sekitar lima tahun yang lalu, mungkin agak jarang terdengar ada teman kita atau kenalan kita yang kalau ditanya kantornya di mana, jawabnya 'ngantor di rumah'. tapi beberapa tahun belakangan ini, jawaban tersebut semakin kerap terlontar. kini sudah semakin banyak orang yang bekerja dari rumah, meski orang tersebut tetap berstatus sebagai karyawan di sebuah perusahaan atau instansi.
suamiku adalah salah satu contohnya. seorang teman kuliahku juga bulan kemarin memberi kabar kalau ia sudah pindah kerja dan sekarang kantornya yang baru tidak mengharuskannya berada di kantor tiap saat, alias ia bisa bekerja dari rumah. ada juga seorang teman, orang indonesia, yang baru pindah dari skotlandia ke cambridge karena ganti pekerjaan, dan pekerjaannya yang baru ini juga jenis pekerjaan yang bisa dilakukan dengan berkantor di rumah saja.
suamiku adalah salah satu contohnya. seorang teman kuliahku juga bulan kemarin memberi kabar kalau ia sudah pindah kerja dan sekarang kantornya yang baru tidak mengharuskannya berada di kantor tiap saat, alias ia bisa bekerja dari rumah. ada juga seorang teman, orang indonesia, yang baru pindah dari skotlandia ke cambridge karena ganti pekerjaan, dan pekerjaannya yang baru ini juga jenis pekerjaan yang bisa dilakukan dengan berkantor di rumah saja.
bagaimana sebenarnya liku-liku home-based job atau pekerjaan yang berkantor di rumah itu? apa saja tantangan dan keuntungannya? aku coba bahas sependek pengetahuanku ya. silakan disimak.
beberapa jenis pekerjaan yang tidak melulu berhubungan dengan aktivitas perkantoran dan tidak melulu harus berinteraksi tatap muka dengan sesama karyawan lainnya, adalah jenis pekerjaan yang bisa terlepas dari keberadaan sebuah gedung atau kantor. jika jenis pekerjaan tersebut hanya membutuhkan interaksi melalui sarana komunikasi digital dan bisa dilakukan dari mana saja asalkan ada fasilitas internet, maka keberadaan meja kantor, kursi, telepon, rak dokumen menjadi tidak penting lagi atau bahkan sama sekali tidak dibutuhkan. apalagi jika orang-orang yang berinteraksi dalam pekerjaan tersebut lebih banyak melakukannya melalui dunia maya karena alasan jarak, beda negara, beda zona waktu, atau beda perusahaan.
aku ambil contoh yang paling aku tahu adalah pekerjaan suamiku. sebagai seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap penyedia layanan solusi global di dunia telekomunikasi, suamiku tidak membutuhkan meja, kursi atau sebuah kantor meski ia sudah bekerja di perusahaan yang sama selama hampir lebih dari 1.5 dekade lamanya.
ia bekerja dalam sebuah team yang para anggotanya terdiri dari beberapa orang yang tersebar di seluruh penjuru dunia. ia satu-satunya anggota team yang berasal dari inggris. anggota yang lain ada yang berada di belanda, belgia, jerman, finlandia, brasil, singapura, china, dan masih banyak lagi. bosnya yang dulu saja lokasinya di paris. ketemunya paling setahun dua kali kalau pas laporan tahunan, atau pas ada konferensi. bos yang sekarang ada di amsterdam. ia sendiri ada di inggris. hehe, pusing kan?! :-p
team ini meski bekerja sendiri-sendiri dalam zona waktu yang berbeda, tapi mereka mempunyai tanggung jawab yang hampir sama yaitu memastikan kebutuhan layanan global di seluruh dunia terpenuhi, kapanpun dan di manapun. dengan tersebarnya anggota team di hampir tiap titik di belahan dunia, tentunya ini adalah strategi yang jitu. karena jenis pekerjaan ini tidak berhubungan sama sekali dengan orang-orang yang berada dalam departemen lain yang ada di kantor suami, maka ia pun jarang pergi ke kantor yang hanya berjarak 15-20 menitan dari rumah kami.
baginya, tak masalah kerja dari rumah, dari kebun belakang rumah, sambil nongkrong di pojokan starbuck, di lapangan, atau kerja dari kereta api yang sedang melaju, bahkan dari ruang tunggu bandara sekalipun. selama ada akses internet (kereta di sini ada wifi-nya donk :-p), ia bisa bekerja kapan saja di mana saja. kadang ia masih pergi ke kantor juga sih, meski jarang, kalau lagi kangen ketemu dan pengin ngobrol dengan teman-teman kerjanya meski mereka ada di lain departemen dan beberapa memang lebih terikat dengan meja kantor mereka.
cerita lain mengenai kerja di rumah datang dari teman kuliahku (orang armenia) yang baru saja pindah kantor dari oxford, ke perusahaan lain di cardiff. tadinya aku kaget sewaktu ia memberitahuku, karena jarak oxford ke cardiff itu lumayan jauh, sedang ia baru saja membeli sebuah rumah bersama suaminya di daerah oxford. bagaimana mungkin ia mau pindah ke cardiff? atau bagaimana ia akan berangkat kerja ke cardiff tiap hari? bisa patah kaki kalau harus bolak balik tiap pagi dan sore dengan kereta api. tapi ternyata ia kemudian menjelaskan bahwa pekerjaan barunya ini tidak mengharuskan ia berada di kantor setiap hari. katanya, setor muka 2 kali sebulan saja sudah cukup. wuihiii enak sekali!
jenis pekerjaan yang ia lakukan sekarang memang lebih bersifat konsultasi, sehingga dokumen-dokumen yang diperlukan bisa dikirimkan melalui internet, lalu ia akan menulis laporan review dari rumah dan mengirimkannya kembali ke pihak yang membutuhkan laporan tersebut. iapun lalu mengubah salah satu kamar yang paling kecil di rumahnya menjadi kantornya, lengkap dengan meja, printer, laptop, rak dokumen dan lain-lain. praktis ia hanya tinggal di rumah saja setiap hari. tiap pagi, dari kamar tidur ia tinggal melangkah beberapa meter saja ke kamar sebelah, dan ia sudah sampai di kantornya! tidak perlu pakai baju kerja, tidak perlu mandi dulu, dan bisa langsung kerja sambil makan sarapan pagi. makan siang tinggal ke dapur, dan terima telpon melalui HP.
enak ya kelihatannya kerja dari rumah? tapi apakah memang seenak dan segampang itu kenyataannya?
menurut pendapatku sih, kerja dari rumah itu banyak sekali tantangannya, dan cukup berat pertanggungjawabannya. koq bisa? ya iya. kerja dari rumah itu dituntut disiplin diri yang tinggi, jujur, dan berkomitmen untuk menyelesaikan tugas-tugas sesuai deadline-nya masing-masing. suasana kantor memang terkadang menjadi satu-satunya cara untuk memaksa orang untuk bekerja agar memenuhi target atau deadline. tapi bagi beberapa orang, tanpa berada di kantorpun pekerjaan tetap beres dan tugas-tugas tidak terbengkalai. kuncinya ya itu tadi, disiplin terhadap diri sendiri, jujur dan berkomitmen tinggi.
lalu, apakah mungkin konsep seperti ini diterapkan di negara seperti indonesia? hmmm, kalau mau jujur sih, jawabannya 'sulit', meski belakangan aku sering mendengar semakin banyak kaum profesional muda jakarta yang sudah menjalani pekerjaan jenis ini.
sudah bukan rahasia lagi kalau konsep kerja dari rumah ini akan sulit diterapkan di indonesia. salah satu alasannya karena tentunya kita semua sudah tahu dan maklum, bahwa di indonesia orang yang sudah bekerja tetap pada suatu instansi atau perusahaan saja masing sering mencuri-curi atau mengorupsi jam kerja untuk melakukan pekerjaan lain yang sering disebut kerja sambilan atau kerja sampingan, apalagi kalau diperbolehkan bekerja dari rumah. "kalau ga cari sambilan begini mana cukup gaji sebulan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mbak", adalah alasan yang lazim terdengar.
jadi bayangkan saja kalau pelaku kerja pokok dan kerja sambilan tadi diperbolehkan untuk bekerja dari rumah. yang ada hanya makan gaji buta dan ia malah sibuk dengan kerja sambilannya yang mungkin tidak hanya satu kerja sambilan lagi, tapi malah bisa nyambi macam-macam karena tidak harus ngantor, hehehe. *su'udzon aja nih jadinya* - lho kan ini lagi membahas skenario terburuk ceritanya. pegawai-pegawai yang baik pastinya juga banyak lah, jangan khawatir :-)
tapi di inggris, eropa atau negara-negara lain yang semakin banyak menerapkan konsep work from home ini, pengontrol utamanya ada pada kewajiban membayar pajak ke negara. di inggris, tiap orang punya nomor wajib pajak yang berlaku seumur hidup (indonesia juga punya donk. tapi apa implementasinya sudah efektif? mungkin belum), hingga berapapun jumlah uang yang mengalir masuk dan keluar atas nama kita, semua dipantau oleh negara. cukup sulit atau hampir tak mungkin jadinya untuk melakukan pekerjaan sambilan, kecuali kalau bisa tidak tidur 24 jam setiap hari :-) *zombie donk*
selain itu, aliran dana yang kita peroleh dari kerja sambilan pun akan segera ketahuan oleh pengawas pajak. sistem nomor pajak tunggal inilah yang juga menjadikan orang sulit untuk melakukan korupsi. karena di sini hampir semua 'dimata-matai' oleh negara. berapa jumlah kekayaan kita, sampai ke sen-sennya, diketahui oleh negara. berapa kita punya utang, juga tidak bisa disembunyikan karena tiap orang punya catatan kredit sendiri-sendiri.
untuk orang yang hidupnya jujur, lurus-lurus saja dan tidak banyak neko-neko, sistem ini sangat enak dan membuat hidup kita nyaman, tenteram dan aman terlindungi. tapi bagi mereka-mereka yang culas, rakus, dan berjiwa mafia, tentunya ini adalah hambatan besar. tapi jika si culas ini hidup di negara yang pengawasan keuangan tiap individunya lemah semacam #uhuk indonesia, ya mereka merasa seperti di surga.
tak salah juga jika dunia menyebut indonesia adalah surga bagi para koruptor karena lemahnya pengawasan terhadap aliran kekayaan tiap individu seperti halnya di negara-negara maju. akibatnya korupsi dan suap-menyuap pun merajalela meski upaya penumpasan terus menerus dilakukan. tak heran pula jika mereka yang berstatus pegawai dengan gaji tertentu, rekeningnya ternyata gendut-gendut karena transferan dari kiri kanan, yang #katanya adalah hasil dari kerja sambilan yang dilakukan di luar jam kerja harian mereka (ga pernah tidur kali orang-orang macam ini ya).
namun sekarang dengan semakin canggihnya teknologi di mana transaksi digital bisa terlacak dengan mudah, para mafia ini pun beralih ke transaksi dengan uang tunai layaknya di film-film mafia. coba amati rata-rata mafia yang selalu bertransaksi dengan uang lembaran, tidak pernah ada transaksi melalui rekening. tujuannya memang supaya tidak terlacak pajak dan keberadaan transaksi tersebut sulit dibuktikan. ini yang rupanya kini tengah ditiru oleh mafia-mafia indonesia. jika dulu mereka bisa dengan leluasa transfer uang ke rekening si a si b si c sebagai upah kerja sambilan, meski statusnya adalah karyawan di perusahaan atau instansi tertentu, kini pembayaran sebisa mungkin dengan uang tunai. *yah jadi kemana-mana bahasnya*
kembali ke laptop!
jadi intinya, meskipun di inggris saat ini semakin banyak perusahaan yang memperbolehkan karyawannya untuk bekerja dari rumah, sangat sulit bagi karyawan tersebut untuk melakukan kerja sambilan yang lain. sehingga hampir tidak ada keinginan untuk berlaku curang, culas atau memanfaatkan ketidakhadirannya ke kantor untuk melakukan jenis pekerjaan lain demi mencari tambahan penghasilan, sehingga mereka bisa konsentrasi penuh hanya ke pekerjaan mereka saja.
yang menjadi hambatan bagi pelaku kerja dari rumah ini paling-paling adalah keberadaan anggota keluarga yang berpotensi mengganggu konsentrasi ketika sedang bekerja. suamiku sih selalu sendirian di rumah karena pagi-pagi aku selalu kabur duluan ke kantor. tapi mereka yang istrinya tinggal di rumah, atau punya anak kecil yang belum sekolah, kerja dari rumah dengan anggota keluarga yang berkeliaran bebas mungkin akan menjadi faktor pengganggu utama. bisa-bisa bukannya kerja malah ngobrol sama istri, atau malah jadi momong anak! :-p
teman suamiku yang kerja dari rumah dan istrinya tinggal di rumah, menyiasati ini dengan membuat kantor berupa rumah-rumahan di kebun belakang rumahnya. jadi dengan pindah lokasi dari dalam rumah ke kebun, ia lebih bisa konsentrasi menyelesaikan pekerjaannya.
meski tantangannya seabreg, kerja dari rumah tentu banyak keuntungannya. budget transportasi berkurang karena tidak harus ke kantor tiap hari, mengurangi jumlah kepadatan lalu lintas terutama di jam-jam sibuk pagi dan sore hari meski di sini macet-pas-jam-kerjanya ga bakal separah di jakarta #wekkkk, kantor atau perusahaan tidak perlu menyediakan ruang kerja bagi pelaku home-based job dan lain-lain. bagi aku pribadi, ada keuntungan lain karena suamiku seringnya kerja dari rumah. jadi ada yang menyiapkan makan malam duluan sebelum aku pulang, dan selalu ada yang jaga rumah! :-D
lalu kenapa aku tidak kerja dari rumah juga?
jawabnya adalah karena jenis pekerjaanku agak bersifat terikat dengan kantor. kusebut agak karena memang aku sebenarnya juga diijinkan untuk bekerja dari rumah jika memang perlu. karena posisiku di perusahaan, hampir 75% tugas-tugas kantorku lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman kerjaku yang lain. beberapa dokumen harus diakses dari jaringan kantor, dan masih banyak lagi tugas-tugasku yang mengharuskan aku untuk hadir di kantor tiap hari. sementara 25% lagi sebenarnya bisa saja dilakukan di rumah atau dari mana saja.
lain dengan kerjaanku yang dulu, aku berkantor di pabrik yang secara otomatis sangat tidak mungkin untuk tidak berada di tempat kerja karena aku dulu berurusan dengan produksi. kan ga lucu kalau di pabrik karyawannya bekerja dari rumah semua dan mesin-mesinnya bekerja sendiri. jadi serem, kayak pabrik hantu, hahaha. jadi jenis pekerjaan di dunia industri memang sepertinya mustahil untuk menerapkan konsep home-based job.
tapi meski di kantor sekarang aku diperbolehkan kerja dari rumah jika memang perlu seperti halnya bosku atau rekan kerjaku sering lakukan (terutama di hari senin atau jum'at - hmmm...jadi curiga), aku tidak pernah bekerja dari rumah. sudah lebih dari 3 tahun aku bekerja di kantor ini, baru sekali aku dengan sangat terpaksa harus menelpon bosku pagi-pagi dan mengabarkan kalau aku harus bekerja dari rumah hanya gara-gara kaki kiriku keseleo jatuh dari tangga, dan tidak bisa dipakai untuk menekan pedal gigi persneling, alias tidak bisa nyetir mobil ke kantor! coba kalau mobilku mobil matic, pasti aku tetap berangkat kerja.
seumur hidupku, aku memang pemegang rekor sebagai orang yang jarang atau hampir tidak pernah absen, baik semasa sekolah maupun kerja! baca tulisanku terdahulu: ambisius. selama aku masih sehat, aku akan tetap berangkat. alhamdulillah jadinya memang jarang diberi sakit :-)
tapi kenapa pas kaki keseleo tidak pamit sakit saja sekalian? kan keseleo itu termasuk sakit juga. itu bedanya aku dengan orang-orang yang sering pura-pura ijin sakit padahal sehat tapi memang sengaja tidak mau masuk kerja (meski tetap mau terima gajinya, shame on you!). meski kakiku keseleo, kan badanku sehat, otakku masih waras (ga mabuk obat maksudnya). ya ga masalah toh kerja dengan kaki keseleo. wong ngetik di laptop juga pakai tangan koq. seperti kubilang tadi, jika saja mobilku matic yang tak perlu kaki kiri untuk menekan pedal, aku pasti sudah meluncur ke kantor meski dengan kaki keseleo. dan hari itu adalah satu-satunya hari di mana aku kerja dari rumah dalam kurun waktu 3 tahun ini.
selain itu aku merasa, kalau aku kerja dari rumah, aku tidak akan bisa konsentrasi penuh, dan aku belum siap untuk mendisiplinkan diri sendiri dengan tetap konsentrasi pada pekerjaan, sementara tempat tidur, televisi, dapur, hanya berjarak beberapa jengkal saja. godaannya untuk tidak bekerja tapi malah berleha-leha terlalu besar menurutku *haha..dasar!*
tapi ke depannya, sebenarnya aku memang pengin mencari pekerjaan baru yang bisa berkantor di rumah kalau aku sudah punya anak nanti. kan bisa sambil momong. biasanya perusahaan tahu kalau jenis pekerjaan yang ditawarkan memang untuk diisi oleh ibu yang punya anak kecil di rumah, yang hanya ingin bekerja sambil momong anaknya, jadi bukannya mencuri-curi jam kerja. misalnya pekerjaan jadi konsultan six-sigma *cita-cita selanjutnya yang harus diraih nih*. asal kita juga siap jika diminta travelling ke kota lain menemui klien yang membutuhkan jasa konsultasi ini. jika tidak ada jadual menemui klien, ya di rumah saja jaga anak ;-)
tapi sementara ini, sampai cita-cita baruku tercapai, aku masih skeptikal mengenai konsep kerja dari rumah, terutama untuk diriku sendiri. dan lebih dari itu semua, alasan sesungguhnya mengapa aku memilih untuk tidak bekerja dari rumah, mungkin hanya karena aku memang belum terbiasa. aneh saja rasanya, punya kantor koq ga ngantor!
tapi ke depannya, sebenarnya aku memang pengin mencari pekerjaan baru yang bisa berkantor di rumah kalau aku sudah punya anak nanti. kan bisa sambil momong. biasanya perusahaan tahu kalau jenis pekerjaan yang ditawarkan memang untuk diisi oleh ibu yang punya anak kecil di rumah, yang hanya ingin bekerja sambil momong anaknya, jadi bukannya mencuri-curi jam kerja. misalnya pekerjaan jadi konsultan six-sigma *cita-cita selanjutnya yang harus diraih nih*. asal kita juga siap jika diminta travelling ke kota lain menemui klien yang membutuhkan jasa konsultasi ini. jika tidak ada jadual menemui klien, ya di rumah saja jaga anak ;-)
tapi sementara ini, sampai cita-cita baruku tercapai, aku masih skeptikal mengenai konsep kerja dari rumah, terutama untuk diriku sendiri. dan lebih dari itu semua, alasan sesungguhnya mengapa aku memilih untuk tidak bekerja dari rumah, mungkin hanya karena aku memang belum terbiasa. aneh saja rasanya, punya kantor koq ga ngantor!
.:kalau kamu suka artikel di atas, mungkin kamu suka ini juga:.
No comments:
Post a Comment