Friday, 17 December 2010

ambisius

pengantar:
tulisan ini sudah kuketik sejak oktober lalu, namun hanya berakhir sebagai "draft", tak pernah ku-upload. ada keraguan untuk posting karena aku tak rela jika pembaca akan menganggap isinya arogan atau penyombongan diri. di usiaku kini yang terbilang tak muda lagi, aku masih sulit mengerti sekelompok orang yang tak bisa membedakan arti 'arrogance' dan 'pride'. tapi hari ini akhirnya kuberanikan diri untuk mem-posting tulisan ini dengan harapan agar bisa menjadi inspirasi, dan semoga pembaca akan mencerna isinya lebih sebagai 'pride' daripada 'arrogance', meski tentunya semua kembali ke penilaian masing-masing. selamat membaca.

umurku belum genap 3 tahun ketika aku sudah mulai masuk te ka. kata ibuku, aku tak mau ditinggal sendirian di rumah waktu kakakku mulai sekolah. akupun akhirnya ikut sekolah bersama kakakku. tahun berikutnya waktu kakakku naik ke kelas nol besar, aku tetap di nol kecil. waktu ia masuk es de, baru aku naik ke nol besar. kalau ditotal jendral, aku bersekolah te ka selama 3 tahun.

bapakku mendaftarkan aku masuk es de, meskipun saat itu umurku belum genap 6 tahun sebagai syarat pendaftaran. bapakku berargumen, aku sudah terlalu lama di te ka dan mulai bosan karena sudah bisa menulis dan membaca. panitia penerimaan sempat keberatan karena aku belum cukup umur, tapi ketika aku dites dan lulus dengan gemilang, aku akhirnya diijinkan.


di kelas aku terdaftar sebagai murid termuda. kata bapakku, tak apa, nanti kalau tertinggal dengan yang lain, bisa mengulang lagi kalau tak naik kelas, toh memang belum cukup usia. tapi ternyata begitu terima rapor tiba, aku malah menduduki ranking pertama. demikian pula tahun-tahun berikutnya, sampai aku lulus.

pelajaran pertama: lebih tua tak selalu lebih pintar dan sebaliknya...

aku tak suka absen. di es de aku pernah terpaksa empat hari tidak masuk sekolah karena sakit demam tinggi sewaktu kelas empat. selebihnya aku tak pernah absen. waktu itupun sebenarnya aku masih ngotot ingin tetap berangkat tapi ibu memaksaku untuk tinggal di rumah saja. alasanku, aku tak mau ketinggalan pelajaran.

masuk es em pe, aku diterima di peringkat ketiga dari seluruh siswa berdasarkan nilai ebtanas murni es de. tentu kemudian aku ingin menduduki ranking pertama, namun ternyata agak sulit di es em pe untuk mendapatkannya karena dua temanku yang ada di peringkat satu dan dua, keduanya sangat pintar. baru sewaktu kelas tiga saat aku tak lagi sekelas dengan mereka, aku bisa meraihnya. meski tak puas, aku tetap bangga. seingatku, aku juga tak pernah absen selama tiga tahun itu.

masuk es em a persaingan semakin berat karena semakin banyak murid dari sekolah lain yang mendaftar di sekolah itu. aku tak pernah lagi menjadi yang terbaik, namun aku cukup puas dengan prestasiku, urutan lima besar di sekolah. dan lagi-lagi aku tak pernah absen selama tiga tahun itu, hingga waktu kelulusan tiba.

mereka yang bernilai tinggi dengan penuh semangat bersiap-siap untuk mendaftar kuliah di universitas-universitas terkemuka. tawaran pe em de ka atau masuk tanpa tes waktu itupun terlihat menggiurkan. meski aku memenuhi syarat, aku tak bisa seantusias mereka, menyadari orang tuaku takkan mampu membayar uang pendaftaran ulang, ataupun sekedar untuk membeli formulir u em pe te en yang hanya tujuh puluh ribu rupiah ketika itu.

aku hanya bisa gigit jari melihat antusiasme teman-temanku. sia-sia rasanya selalu berusaha belajar dan meraih nilai tinggi di kelas, tapi akhirnya tak bisa melanjutkan belajar karena tak ada biaya. sedih, frustasi, kecewa. menyerah? belum. karena ini bukanlah akhir cerita. kenyataannya, dari sinilah awal perjuanganku dimulai.

untungnya aku tak sendirian meratapi nasibku. ada seorang temanku yang juga bernasib serupa. ironisnya, dialah peraih nem tertinggi di sekolahku, namun juga tak punya biaya. tak lantas berputus asa, kamipun mulai mencari cara untuk bisa tetap bersekolah.

kami lalu mendaftarkan diri ke pendidikan tinggi yang menawarkan beasiswa bagi yang lulus tes penerimaan. ini artinya kami akan bisa bersekolah tanpa membayar. bahkan ada juga yang memberikan uang saku bulanan untuk membantu biaya hidup selama kuliah. alangkah senangnya jika bisa diterima di pendidikan tinggi seperti itu.

penuh harap, semangatkupun kembali membara. aku bertekat untuk bisa diterima. belajar, belajar, belajar. lilin harapankupun kembali menyala, dan kali ini kupastikan ia takkan pernah padam. akupun diterima. temanku yang bernasib serupa juga diterima meski di sekolah yang berbeda.

pelajaran kedua: jika mau terus berjuang dan berusaha, rintangan apapun selalu ada jalan keluarnya...

pendidikan tanpa biaya inilah yang kemudian mampu membawaku meraih gelar sarjana muda, dan lulus di peringkat terbaik kedua, dan bisa kujadikan modal untuk mencari kerja. meski berpenghasilan tak seberapa, sedikit uang selalu kusisihkan untuk terus membiayai cita-citaku untuk bisa terus bersekolah ke jenjang berikutnya.

sambil bekerja di sebuah perusahaan swasta, akupun akhirnya berhasil meraih gelar sarjana penuh setelah berkutat selama 3 semester di sebuah perkuliahan sabtu minggu di jakarta. saat itu aktivitas hidupku kencang melaju tanpa henti. bekerja, kursus, bekerja, ke kampus, kursus lagi, tujuh hari seminggu. lelah, tentu saja. mengeluh, takkan pernah.

sekali lagi, aku juga tak pernah absen dari pekerjaanku yang kugeluti sampai lima tahun itu. pernah sekalinya aku tak masuk kerja karena sakit, orang kantor khawatir dan menjengukku. alhasil akupun akhirnya menghabiskan sisa setengah hari itu dengan kembali ke meja kerja dan anehnya aku merasa sehat seketika.

pelajaran ketiga: jangan takut "mati" karena terus beraktivitas tanpa henti...

beberapa teman dekatku berkata kalau aku terlalu ambisius. mungkin banyak pula yang berpikir demikian tapi tak pernah mengutarakannya. pertanyaan yang sering terlontar dari sekelilingku, apa yang aku cari dalam hidup sebenarnya. jawabku singkat, aku mengejar mimpiku. aku tak mudah merasa puas. meski lebih sering tak punya modal, atau hanya pas-pasan, aku tetap ingin mewujudkan impianku. aku memang seorang pemimpi sejati.

jika ditanya saat itu, aku akan jawab aku sendiripun belum tahu. yang kutahu, aku belum puas dengan hidupku. karena aku tahu aku akan mampu meraih lebih dari yang sudah kumiliki waktu itu. keyakinanku, menjadi besar selalu berawal dari satu titik kecil. seperti ungkapan jarak ribuan kilo, hanya dimulai dengan satu langkah pertama.

itu pula yang akhirnya membawaku ke petualangan berikutnya. setelah gelar sarjana penuh kuraihpun, ternyata ambisiku untuk terus melaju belum juga berhenti, meski kali ini cita-citaku agak kurang masuk akal. seperti pungguk merindukan bulan, kata adikku, sewaktu kuutarakan niatku untuk meneruskan kuliah master ke luar negeri. uangnya dari mana, tanya dia. aku jawab, aku tak tahu, tapi aku akan berusaha.

internet sangat membantu mewujudkan impianku. aku mendaftarkan diri untuk bisa diterima di salah satu perguruan tinggi di eropa dan mengajukan beasiswa. setelah proses perjuangan panjang selama kurang lebih satu tahun akupun diterima. satu impian akhirnya kuraih lagi. tak mudah memang, tapi bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan.

harta tak seberapa yang kupunya dari hasil jerih payahku, kutinggalkan begitu saja. kusiapkan kopor hanya berisi baju dan buku. berbekal paspor, uang empat ratus dollar sisa tabungan dan tiket pesawat satu jurusan, akupun  meninggalkan negeriku, berangkat ke eropa dengan impian baru.

aku belajar program master selama dua tahun tanpa keluar sedikitpun biaya. bahkan dana yang diberikan secara cuma-cuma oleh uni eropa itu, lebih dari cukup untuk memenuhi segala kebutuhan mahasiswa sesuai standar hidup lokal, dan juga masih cukup untuk ongkos jalan-jalan, bertualang mengunjungi kota-kota terkenal di dunia. seperti mimpi saja rasanya. mimpi indah yang luar biasa.

petualangan ini pula yang akhirnya menjadi pintu lebar yang terbuka bagi perubahan besar dalam hidupku. setamat kuliah, aku tak pernah bermimpi untuk tinggal lebih lama karena alasan keuangan. hidup di eropa tanpa ada lagi beasiswa tidaklah murah. namun rupanya nasib berkehendak beda. selang sebulan selepas wisuda, aku diterima bekerja sebagai pegawai tetap di sebuah perusahaan di inggris raya, negeri tempat aku belajar di tahun kedua. siapa sangka.

pelajaran keempat: yang berusaha keras saja belum tentu akan meraih hasil, apalagi yang banyak mengeluh dan hanya menunggu nasib akan berubah dengan sendirinya...

bagi yang benar-benar mengenalku lebih dekat dan tahu seluruh jerih payah perjuanganku, pasti akan turut berbangga. tak sedikit yang merasa iri tentu saja. namun mereka yang hanya mengenalku sebagai seorang gadis sederhana dari kota kecil yang bapak ibunya tak mampu membiayai anaknya ke sekolah tinggi, mungkin akan meragukan cerita ini.

termasuk mereka yang kata ibuku terkadang selalu membuat cerita sendiri tentang apa yang kulakukan di luar negeri. kalau tak bikin sakit hati dan memerahkan telinga, tentu bukan gosip namanya. pesanku selalu ke ibu, tak usah hiraukan mulut mereka, nanti waktu yang akan menjawab semua.

pelajaran kelima: semakin tinggi pohon, semakin kencang angin bertiup, persiapkan akar yang kuat...

andai...ambisi belajarku dulu tak setinggi mahameru, aku mungkin takkan bisa meraih impianku
andai...aku tak ngotot ingin terus sekolah dan mencari beasiswa, mungkin saat ini aku hanya akan berijasah es em a dan bekerja entah apa, entah di mana
andai...aku puas dengan apa yang telah kuraih waktu itu, aku takkan pernah bisa melihat betapa luas dan indahnya dunia

pelajaran terakhir: berwatak ambisius dan menjadi seorang pemimpi ternyata tak ada jeleknya...

10 comments:

  1. so inspiring !!
    pengen deh Dm-am sama mbak.. cara nya gmana yaa ??

    ReplyDelete
    Replies
    1. caranya bisa lewat beberapa akunku di sosial media. ada fesbuk, ada twitter, ada pinterest, ada email, ada blog, komplit! :-D monggo pilih salah satu...

      Delete
  2. Ada line kak? Sangat keren. Mungkin saya lagi butuh info yang banyak ttg scholarship. Tak tunggu ya hehe

    ReplyDelete
  3. saya merasa liat cermin waktu baca post ini. emang banyak yang bilang terlalu ambisius tapi ambisi itu penting buat ngejar mimpi. bedanya sekarang aku masih kuliah S1 semester 3 juga dengan beasiswa haya saja mungkin aku nggak sepintar kakak tapi semangatku sama seperti itu. berjuang terus, terus berjuang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hai Risma, salam kenal. mumpung berani bermimpi itu gratis, kenapa nggak ya kan? hehe. teruslah berani bermimpi dan kejar impianmu sampai ke langit. kalaupun kau terjatuh, kau akan jatuh di antara bintang-bintang (kata bung karno). semangat terus yaaaaa. makasih dah mampir.

      Delete
  4. Kak,jgn ambisius ( itu konotasi nya negatif menghalalkan segala cara) tp kk itu ambisi , oke? Sedikit slh kata kata beda arti. Bagi aku dr cerita kk, kk itu antusias banget bkn ambisius

    ReplyDelete
    Replies
    1. ambisi = keinginan yang kuat (termasuk kata benda)
      oarng yang memiliki keinginan yang kuat = orang itu ambisius (termasuk kata sifat)
      pemakaian di tulisan di atas sudah bener. coba buka lagi buku pelajaran tata bahasa 😊

      Delete
  5. Menginspirasi banget kak, buat aku yang juga gk punya biaya tapi pengen bgt kuliah beasiwa s1 di eropa. Boleh minta emailnya gak kak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Etrama, kirim ke indromeo2004@yahoo.com ya

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...