adalah kependekan dari tenaga kerja indonesia. menurut pemikiranku yang sederhana, kuartikan itu sebagai orang indonesia yang bekerja di luar negeri. saat ini aku bekerja di luar negeri. apakah berarti aku juga seorang tki?
populasi indonesia saat ini hampir mencapai duaratus empatpuluh juta manusia, menduduki ranking ke-empat di bawah cina, india dan negara adi-daya amerika. kita semua tahu, hampir di tiap kota di seluruh dunia, pasti ada orang cinanya. mungkin karena jumlah penduduk cina yang demikian besarnya, mereka menyebar ke mana-mana dan bahkan berganti warganegara, berbaur menjadi orang lokal di negeri baru yang mereka suka.
begitupun bangsa india dan amerika yang mudah dijumpai hampir di tiap negara. bagaimana dengan orang indonesia?
begitu banyak tki yang bekerja di luar negeri, namun tak banyak dijumpai komunitas besar indonesia yang berganti kewarganegaraan dan menetap di luar negeri untuk selamanya. kalau sekumpulan orang cina di sebuah kota mampu mandiri dengan konsep pecinan-nya, india dengan komunitas kare-nya, setelah kuamati ternyata tak begitu halnya dengan orang indonesia. mungkin ada komunitas-komunitas kecilnya, namun hanya di beberapa kota di beberapa negara saja.
begitu banyak tki yang bekerja di luar negeri, namun tak banyak dijumpai komunitas besar indonesia yang berganti kewarganegaraan dan menetap di luar negeri untuk selamanya. kalau sekumpulan orang cina di sebuah kota mampu mandiri dengan konsep pecinan-nya, india dengan komunitas kare-nya, setelah kuamati ternyata tak begitu halnya dengan orang indonesia. mungkin ada komunitas-komunitas kecilnya, namun hanya di beberapa kota di beberapa negara saja.
kenapa ya? apakah karena terlalu enak hidup di indonesia hingga tak mau melanglang buana? terlalu takut untuk mencoba? kalah bersaing dalam hal kemampuan tenaga kerja? atau karena belum mendapatkan kesempatan saja?
kebanyakan orang indonesia cenderung beranggapan kalau bekerja di luar negeri itu hanya untuk mengumpulkan upah. jika telah selesai masa kerja, merekapun akan kembali ke indonesia. bagi mereka, bekerja di luar negeri itu hanya bersifat sementara.
memang sebagian besar tki yang bekerja di luar negeri akan kembali, karena mereka tak seharusnya menetap dan menanggalkan status wni. selain tak mudah berganti paspor, mereka juga memang berniat hanya untuk mencari rejeki dan memperbaiki taraf kehidupan keluarganya di dalam negeri. mereka yang sebagian besar itu biasanya adalah mereka yang bekerja di sektor informal. sedihnya, hasil kerjanya biasanya tak begitu sesuai dengan yang dijanjikan oleh agen-agen mereka sewaktu mereka memutuskan untuk pergi.
lalu ada sebagian kecil yang disebut kalangan profesional yang berkarya di sektor formal, beberapa bahkan menduduki jabatan tinggi dan penting di bidangnya, dan mampu mengharumkan nama bangsa. mereka juga tenaga-tenaga kerja indonesia yang memilih negara lain untuk menetap dan mencari rejeki, tak beda halnya dengan orang cina dan india yang menyebar dan menetap tadi. bedanya kerja mereka tak dibatasi selembar kertas kontrak, jadi mereka tak harus kembali.
jika rejeki mereka memang di sana, dan mereka memutuskan untuk menetap selamanya, beberapa bahkan memilih untuk berganti warganegara, apakah mereka masih bisa disebut tki? mungkin sebutan itu menjadi tak relevan lagi.
jika rejeki mereka memang di sana, dan mereka memutuskan untuk menetap selamanya, beberapa bahkan memilih untuk berganti warganegara, apakah mereka masih bisa disebut tki? mungkin sebutan itu menjadi tak relevan lagi.
jadi kusimpulkan saja, mungkin sebutan tki itu bisa dipersempit maknanya bagi mereka yang bekerja di luar indonesia tetapi hanya untuk sementara saja entah di sektor informal maupun formal. mereka punya keterbatasan kontrak kerja dan keterbatasan hak untuk tinggal di negara tempat mereka bekerja, hingga satu waktu mereka harus kembali ke bumi pertiwi.
mungkin ini juga menjawab pertanyaanku pada diri sendiri tadi kenapa tak banyak orang indonesia yang menyebar ke berbagai perjuru dunia. karena rata-rata dengan kapasitas dan kemampuan yang terbatas, tak cukup membuat mereka mampu untuk menjadi mandiri di luar negeri. alih-alih berganti kewarganegaraan dan hidup layak atau bahkan lebih enak seperti halnya warga lokalnya.
mungkin ini juga menjawab pertanyaanku pada diri sendiri tadi kenapa tak banyak orang indonesia yang menyebar ke berbagai perjuru dunia. karena rata-rata dengan kapasitas dan kemampuan yang terbatas, tak cukup membuat mereka mampu untuk menjadi mandiri di luar negeri. alih-alih berganti kewarganegaraan dan hidup layak atau bahkan lebih enak seperti halnya warga lokalnya.
seandainya orang-orang indonesia itu berkemampuan setara dengan orang lokal di negeri yang mereka tuju, dan berhasil mandiri dan menetap tanpa harus kembali, lalu akankah di dalam negeri akan kekurangan tenaga kerja yang mumpuni?
sepertinya tidak juga, karena masih begitu banyak tenaga kerja mumpuni tersedia yang masih memerlukan lapangan kerja. bayangkan jika semua wni di luar negeri kembali dan merebut posisi jabatan yang seharusnya bisa diduduki oleh yang lain seandainya mereka tetap bekerja di luar negeri. bukankah itu hanya akan mempertinggi angka pengangguran karena pergeseran kesempatan kerja?
sepertinya tidak juga, karena masih begitu banyak tenaga kerja mumpuni tersedia yang masih memerlukan lapangan kerja. bayangkan jika semua wni di luar negeri kembali dan merebut posisi jabatan yang seharusnya bisa diduduki oleh yang lain seandainya mereka tetap bekerja di luar negeri. bukankah itu hanya akan mempertinggi angka pengangguran karena pergeseran kesempatan kerja?
lalu kenapa mereka yang tinggal di dalam negeri seringkali menyayangkan mereka yang memutuskan pergi ke luar negeri dan akhirnya tak kembali? apakah orang cina di negeri cina tak bahagia dengan kenyataan bahwa begitu banyaknya warga mereka yang tersebar di hampir seluruh penjuru dunia? apakah mereka kekurangan tenaga kerja?
tentu tidak.
dan apakah orang-orang cina di luar negeri itu kehilangan identitas kecinaannya? tidak juga. mereka masih fasih berbahasa cina selain juga fasih berbahasa setempat, mereka masih merayakan tahun baru cina dan perayaan-perayaan lainnya bersama-sama. tak ada masalah, bukan? jadi apa bedanya dengan orang indonesia yang tinggal di luar negeri dan tak kembali?
tentu tidak.
dan apakah orang-orang cina di luar negeri itu kehilangan identitas kecinaannya? tidak juga. mereka masih fasih berbahasa cina selain juga fasih berbahasa setempat, mereka masih merayakan tahun baru cina dan perayaan-perayaan lainnya bersama-sama. tak ada masalah, bukan? jadi apa bedanya dengan orang indonesia yang tinggal di luar negeri dan tak kembali?
lalu bagaimana dengan aku?
sejak lulus master dengan beasiswa dari uni eropa, aku langsung diterima bekerja di sini. selayaknya orang lokal, ijasahku dihargai. fasilitas dan gaji juga tak beda dan tak didiskriminasi. aku diperlakukan sama dengan teman-teman sekantorku. profesionalismeku tak beda dengan mereka yang lahir dan tumbuh besar di sini. selain bahasa, hal-hal lainnya tak ada bedanya. dengan status ini, tentunya akupun mampu mandiri dan menjadi bagian dari komunitas lokal di mana aku tinggal.
sejak lulus master dengan beasiswa dari uni eropa, aku langsung diterima bekerja di sini. selayaknya orang lokal, ijasahku dihargai. fasilitas dan gaji juga tak beda dan tak didiskriminasi. aku diperlakukan sama dengan teman-teman sekantorku. profesionalismeku tak beda dengan mereka yang lahir dan tumbuh besar di sini. selain bahasa, hal-hal lainnya tak ada bedanya. dengan status ini, tentunya akupun mampu mandiri dan menjadi bagian dari komunitas lokal di mana aku tinggal.
di sini aku tak punya keterbatasan. aku bisa bekerja selama aku mau. aku karyawan permanen dan bisa tinggal selama aku ingini. meski teman-temanku di indonesia selalu melontarkan pertanyaan yang sama berkali-kali, kapan kau akan kembali, membangun negeri sendiri?
aku selalu jawab, mungkin nanti kalau aku sudah pensiun dan rindu bumi pertiwi. soal bangun-membangun bukanlah tanggungjawabku seorang diri, dan tak harus dilakukan dari dalam negeri. apa mungkin aku sedikit selfish, dan hanya mencoba menjustifikasi?
aku selalu jawab, mungkin nanti kalau aku sudah pensiun dan rindu bumi pertiwi. soal bangun-membangun bukanlah tanggungjawabku seorang diri, dan tak harus dilakukan dari dalam negeri. apa mungkin aku sedikit selfish, dan hanya mencoba menjustifikasi?
tapi aku memang bukan tki yang tiap selesai kontrak wajib kembali.
aku karyawan kantor biasa yang pergi pagi pulang sore dan tiap bulan harus membayar cicilan properti. aku telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat di sini. aku telah hidup menetap meski tak mudah untuk mandiri jauh dari sanak famili. tapi bukankah orang-orang cina dan india itu juga melakukan hal yang kini kujalani? tanpa kehilangan identitas sebagai warga negara indonesia yang tetap mencintai ibu pertiwi, aku bangga tinggal mandiri di luar negeri.
aku karyawan kantor biasa yang pergi pagi pulang sore dan tiap bulan harus membayar cicilan properti. aku telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat di sini. aku telah hidup menetap meski tak mudah untuk mandiri jauh dari sanak famili. tapi bukankah orang-orang cina dan india itu juga melakukan hal yang kini kujalani? tanpa kehilangan identitas sebagai warga negara indonesia yang tetap mencintai ibu pertiwi, aku bangga tinggal mandiri di luar negeri.
bagaimana dengan rasa cinta tanah air dan bangsa? bagaimana dengan nasionalisme di dada?
sejujurnya aku sudah lelah berdebat kusir mengenai arti nasionalisme yang tak ada ujungnya, jika jauh di dalam lubuk hati, sebenarnya orang-orang yang sering berdebat ini juga ingin berkesempatan hidup dan tinggal di luar negeri. mungkin hanya karena rasa iri? aku tak tahu pasti.
sejujurnya aku sudah lelah berdebat kusir mengenai arti nasionalisme yang tak ada ujungnya, jika jauh di dalam lubuk hati, sebenarnya orang-orang yang sering berdebat ini juga ingin berkesempatan hidup dan tinggal di luar negeri. mungkin hanya karena rasa iri? aku tak tahu pasti.
tak munafik, aku lebih suka hidup di sini. meski bukan tanah ibu pertiwi, tapi tenaga dan pikiranku lebih dihargai. kebebasan berpikir, berkreasi dan berpendapat lebih dimaknai. tak ada yang sempurna di muka bumi ini, namun kalau bisa berkehidupan lebih baik, kenapa harus diingkari? namanya juga rejeki, masing-masing orangpun punya jalan hidupnya sendiri-sendiri.
...dirgahayu ke-66 indonesiaku...
...aku tetap selalu mencintaimu...
tidak masalah tinggal di mana saja selama kita bisa berguna untuk diri kita & orang2 di sekitar kita...dan rasa nasionalisme bukan diukur dimana orang itu tinggal. Yg tinggalnya di Indo malah banyak gak punya rasa nasionalisme, contohnya dengan banyaknya orang korupsi, merugikan negara & warganegara yg lain... meskipun mb esti tinggal di luar negeri tp msh mau berbagi pengalaman dg kita2 yg di Indo itu termasuk bagian rasa nasionalisme lho...tetap semangat & berkarya.
ReplyDeletemakasih... tambah semangat nih :-)
ReplyDeletesalam kenal mbak..klo mnurut sy mbak g usah terlalu mikir ttg pertanyaan 'kpn kembali k indo?' ato 'apa g pgn memajukan negara sendiri?' saya rasa itu cm pertanyaan basa basi yg biasa org indo tanyakan spt 'kpn nikah?' (utk yg single) ato 'kpn punya anak?' (utk yg blm dikaruniai keturunan) jd anggap aja smua itu cm bentuk prhatian..apalagi kalo mbak bisa sukses d negeri orang qt sbg org indo ikut bangga lo..apalagi mbak krja d kantoran..jrg kan org indo yg merantau bisa krj d kantoran n enak pula smua trjamin dg sgl fasilitasnya..tetap brjuang mbak n mbk tunjukin klo org indo itu jg punya kwalitas bkn cm ngerjain krjaan rumah tp krjaan expert jg...SEMANGAT!!!
ReplyDeleteHai Irda, Salam kenal juga, makasih ya komennya, ayuk semangattt!! :)
Delete