing penjaga pun segera terdengar, meski aku belum sempat mengetok pintu kayunya. tak lama, si mbok pembantu atau suami si mbok yang bertugas menjaga rumah sekaligus menyeleksi tamu-tamu yang berkunjung, akan bergegas menuju pagar dan bertanya, mau bertemu siapa, apa sudah ada janji, dan sebagainya. tapi itu hanya terjadi pada kunjungan pertamaku ke sana. aku bilang ada janji bertemu bu ida, untuk wawancara lamaran kerja menjadi guru les privat si tasya, seorang gadis kecil anak pemilik rumah yang katanya baru menginjak umur 5 tahun pada waktu itu.
rupanya si bu ida ini sudah memberitahu si mbok, bahwa aku akan datang, maka tanpa bertanya panjang lebar lagi, pintu pagar bercat coklat tua itupun dibuka gemboknya dari dalam, dan aku dipersilakan masuk. pemandangan di depanku pun sesaat membuatku terpana. di balik pintu pagar kayu bercat coklat yang kini kupunggungi, berdiri sebuah rumah bergaya tradisional yang cukup besar bertingkat, dikelilingi taman bunga yang sangat indah. di sampingnya berdiri sebuah rumah yang agak kecil dan sederhana tapi bersih, yang belakangan aku tahu itu adalah tempat si mbok dan suaminya serta anak perempuan mereka tinggal, persis di sebelah rumah si majikan, dan berada dalam satu pagar.
rumah besar utama memang tidak kelihatan dari gang masuk tadi meskipun bertingkat, karena rumah itu dibangun di tepi lembah kecil yang landai. jadi posisinya memang lebih rendah dibandingkan rumah-rumah tetangganya yang jauh lebih sederhana dan menghadap jalan raya seperti kuceritakan tadi. si mbok bilang bu ida sudah menunggu dan aku dipersilakan mengikutinya ke ruang tamu. kuikuti si mbok yang berjalan di depanku melewati taman bunga yang tertata rapi dan indah. kami menuruni lembah melalui tangga taman menuju bagian depan rumah yang rupanya letaknya membelakangi pintu pagar tadi.
aku semakin terpesona ketika melihat pemandangan di depanku. rumah tasya terletak di tepi lembah dikelilingi pohon-pohon tinggi, mempunyai halaman depan yang sangat luas, dan rupanya sisa tanah lembah itu dijadikan kebun depan rumah lengkap dengan sebuah kolam renang. siapa sangka, dari sebuah gang kecil yang hampir tidak kelihatan di pinggir jalan, di belakangnya berdiri dengan megah sebuah rumah yang mewah dengan halaman yang begitu indah.
akhirnya aku bertemu juga dengan bu ida, seorang wanita tengah baya yang terlihat sopan, cantik dan elegan. setelah diwawancara selama kurang lebih setengah jam di beranda menghadap ke kolam renang yang dipenuhi furnitur kelas atas berkualitas tinggi dan berukir khas jepara, ditemani minuman dingin yang dibuatkan si mbok, bu ida akhirnya memberiku kabar gembira bahwa aku diterima bekerja sebagai guru les privat tasya. dan hari itu pula untuk pertama kalinya aku dikenalkan dengan gadis kecil yang namanya telah kukenal jauh sebelum kunjunganku ke rumahnya hari itu, dari agen les privat di mana aku mendaftarkan diri untuk menjadi guru dan mengirimku untuk wawancara ke sini menemui orang tua calon murid.
tasya adalah gadis kecil yang lincah, cantik, hidungnya bangir, dan rambutnya agak pirang. bicaranya campur-campur kadang indonesia diselingi kata-kata inggris di sana sini. setelah bu ida yakin tasya suka dengan kehadiranku di wawancara itu, aku diharapkan datang lagi untuk mulai memberi les minggu depan. ayah tasya berwarganegara australia. bu ida adalah seorang wanita indonesia. tasya adalah anak satu-satunya pasangan kawin campur yang tinggal di sebuah rumah mewah berkolam renang di daerah cirendeu itu. ketika aku memutuskan untuk pindah dari kota s ke ibukota, pekerjaan pertama yang bisa dengan cepat kuperoleh adalah menjadi guru les privat. dan tasya adalah murid pertamaku.
karena perbedaan gaji per jam yang cukup mencolok antara guru les yang bisa mengajar dengan bahasa inggris dan yang tidak, maka aku putuskan untuk mengajar dengan bahasa inggris, supaya dapat uang lebih banyak, tentunya setelah melewati tes terlebih dahulu oleh agen, baru aku bisa didaftar sebagai guru les dengan kemampuan bahasa inggris yang memenuhi syarat. karena rupanya banyak juga orang tua yang ingin anaknya mempunyai guru les privat yang bisa mengajar dengan bahasa inggris, meski kedua orangtuanya sama-sama orang indonesia. ah...ibukota...
tapi rupanya murid pertamaku justru memang sudah ngomong inggris dari sononya karena ayahnya bule. tugas utamaku mengajar tasya adalah membuatnya bisa membaca. di usianya yang sudah menginjak angka 5 ia belum juga bisa membaca dengan lancar, meski sekolahnya internasional dan sangat mahal. tentu saja bu ida khawatir. karena itulah bu ida perlu guru les privat yang bisa membantu tasya belajar dan diharapkan bisa berhasil membuat tasya membaca dengan lancar secepat mungkin.
pada kunjungan berikutnya, aku baru tahu kalau tasya sudah pernah diajar oleh 3 orang guru les sebelum aku, dan semuanya menyerah. anaknya memang terbilang agak badung, kurang penurut, pemberontak dan tidak bisa diam. kalau hatinya sedang tidak suka akan sesuatu dan agak marah, ia lantas ngomel-ngomel dengan bahasa inggris. atau lempar-lempar mainan dan mogok belajar. kalau sudah begitu, orang tuanya hanya minta maaf ke guru lesnya dan tasya akan bilang ke ibunya, ia tidak mau diajar guru les yang itu lagi. karena itulah aku kini menjadi guru les yang ke-4 bagi tasya. hmmm...berat juga tantangannya rupanya.
di rumah aku memutar otak bagaimana menghadapi anak badung yang satu ini. menurutku tasya termasuk anak yang cerdas, dari cara ia menyangkal omongan, menjawab omongan ibunya, atau bercerita tentang ini itu kalau hatinya sedang riang. sayangnya menjadi anak satu-satunya di sebuah keluarga campur yang sangat berada, ditemani si mbok, suami dan seorang gadis perempuan berumur kurang lebih 2 tahun lebih tua darinya, tasya tumbuh manja. kelakuannya menolak belajar membaca dan membuat guru-guru les sebelumnya menyerah mengajarinya, menurutku hanya sebuah tindakan untuk minta perhatian lebih.
ayahnya memang terlihat sangat sibuk dan sepertinya ia adalah orang penting di kantornya, dan mungkin terlalu sering bepergian. bu ida adalah seorang ibu rumah tangga, tapi ia sendiri sempat merasa kewalahan menghadapi tasya, apalagi kalau papanya pas tidak ada di rumah. mengajari tasya belajar adalah hal yang mustahil dilakukan bu ida seorang diri. jadi ia pikir kalau diajari orang lain yang tasya tidak kenal sebelumnya mungkin ia menjadi penurut dan segan. tapi itupun sudah gagal berkali-kali. jadi kansku untuk sukses sepertinya juga sangat kecil. pikirku waktu itu, ya dicoba dululah sekali. kalau gagal, balik lagi ke agen untuk minta dicarikan murid baru yang lebih mudah ditangani.
maka hari pertamaku mengajar pun tiba.
kali ini si mbok sudah mengenaliku jadi begitu si anjing menggonggong dan si mbok melihatku di balik pintu pagar, aku dipersilakan masuk dan langsung diantar ke kamar tasya. o ya tadinya rencananya les dilakukan di ruang keluarga, di sebelah ruang tamu yang maha luas dan berperabot mewah tapi semua berukir tradisional ala indonesia di rumah besar itu. tapi hari ini rupanya tasya lagi ngambek dan mau les asal lesnya di kamar saja. ealah... ya sudahlah, kalau ia sudah begitu tak ada yang bisa membantah kemauan gadis kecil badung ini. maka akupun malah punya kesempatan melihat kamar si tasya.
letaknya di paling ujung bangunan, di lantai dasar. jendelanya menghadap kolam renang dan taman. kamarnya besar sekali, untuk anak sekecil dia. kasurnya besar, dihiasi bermacam boneka dan mainan yang digantung di langit-langit. dinding kamarnya dikelilingi rak-rak perabotan yang penuh buku-buku bacaan anak-anak, boneka, dan lagi-lagi mainan. di dekat pintu, ada sebuah area yang diberi karpet, dengan white-board tersandar di dinding, dan sebuah meja kecil bergambar tokoh kartun, tempat tasya belajar.
ketika masuk ke kamarnya, kulihat tasya sedang berbaring telentang di kasur. aku ucapkan salam, "selamat sore tasya", diikuti si mbok yang mengabarkan kalau guru les tasya sudah datang, waktunya tasya belajar. lalu si mbok pergi meninggalkan kami berdua dengan pintu kamar setengah terbuka. tasya tidak bereaksi, ia diam saja tak bergerak, sambil menatapku penuh selidik. cobaan pertama.
karena muridku mogok belajar pada hari pertama seharusnya aku memberinya les, akupun berjalan-jalan di kamarnya, dan melihat keluar jendela. aku tahu mata si tasya mengikuti gerak-gerikku dengan curiga. dari jendela kamarnya, aku melihat keluar ke arah kolam renang, lalu di sore hari di sebuah kamar gadis kecil berumur 5 tahun yang tak pernah kukenal sebelumnya itu, aku melontarkan sebuah pertanyaan singkat "do you swim?" tanyaku memecah kesunyian. dengan ogah ia menjawab, masih telentang di kasur "of course i do". bete banget nih anak pikirku. "any good?" kejarku lagi tak mau memutus momen komunikasi yang mulai mengalir itu. "yes" jawabnya singkat juga.
eh.. ia pelan-pelan tersenyum, tapi aku cuekin. lalu aku berjalan ke arah rak bukunya dan mulai melihat-lihat bacaan apa yang ia punya. kuambil satu dua buku di rak paling atas dan mulai kubuka lembar-lembar pertama. hal ini rupanya menarik perhatiannya dan iapun melompat turun dari tempat tidur lalu menghampiriku. siasatku berhasil rupanya!
membuatnya bangun dari tempat tidur untuk belajar ketika ia sedang ngambek, adalah hal mustahil. bisa-bisa bocah ini tambah ngamuk dan mogok tak mau melakukan apapun apalagi belajar. ini mungkin yang membuat guru-guru les sebelumnya menyerah. tapi sore itu aku berhasil membuat tasya melompat turun dari tempat tidurnya sendiri tanpa harus dipaksa. ia meraih buku yang kupegang lalu mulai ngoceh menunjuk ini itu di buku dan mulai bercerita. aku mendengarkan saja sambil mengangguk-angguk. masalahnya bahasanya campur. ia belum bisa membaca, dan nyerocos menunjukkan gambar-gambar di buku lalu ngoceh dalam bahasa inggris.
pesan bu ida, tasya harus belajar membaca bahasa indonesia dulu karena ia kesulitan dengan mata pelajaran itu di sekolahnya. untuk mengajarinya membaca bahasa indonesia itulah perlu guru yang ngerti bahasa inggris karena tasya ngoceh pakai inggris. akhirnya aku berkata ke tasya "can you tell me more stories in this book and sit over there?" tanyaku hati-hati sambil menunjuk pojok berkarpet dan berpapan tulis yang diperuntukkan untuk belajar. untungnya tasya sudah lupa dengan aksi mogoknya dan mengangguk-angguk setuju lalu lari menuju karpet, duduk manis dan mulai membuka-buka buku cerita bergambar itu.
rupanya ayahnya atau ibunya sering menceritakan kisah di dalam buku-buku bergambar yang banyak tersedia di kalmarnya, meski tasya belum bisa membaca ceritanya. jadi ia hapal gambar apa berisi cerita apa. dari sebuah buku itulah les sore itu mendadak menjadi tidak sesulit yang aku bayangkan. menangani anak badung seperti tasya memang diperlukan siasat yang beda. meski aku coba ingatkan pada diriku sendiri juga kalau tugasku di sana hanya mengajarinya membaca, bukan berusaha merubah watak dan kelakuan atau karakter si anak karena itu adalah kewajiban orang tuanya.
kunjungan berikutnya, tasya tidak melakukan aksi mogok lagi. ia langsung duduk manis dan mendengarkan aku mengeja a, b, c, d, e, lalu mengajaknya mencoba menuliskannya di papan tulis untuk perlombaan merangkai huruf. tasya anaknya sangat kompetitif, jadi kalau diajak berlomba atau balapan dan si guru pura-pura kalah, ia akan merasa hebat dan bangga. siasatku berhasil lagi.
di kamar tasya banyak sekali perlengkapan belajar membaca yang sudah dibeli mahal-mahal dari toko mainan. ada huruf-huruf balok dan huruf kecil yang dipahat dari kayu, ada yang bercat warna-warni, dan lain-lain. sarana-sarana di kamarnya itu sangat membantu imajinasiku untuk menciptakan permainan yang membuat tasya tertarik dan tertantang untuk menang. karena ia baru mulai mengenai huruf dan belum lancar membaca dan menulis, meletakkan huruf-huruf itu menjadi sebuah kata adalah permainan khas kami.
di akhir bulan pertama bu ida merasa gembira, karena meski les-nya hanya seminggu dua kali selama 2 jam, tasya sudah mulai kelihatan berubah. bahkan tasya sempat tanya ke ibunya kapan miss rini datang lagi. wah...aku ikut senang mendengarnya. memberi les ke anak, apalagi anaknya badung, memang cukup menantang. pendekatan umum seorang guru yang mungkin mengharapkan muridnya nurut dan berlaku sopan, tidak akan pernah berhasil untuk anak seperti tasya. she is the boss, jadi jangan coba-coba ditaklukkan dengan larangan tidak boleh ini itu atau harus begini dan harus begitu. ikuti saja kemauannya dan cari titik kelemahannya, maka ia akan berubah dengan sendirinya.
misalnya suatu sore, entah karena apa, tasya ngambek dan mogok lagi. si mbok dan bu ida sudah berusaha membujuknya baik-baik tapi tidak berhasil, akupun masuk ke kamarnya dan duduk saja sambil baca buku. aku tidak mau membujuknya untuk segera memulai les, karena hanya akan membuatnya semakin ngambek. sambil memegang buku, aku menoleh ke arahnya "just let me know when you're ready", lalu sibuk membaca lagi dan pura-pura cuek terhadapnya. eh, kali ini dia malah nangis, nah lo!
aku melirik sambil bertanya "are you okay? why crying?" tanyaku masih sambil pura-pura membaca buku di tanganku. eh, tiba-tiba ia curhat! katanya hari itu ia sebal sekali dengan seorang teman sekelasnya di sekolah. mereka bertengkar dan gara-gara itu sampai sore hari mood-nya berantakan karena ia masih dongkol. ealah....masih anak-anak sudah begitu seru kehidupannya. mungkin ia sudah berusaha menceritakan itu ke ibunya hari ini, tapi entah tidak didengar betul-betul atau malah diomeli karena berantem di sekolah, mungkin gara-gara itulah tasya mogok les. setelah mendengarkan curhatannya, akupun bilang, "if you are not feeling well enough to study, we skip our class today then". eh serta merta ia menjawab "i don't want to miss my class today miss rini, i like studying with you" #eaaaa jadi terharu. lalu masih dengan mata sembab, tasya pun mau melanjutkan sesi belajar sore itu.
satu momen lagi yang sampai sekarang masih berkesan adalah ketika satu sore selepas belajar, untuk pertama kalinya aku bertemu ayahnya tasya. rupanya ia baru kembali dari perjalanan keluar negeri. biasanya aku tak pernah bertemu karena kalau ia berkantor di jakarta pulangnya hampir pasti selalu malam sementara jam les tasya selalu sore hari. jadi aku sudah pulang ketika ayahnya kembali dari kantor.
tapi sore itu tidak biasa. kami berdua masih di kamar tasya (sejak hari pertama les itu, kami berdua putuskan untuk belajar di dalam kamar saja!), ketika tiba-tiba si anjing penjaga pintu menggonggong dan sebuah mobil terdengar memasuki halaman samping rumah. tasya rupanya mengenali deru mesin mobil itu. "that's my dad miss rini, that's my dad!" serunya gembira.
o ya dari cerita si tasya selama les, aku jadi tahu sedikit mengenai keluarga itu. tasya punya seorang saudara laki-laki di australia, dari istri pertama sang ayah. bu ida rupanya istri kedua. aku sendiri tak pernah bertanya ini itu, kadang-kadang tasya nyerocos bercerita tanpa ditanya kalau ia bosan belajar, jadi ya cukup didengarkan saja. lagipula tidak elok mencari-cari informasi yang mungkin bagi mereka adalah privasi. tapi namanya anak kecil terkadang tak bisa membedakan mana privasi dan mana yang bukan.
tahu ayahnya pulang sore, tasyapun lalu minta ijin, bolehkah lesnya dipersingkat karena ayahnya sudah datang. aku setuju saja. bu ida juga tidak keberatan. lalu tasyapun berlari keluar kamar menyambut ayahnya, seorang laki-laki kulit putih agak jangkung dan berbadan besar, warna rambut agak pirang dan sedikit beruban, yang langsung menggendong gadis kecil yang cantik itu. iapun nyerocos bercerita tentang aku dan sesi belajar kami barusan. aku keluar kamar tasya dan bersiap-siap pulang setelah bu ida mengenalkan aku ke ayah si tasya sebagai miss rini, guru les tasya yang bisa bertahan agak lama mengajari anak gadisnya yang agak badung.
tiba-tiba tasya berteriak, "KUDA!". kami semua bengong, di mana ada kuda di dalam rumah? lalu tasya teriak lagi, "dad, kuda! k-u-d-a, kuda!" kali ini ia menunjuk headline sebuah tabloid yang sedang dipegang ayahnya. kata kuda memang kata yang paling pendek dari sebuah judul di halaman depan tabloit itu. dan tasya bisa membacanya tanpa dibantu! ayah dan ibunya pun terkejut lalu bersorak gembira. tasya sudah bisa baca, tasya sudah bisa baca! bu ida berkali-kali berterima kasih kepadaku. aku tersenyum senang lalu berpamitan.
sudah dua setengah bulan berlalu sejak pertama kali aku mengetuk pintu pagar kayu bercat coklat tua itu. karena niatku semula tetap mencari kerja permanen, di sela-sela memberi les privat aku masih tetap melamar pekerjaan lain yang sesuai ijasahku. hingga satu hari, sebuah lamaran berujung dengan tawaran kerja. keinginanku terkabul untuk memperoleh pekerjaan tetap dan memulai karirku di sebuah perusahaan di bekasi yang pada akhirnya aku menghabiskan 5 tahun bekerja di sana.
meski gaji pertamaku sebagai karyawan tetap di perusahaan itu hanya 150ribu di atas gajiku mengajari tasya membaca dan menulis selama 2 jam dua kali seminggu, aku putuskan untuk tetap menerima tawaran pekerjaan tetap. menjadi guru les tasya, waktu itu aku digaji 600ribu sebulan sudah dipotong komisi oleh agen les privat, hanya dengan waktu kerja 2 jam setiap sore selama dua hari seminggu saja. dibandingkan dengan gaji pertamaku yang hanya sebesar 750ribu sebulan dengan waktu kerja 5 hari seminggu, tentu pekerjaan memberi les jauh lebih menghasilkan uang lebih kalau aku bisa mempunyai 2-3 orang murid sekaligus. kalau ketiganya sama-sama membutuhkan guru les berbahasa inggris, maka aku bisa mengantongi sampai 1.8juta sebulan.
tapi lagi-lagi niat awalku ke jakarta adalah untuk memulai karir profesionalku yang sempat tertunda beberapa tahun karena urusan ini itu. yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana mengabarkan ini ke bu ida, dan terutama ke si tasya. aku lalu memilih jalur formal, dengan mengabari agenku bahwa aku berniat mengundurkan diri secara baik-baik karena aku memperoleh pekerjaan lain. si agen lalu mengabari bu ida dan menawarkan guru les penggantiku segera sesudah aku menyelesaikan les terakhir bulan itu.
maka ketika aku kembali ke rumah itu untuk terakhir kalinya, perasaanku pun campur aduk. aku sempatkan ngobrol dengan bu ida sebelum mulai les. sedikit banyak bu ida tahu latar belakangku dan ijasah sarjanaku. ia sempat melontarkan gurauan ketika wawancana dulu, kalau tasya jangan diajari apa-apa yang berbau nuklir karena di cv-ku memang kucantumkan kalau aku lulusan batan, yang rupanya bu ida juga sudah tak asing lagi karena ia sering melewati kantor batan yang di pasar jumat kalau berkendara ke arah jakarta dari rumahnya.
pada intinya bu ida gembira karena aku memperoleh pekerjaan yang kuimpikan, tapi juga sedih karena tasya sudah begitu akrab denganku dan menunjukkan banyak kemajuan dalam baca tulis sejak aku menjadi guru lesnya. bu ida juga rupanya sudah memberitahu tasya bahwa hari itu adalah hari terakhir diajar oleh miss rini karena setelah itu miss rini akan pindah ke kota lain. mungkin lebih mudah bagi tasya untuk menerima alasan itu daripada berkata kalau aku memperoleh pekerjaan baru yang bisa membuatnya berpikir kalau aku tidak suka menjadi guru lesnya. kalau alasannya pindah kota mungkin tasya akan berpikir beda. meski ketika berkata goodbye ke tasya, ia memang terlihat sedikit agak marah.
o ya, bu ida sempat pula menawarkan gaji lebih dan juga menawari aku untuk langsung bekerja dengannya tanpa melewati agen, jadi tidak ada potongan komisi. dengan iming-iming gaji lebih dan waktu kerja yang singkat aku waktu itu sempat berpikir dua kali untuk mempertimbangkannya, tapi lagi-lagi aku berpikir ke masa depan. tak mungkin aku menjadi guru les privat terus menerus. karena niatnya tadinya untuk sekedar memperoleh uang selama aku masih menganggur dan belum mmperoleh pekerjaan tetap.
ketika aku akhirnya mendapatkan tawaran bekerja di samsung bekasi, aku berpikir untuk memulai karir profesional yang kini mengantarku menjadi aku seperti sekarang ini. kalau masih menjadi guru les, entah bagaimana hidupku sekarang, aku tak tahu. di satu waktu di masa lalu, ketika kita dihadapkan pada satu keputusan sulit dan harus memilih salah satu, aku selalu mengambil keputusan dengan mantap dan melangkah dengan pasti, tidak pernah menoleh ke belakang lagi.
kini sudah hampir 12 tahun berlalu, hingga pagi tadi tiba-tiba aku teringat tasya, yang pernah mengisi kehidupanku selama kurang lebih dua setengah bulan saja tapi menyisakan kenangan yang mendalam. kalau di tahun 2000 dulu ia baru berumur lima tahun, sekarang ia pasti sudah menjelma menjadi gadis belia berumur 17 tahun yang cantik jelita. apakah ia masih mengenaliku kalau sekarang kami bertemu? entahlah, mungkin tidak. aku juga mungkin takkan mengenalinya lagi kalau kami tak sengaja berpapasan di mall di jakarta misalnya.
karena separo australia, kalau tiba-tiba ingat tasya seperti tadi pagi, kadang-kadang aku berharap si tasya nongol di tv menjadi artis sinetron terkenal atau penyanyi seperti cinta laura. tapi... itu kan stereotyping jadinya. tidak semua anak hasil kawin campur serta merta harus jadi artis atau penyanyi kan. bisa jadi ada yang pengin jadi atlit, ilmuwan atau dokter, kenapa tidak. meski kalau mereka tinggal di indonesia, wajah indo memang selalu diincar oleh para pencari bakat baru di dunia hiburan. lagipula siapa sih yang bisa menolak dengan tegas iming-iming menjadi terkenal dan hidup mewah dengan berkecimpung di dunia entertainment yang selalu gemerlap dan hingar bingar itu, kalau nyatanya hampir rata-rata wajah-wajah artis dan dunia hiburan indonesia dihiasi oleh wajah-wajah campuran?
tapi ketika aku google kata kunci "tasya artis indonesia", karena nama lengkap si tasya-pun aku tak sempat tahu, sejauh ini aku cuma nemu dua nama, shafa tasya kamila mantan penyanyi cilik yang berlesung pipit itu, dan natasha rizki yang kelahiran padang. jadi tasya yang ini jelas-jelas tidak memulai karir sebagai artis atau bintang iklan. dan sebagai salah satu mantan guru lesnya, sepertinya aku akan lebih gembira kalau si tasya kini tetap sekolah, menjadi gadis yang pintar dan satu hari nanti memilih berkarir menjadi ilmuwan, dokter, atau menjadi seorang guru.
kira-kira secantik apa ya dia sekarang?
.:kalau kamu suka artikel di atas, mungkin kamu suka ini juga:.
Menarik nih ceritanya untuk di simak gan..
ReplyDeletecekidot, disundul gan cendolnya...:-)
Deletelangsung jawab: secantik saya! :)
ReplyDeletehebat mbak ceritanya, inspiratif, khususnya bagi para pengajar (dan pendidik) yang merasa kesulitan menghadapi perilaku anak yang "menjengkelkan" :D
ciehhh jangan-jangan dulu pety memang namanya tasya? hihihi...
Deletecerita ini keren sekali, mengharukan asli,
ReplyDeletejd ikutan penasaran si tasya itu skarang jd apa :)
kita bertandang ke rumahnya saja gimana om warm, mau ikut? kira-kira bakalan disambut baik apa diusir ya, hehe. tapi letak rumah persisnya lupa-lupa ingat sih, dan lagi rumahnya masih di situ apa sudah pindah, ga tau :-)
Deletenah coba sesekali bertandang kesitu pas ke jkt kapan2, itung2 silaturahmi
Deleteditunggu laporannya :D
siap, grak!!! :-D
Delete"i don't want to miss my class today miss rini, i like studying with you" Heartmelting bgt Mbak, lama gak berkunjung kemari langsung dihajar kisah yg bagus :D
ReplyDeletemakasih atas kunjungan dan apresiasinya...:-) saya jg lama ga blogwalking nih, sama-sama sibuk kita ya hehe
Delete