seringkali aku terjebak pada situasi di mana aku harus berpura-pura merasa jadi orang kaya. kenapa aku tiba-tiba nulis kalimat ngawur itu? lagi merenung saja sih, mencoba memahami dinamika hidup yang ternyata cukup aneh bin ajaib ini :-)
terkadang jika aku berkenalan dengan orang baru, entah orang asli inggris atau dengan orang indonesia yang belum pernah kukenal sebelumnya, pertanyaan pertama yang sering ditanyakan pasti, "aslinya mana?" kalau yang nanya orang inggris, jawabnya "from indonesia". kalau yang nanya orang indonesia, jawabnya, "asli jawa tengah".
pertanyaan basa-basi berikutnya biasanya adalah "kerja atau sekolah?" kujawab "dulu kuliah sekarang kerja". lalu pertanyaan umum lanjutan biasanya adalah "sudah lama donk tinggal di UK?" lalu aku jawab "sejak 2006". nah, kalau percakapan selanjutnya berjalan lancar dan jadi akrab, biasanya lalu orang-orang baru ini jadi agak-agak kepo dan mulai nanya-nanya hal-hal pribadi lainnya "sudah berkeluarga?", jawab "sudah". yang tingkat kekepoannya lumayan tinggi biasanya langsung nanya "suaminya orang mana?", jawab "british". lalu "anaknya berapa?" jawab "belum ada, lagi proses" hehehe....
tingkat kekepoan orang memang beda-beda. tergantung ketertarikan si penanya di bidang tertentu dan keingintahuan masing-masing. beberapa ada yang lebih tertarik untuk bertanya mengenai pekerjaan, beberapa mengenai sekolah dan perkuliahan, dan beberapa mengenai kehidupan pribadi atau rumah tangga seseorang. tentunya sih wajar-wajar saja di dalam lingkup pertemanan baru, pasti kita ingin tahu lebih mengenai beberapa fakta pribadi orang yang baru saja kita kenal, kan.
sayangnya, seringnya waktu perkenalan berlangsung sangat singkat karena banyak hal. contohnya ketika kita bertemu orang-orang baru di sebuah acara bakar-bakaran atau bahasa kerennya barbeque, atau acara kumpul-kumpul sesama warga indonesia, yang biasa cuma berkesempatan bercakap-cakap dalam waktu yang sempit saja, lalu berbaur lagi dengan teman yang lain, dst.
perkenalan singkat ini seringkali menimbulkan salah persepsi terhadap orang lain yang baru kita kenal, atau persepsi orang lain terhadap diri kita sendiri karena keterbatasan info yang kita peroleh atau yang diperoleh oleh lawan bicara kita. meski hal ini seringnya tidak akan berdampak apa-apa, tapi kadang-kadang situasinya jadi serba salah dan sulit untuk diluruskan. kalau sudah begitu, berpura-pura adalah salah satu solusi paling jitu, misalnya berpura-pura jadi orang kaya seperti yang akan aku ilustrasikan di bawah ini hehehe.
kejadian ini pernah aku alami beberapa waktu lalu, ketika kekepoan orang yang baru saja kukenal merembet ke pertanyaan-pertanyaan seperti, "dulu kuliah di mana?" jawab "lulusan manchester uni". lalu disambung dengan "ambil undergrad apa master?", jawab "ambil master". nah, tanpa pikir panjang, pasti kan orang yang nanya tadi berasumsi bahwa bisa kuliah master di manchester, pasti aku anak orang kaya donk yah. kecuali kalau lalu mereka lugas bertanya lagi "wah, kena berapa dulu tuition fee-nya". kalau ada yang nanya begitu, baru deh aku dengan jujur pasti jawab "aku dapet beasiswa koq, ga bakal mampu bayar sendiri. ortu-ku bukan orang tajir", hehehe.
tapi kalau kebetulan memang si penanya ga gitu kepo-kepo amat dan pertanyaan ga sampai ke arah sana, dan aku juga ga akan pengumuman ke semua orang lah, kalau aku bisa kuliah master karena beasiswa, pasti kan mereka mikirnya aku kuliah di manchester bayar sendiri seperti rata-rata kebanyakan mahasiswa indonesia di sini yang ambil undergrad atau master. kalau PhD sih emang rata-rata beasiswa yah, meski tetep ada satu dua yang pakai duit sendiri :-)
nah kalau sudah begini, jadinya teman baru yang tidak mendapat cukup info itu akan berasumsi kalau aku ini orang kaya, at least mereka akan beranggapan kalau orang tuaku kaya, hehe.
padahal sih cuma karena keterbatasan waktu bercakap-cakap untuk memperoleh info yang lebih detil dalam perkenalan singkat tadi, maka orang bisa salah asumsi dan salah persepsi. hal ini pernah terlihat nyata banget ketika aku berkenalan dengan orang tua salah seorang mahasiswa di sini yang kebetulan lagi datang berkunjung untuk nengok anaknya. karena si ibu bertanyanya cuma sebatas dulu kuliah di mana, lalu setelah itu lebih tertarik ke pertanyaan, sekarang di UK ngapain yang lalu aku jawab "kerja"; maka percakapan selanjutnya diwarnai dengan topik kerja, kantor, peluang cari kerja di UK dll.
sampai ketika si ibu nyerocos bilang gini, "wah, apa ga kangen mama kamu di indo kalau kamu netep dan merit sama orang sini? pasti dia sering bolak-balik nengok kamu donk ya. ibu aja baru ditinggal anak kuliah beberapa bulan udah kangen dan pengin bolak-balik UK-indo terus-terusan".
"errr... ga koq tante, ibu saya jarang ke sini, karena saya masih ada 5 saudara lagi di indo, jadi ibu ga gitu kangen banget kayak tante. ya maklum kan si z anak tante satu-satunya".
hihihi... ngawur banget kan jawabnya? biar percakapan ngalir aja sih aku jawab gitu waktu itu. lagipula jadi serba salah aku mau ngejawab gimana, karena persepsi si ibu tadi udah salah duluan mengira aku anak orang kaya. kan ya ga mungkin juga aku jawab, "ibu saya miskin tante, ga bisa bolak-balik UK-indo kayak tante", jadi panjang nanti ceritanya. lagipula aku yakin sih si ibu juga cuma basa-basi doank, abis itu juga si ibu ganti topik hehehe.
kondisi nyatanya sih, emakku di kampung ga pernah nengok aku, boro-boro sampai bolak-balik UK-indo terus-terusan, mana ada duitnya. ke sini sekali-kalinya pas aku merit dulu juga semua ongkos aku yang tanggung (sape lage). kalau kudu bolak-balik ya akunya yang kebobolan di dompet hihihi. lagipula aku sadar betul, kalau kita berada pada posisi di mana kemampuan finansial sangat terbatas, dengan mudahnya urusan hati, emosi, perasaan dan rasa kangen itu akan mudah dikompromikan, ya ga? kalau kangen tapi ga ada duit lha terus mau apa? ngerampok bank? sono gih! bagi yah kalau dapet, hehehe.
lain lagi ceritanya bagi mereka para ortu yang anaknya lagi di luar negeri dan secara finansial mereka sangat kuat, kangen sedikit ya langsung booking tiket, langsung terbang. sah-sah saja lah ya wong pake duit-duit mereka sendiri, dan tentunya juga karena they can do it so easily :-)
tapi emakku mah, kalau kangen paling bisanya cuma ngirim sms, bayar pulsa Rp 5,000 doank yah sekali kirim, hihihi. trus kalau sms-nya aku bales, udah seneng dia. trus paling kutelpon pakai skype sebulan sekali atau dua kali. udah gitu doank deh kangennya terobati dan puas setelah ngobrol ngalor-ngidul selama sejam yang aku cuma bayar £2-an ke skype. orang yang kondisinya terbatas tuh memang lebih cepat puas yah dibanding yang lebih berada :-D
gara-gara kejadian di atas, aku jadi kepikiran ini....
aku paling salut dengan pergaulan orang-orang indonesia di perantauan. kemampuan kami untuk melebur dalam satu wadah sesama perantau dari indonesia di negeri orang, dan bisa berteman dan bergaul dengan baik memang patut diacungi jempol. karena tanpa dasar kesamaan kewarganegaraan ini, sangat sulit sepertinya orang yang terlahir dari keluarga sederhana seperti aku bisa bergaul dengan orang-orang yang notabene status sosialnya sangat jauh banget di atas status sosial keluargaku di indonesia.
kenapa begitu?
coba bayangkan, kalau aku tak pernah tinggal di luar negeri, sepertinya mustahil aku akan mengenal teman-teman indonesia yang di tanah air berasal dari golongan kelas atas ini. lingkar pergaulanku di indonesia juga pasti cuma sebatas orang-orang setara status sosialku saja, atau teman-teman sekerja yang kurang lebih sama. sementara interaksi dengan mereka yang status sosialnya berada di golongan atas ini paling bisanya cuma berpapasan di jalan raya. itupun skenarionya misalnya ketika aku berpeluh ria di dalam angkot sementara mereka duduk nyaman di kursi empuk mobil pribadi mereka yang mewah. apakah ada kesempatan untuk kenalan? atau ngobrol? atau berteman? mustahil kan?
skenario lain misalnya, ketemu di mall-mall sebagai sesama pengunjung tapi aku hanya bisa melakukan window shopping sementara mereka akan shopping beneran. tak mungkin ada sapa, apalagi cengkerama, kan? bisa-bisa dituduh melanggar privasi kalau tiba-tiba ngajak ngobrol tanpa ba-bi-bu dulu, hehehe. meski kemungkinan berpapasan dan berada di tempat yang sama tetap ada, namun perkenalan takkan mungkin terjadi, apalagi pertemanan. alasan utamanya ya karena latar belakang dan status sosial kami yang memang terlalu jauh berjarak.
dengan merantau di negeri orang lah, jurang pemisah itu tiba-tiba terjembatani dengan sendirinya, hanya karena kami sama-sama wni. meski terkadang masih saja terjadi salah persepsi yang seringnya tak bisa dihindari, tapi perbedaan status sosial kami di indonesia rupanya tak lagi jadi penghalang untuk menjalin pertemanan ketika kami sama-sama berada di luar negeri :-)
.:kalau kamu suka artikel di atas, mungkin kamu suka ini juga:.
Duh Naya,
ReplyDeleteperspektif mu menarik juga yah...hihihi...
walopun rada tragis gitu ilustrasi nya...
kalo gak di LN, papasan ama mereka dikau di angkot dan mereka di mobil :(
tapi kan masih ada blog Nay...
gak mungkin aku bisa kenal ama dikau yang keren sampe dapet beasiswa nuklir ituh...eh..bener kan yah? kalo gak dari blog...hihihi...
hahaha tragis yah Bi... ya emang gitu sih ya kenyataan hidup, paitttt hahahahaa....
Deletenah, kalau soal blog aku setuju nih, lewat blog juga aku bisa kenal bibi tititeliti yang super keren dan cantiknya cetar membahana inih hueheheehee