pengantar:
belakangan, aku sedang tidak banyak waktu untuk nulis/ngetik, jadi update-an blog kali ini adalah hasil kopian dari kultwitnya bang Poltak Hotradero di akun twitter @hotradero. silakan follow, twit-twitnya menarik, berbobot dan bisa membuat kita pintar :-)
ijin sharing sudah dikantongi, ini buktinya:
makasih :-) RT @hotradero: Tentu boleh. RT @nayarini: sgt mencerahkan. bang, kultwit-nya kalau dirangkum trus diblog-in boleh? spy pd ngerti :-) *mintaijin*
kalau ada pertanyaan seputar utang negara, ekonomi, dan lain-lain, hubungi beliau langsung ya, aku bukan ahlinya, cuma ahli ngopi - baik itu meng-kopi catatan orang, atau minum kopi :-) hehehe
selamat menikmati
------------------------------------------------------------------------------------------
Tentang defisit anggaran - dalam penjelasan sederhananya akan saya twitkan sebagai berikut ini.
Kita senang kalau naik gaji kan? Nah, untuk bisa naik gaji - maka perusahaan yg menggaji kita pendapatannya harus naik.
Dengan gaji yang naik pula, kita akan belanja lebih banyak. Berarti akan ada barang dagangan yg laku & perusahaan tumbuh.
Ini berarti naik gaji itu bagus bagi ekonomi. Sepakat? Tentu saja. Nah, apa yang terjadi kalau sebaliknya: gaji tetap?
Kalau gaji kita tetap, maka belanja kita juga akan tetap. Malah mungkin berkurang, karena lebih memilih untuk menabung.
Padahal, untuk setiap barang yang nggak jadi dibeli - berarti ada unit produksi yg hasilnya tidak optimum. Ini masalah.
Mengapa? Karena dengan tidak optimumnya unit produksi, maka kebutuhan tenaga kerjanya juga akan menurun. Akan ada PHK.
Padahal normalnya jumlah penduduk bertumbuh. Maka berhentinya tercipta lapangan kerja akan menimbulkan pengangguran baru.
Apa pengangguran belanjanya seperti orang yang bekerja? Tentu tidak. Maka efeknya: makin banyak barang yg nggak laku.
Ini berarti, makin banyak lagi pengangguran & PHK. Ekonomi akan mungkret. Semuanya hanya gara2 nggak naik gaji.
Jadi, naik gaji itu bagus bagi kemaslahatan ekonomi nasional... Silahkan disampaikan kepada boss masing-masing... :)
Masalahnya: jumlah uang itu tetap. Bagaimana gaji bisa naik - kalau jumlah uang yang akan dibagi-bagikan jumlahnya tetap?
Untuk itu, maka volume uang harus bertambah, supaya ada cukup uang bagi setiap pihak untuk mengalami kenaikan penghasilan.
Masalahnya: siapa yang bisa mencetak uang? Saya bisa sih, tapi kalau ketahuan akan masuk penjara. Jadi tentu bukan saya.
Satu2nya yang bisa mencetak uang secara legal hanya pemerintah. Biasanya dilakukan bankir-nya pemerintah: bank sentral.
Maka yang bisa bikin volume uang bertambah hanyalah pemerintah lewat belanja pemerintah. Uangnya beredar di masyarakat.
Karena volume uang yang bertambah itu pula, maka kita semua bisa naik gaji & ekonomi bertumbuh lancar & barang2 laku.
Belanja pemerintah yg lebih besar ("duit yg dicetak lebih banyak") akan dibandingkan dengan besaran penerimaan pemerintah.
Bila belanja pemerintah lebih besar daripada penerimaan pada tahun berjalan - maka itu berarti terjadi defisit belanja.
Kalau pemerintah belanja Rp. 1020 sementara pendapatan Rp. 1000 - maka yg Rp. 20 itu disebut defisit belanja pemerintah.
Dalam jumlah yg rasional - defisit tadi akan menggerakkan ekonomi - karena duit yg beredar akan bertambah (aka naik gaji)
Jadi, berbeda dengan kita semua: tekor/defisit-nya pemerintah (asal jumlahnya tepat) justru akan merangsang ekonomi.
Kalau kita tekor (belanja > pendapatan) ya pasti jatuh miskin & mungkin masuk penjara. Tapi pemerintah tidak demikian.
Kalau besar defisit belanja pemerintah bisa merangsang tumbuhnya ekonomi - apakah makin besar defisit akan makin bagus?
Tentu tidak! Tekornya belanja pemerintah ada batasnya. Kalau kegedean, maka duit beredar pun membengkak, efeknya jelek.
Kalau pertumbuhan jumlah uang melampaui pertumbuhan jumlah barang - maka dibutuhkan uang lebih banyak untuk beli barang.
Akibatnya: harga2 naik...! Itu yang disebut inflasi. Kalau volume duit naiknya nggak kira2 - maka jadi hyperinflasi.
Ingat Dollar Zimbabwe? Yang perlu satu karung hanya buat beli tomat? Nah itu efek volume duit yg dicetak naik nggak kira2.
Tentu pemerintah punya dorongan kuat mencetak duit. Untungnya gede! Duit Rp. 100 ribu bahan bakunya cuma kertas + tinta doang.
Tetapi jelas harus ada yg ngerem nafsu pemerintah mencetak duit. Siapa itu? Dulu sih parlemen. Sekarang Bank Sentral.
Untuk menyerap kelebihan duit beredar, maka harus ada insentif. Apa bentuknya? Suku bunga. Mending belanja atau nabung?
Dengan suku bunga tinggi - maka duit yg asalnya berkeliaran & bisa memicu inflasi/harga naik - akan ngumpul di bank sentral.
Pertumbuhan volume uang yang sepadan dengan pertumbuhan barang - membuat inflasi terkendali. Itu tugas bank sentral.
Apakah duit yg diterbitkan pemerintah berbentuk cash? Ternyata tidak. Pemerintah menerbitkan surat utang yg ada bunganya.
Surat utang ini yang jadi pegangan bank sentral menerbitkan uang yang kita gunakan sehari2. Duit yang umum beredar.
Tingkat bunga pemerintah akan berjalan seiring dengan tingkat bunga bank sentral dalam mengatur volume uang di masyarakat.
Efeknya? Kalau pemerintah defisitnya terlalu tinggi - akan membuat suku bunga naik! Itu cara bank sentral menyuruh pemerintah diet.
Jadi, bank sentral punya kemampuan membuat pemerintah tidak jor-joran mencetak defisit (baca: uang) yaitu lewat suku bunga.
Dan itu sebabnya: mengapa tidak ada negara yang nggak berutang. Karena justru utang itulah alat mengatur volume uang.
Itu alasan mengapa saya gatel dengar ada yg sembarangan ngomong soal penghapusan utang - ngendaliin volume uangnya mau pake apa?
Yang saya twitkan tadi - semata simplifikasi. Penyederhanaan prinsip2 dasar tentang defisit, uang, bank sentral & pemerintah.
Semoga cukup membantu membuka perspektif. Saya belum berani membahas yg lebih detail & dalam lagi - karena lebih rumit.
Bank sentral misalnya - selain ngurus duit pemerintah, juga ngurus perbankan nasional & volume kredit. Ini rumit banget.
Belum lagi kegiatan ekonomi eksternal: ekspor & impor, baik barang maupun jasa. Juga arus investasi keluar & masuk.
Bank Sentral juga harus ngurusin bank penerima duit masyarakat. Jangan kreditnya macet atau sampai dibawa kabur pemilik.
Belum lagi kalau masyarakat panik & menarik duitnya dari bank. Krisis kepercayaan. Iming2 bunga segede apapun bisa nggak mempan.
Utang pemerintah yg jadi ukuran volume uang juga harus diatur periode jatuh tempo & bunganya. Belum lagi utang luar negeri.
Arus modal juga perlu diatur, karena efeknya bisa seperti bunga - mendorong naik atau turunnya uang beredar. Ini bikin puyeng.
Kalau Dollar rame2 masuk Indonesia, Rupiah yang menguat bisa membuat inflasi turun. Tapi kalau rame2 keluar? Sebaliknya.
Padahal mata uang USD, JPY, EUR, GBP, dll. punya tingkat bunga berbeda-beda & bergerak terus. Puyengnya bergerak kuadrat...
Di negara seperti Jerman, Gubernur Bank Sentral posisinya bisa lebih kuat dari Kanselir. Mereka bebas kepentingan politik.
Pernah terjadi, Kanselir Jerman Barat memohon2 agar tingkat suku bunga diturunkan agar ekonomi tumbuh lebih cepat. Berhasilkah?
Gagal Total. Tingkat suku bunga malah dinaikkan Gubernur Bundesbank, karena Bank Sentral melihat ada ancaman inflasi.
Gubernur Bank Sentral harus bersifat antisipatif. Kalau telat bereaksi, maka suku bunga naiknya harus lebih tinggi.
Ibarat harusnya cuma naik 50 basis poin, kalau terlambat bereaksi akan terpaksa harus naikkan sampai 100 basis poin.
Dan kalau sudah naik 100 basis poin, ekonomi yang harus melambatnya cuma 1% bisa melambat lebih dalam, semisal 2%.
Padahal kalau ekonomi terlalu melambat, kredit perbankan bisa macet karena masyarakat kehilangan daya beli. Nah, repot kan?
Dan Bank Sentral bisa erat hubungannya dengan kekuasaan. Kalau dipimpin oleh kroni penguasa, maka ekonomi bisa cepat hancur...
Dulu, jaman Suharto - posisi gubernur bank sentral dibuat setara menteri. Bisa disuruh2 naik/turunkan suku bunga seenaknya.
Itu sebabnya ekonomi Indonesia era Orde Baru bertumbuh cepat, tapi inflasinya juga tinggi. Lalu saat melambat jadi kolaps.
Kelanjutannya? Kanselir-nya kalah di Pemilu & diganti. Gubernur Bundesbank-nya tetap menjabat. Ia diangkat parlemen.
Tentang World Bank pernah saya twitkan. Bisa dibaca di URL ini: http://t.co/YaelsAQU
Yang repot tentunya setelah Uni Eropa menyatukan mata uang & membentuk Euro. Gubernur ECBnya independen tapi pemerintahnya bebas ngutang.
Segitu dulu tweeps, tentang defisit & utang pemerintah, uang, inflasi & bank sentral.
wah pelajaran macro ekonomis dalam kul tweet.. keren banget nih.... cakep... dan detail banget...
ReplyDeleteiya mas... mudah2an bikin tambah pinter yg pada baca hehe... aku jg ikutan belajar
Delete