aku jarang makan roti. yang aku sebut roti di sini bisa termasuk kue, biskuit, cookies, cake, apapun yang dipanggang, kusebut roti tapi tidak termasuk coklat. seingatku, ibuku dulu kadang-kadang membuatkan kami roti panggang yang kami sebut roti bloder, itupun tak terlalu sering. cetakannya bulat besar berlubang di tengahnya. rasanya manis empuk bermentega, tapi membuatnya membutuhkan waktu yang lama. karena satu persatu bahannya harus dikocok dengan tangan sampai pegal, agar mengembang.
tak ada mixer bertenaga listrik seperti jaman sekarang ini. semua memakai tenaga tangan. mulanya telur dikocok dulu, setelah itu mentega dimasukkan, kocok lagi sampai tangan kanan pegal, lalu berganti memakai tangan kiri demikian seterusnya. lalu gula pasir dan akhirnya tepung terigu.
entah apalagi yang diperlukan dalam resep pembuatan roti bloder itu sebelum dipanggang di oven kaleng tua kami di atas api kompor minyak tanah, yang pasti rasanya enak sekali. seandainya tak perlu serepot itu membuatnya, pasti ibu akan lebih sering memanjakan lidah anak-anaknya yang selalu kelaparan ini.
source |
entah apalagi yang diperlukan dalam resep pembuatan roti bloder itu sebelum dipanggang di oven kaleng tua kami di atas api kompor minyak tanah, yang pasti rasanya enak sekali. seandainya tak perlu serepot itu membuatnya, pasti ibu akan lebih sering memanjakan lidah anak-anaknya yang selalu kelaparan ini.
roti memang bukanlah makanan asli tradisional bangsa kami. lebih seringnya kami merasa kalau roti itu adalah makanan bangsa kulit putih, dan yang paling sering kami tuduh biasanya adalah orang-orang belanda yang lama bercokol menduduki wilayah nusantara sebelum akhirnya indonesia merdeka.
mungkin karena itulah tradisi panggang memanggang roti ini tak begitu lestari di keluarga kami. lebih sering kami melihat ibu memasak bakwan, ketela ubi, tempe goreng, kolak pisang atau pisang goreng, daripada memanggang roti. walhasil, tentu saja aku jauh lebih ahli memasak gorengan-gorengan itu daripada memanggang roti. dan oven tua kaleng kami yang dulu itu sudah lama tak kulihat lagi. mungkin ibu membuangnya karena sudah berlubang di sana-sini dan oven baru tak sanggup kami beli. jadi berakhirlah kisah pendek memanggang roti di keluarga kami.
setelah mandiri dan berpenghasilan sendiri, kadang kala aku iseng membeli roti di toko atau supermarket. karena memang bukan makanan pokok, jadi keinginan menikmati roti ini memang jarang-jarang munculnya. dan tentunya tak pernah sedikitpun aku terpikir untuk membuat roti sendiri. terbayang repotnya, alat-alat yang harus dibeli dan waktu yang lama untuk membuatnya.
hingga saat aku tinggal di benua di mana roti adalah makanan pokok atau menu utama, baru aku menyadari betapa dunia panggang memanggang roti di eropa sini sudah seperti tradisi sama halnya dengan ibuku yang setiap hari mencuci beras dan memasak nasi. dengan kata lain, di sini orang memanggang roti setiap hari!
hingga saat aku tinggal di benua di mana roti adalah makanan pokok atau menu utama, baru aku menyadari betapa dunia panggang memanggang roti di eropa sini sudah seperti tradisi sama halnya dengan ibuku yang setiap hari mencuci beras dan memasak nasi. dengan kata lain, di sini orang memanggang roti setiap hari!
bedanya, bahan-bahan dan alat-alatnya sudah sedemikian canggih hingga orang tak perlu repot-repot sampai pegal-pegal seperti ibuku waktu itu. sayangnya karena aku tak banyak dibekali ilmu memanggang roti, jadi akupun tetap tak tertarik untuk mencobanya, meski kini aku punya oven gas yang memang diperuntukkan untuk acara panggang memanggang segala jenis roti.
hingga dua hari yang lalu tak ada hujan tak ada angin tiba-tiba aku ingin memanggang roti. tanpa ragu-ragu layaknya seorang koki profesional, kuikuti semua langkah-langkah pembuatan roti nastar dan kue bolu pandan. setelah berkutat selama tiga jam tanpa henti, akhirnya kue nastar dan bolu pandankupun jadi. norak dan ndeso kedengarannya, tapi ada sedikit perasaan bangga karena aku berhasil memanggang untuk pertama kalinya, dan suamiku menyukai rasanya.
No comments:
Post a Comment