lagi-lagi draft tulisan ini sudah cukup lama terbengkalai di blog nunggu dieksekusi, tapi ga jadi-jadi gara-gara aku memang lagi susah nulis belakangan ini #baca: males
sejak rame kasus soal suap daging sapi dulu itu, aku pengin posting opini mengenai anak harapan orang tua, cuma ga jadi-jadi. eh tiba-tiba pagi ini salah seorang status teman di fesbuk menggelitik tanganku untuk ngetik meneruskan tulisan ini karena ide pokoknya hampir mirip. setelah minta ijin untuk quote oleh si empunya status (meski dia juga kopas dari status temannya lagi), aku gabung deh jadi satu postingan. mudah-mudahan dua ide ini bisa nyambung dengan baik. dan kebetulan lagi rame-ramenya berita royal baby juga nih, jadi pas momennya :-)
mari kita simak...
ide awalnya sebenarnya adalah mengenai harapan-harapan orang tua ketika anaknya baru lahir, serta tanggapan orang-orang sekitar tentang hadirnya seorang anak di dunia ini. oke, daripada mbulet dan mulai muter-muter, kita langsung to-the-point saja ya....
waktu si ethan lahir, begitu banyak ucapan selamat yang kami terima, baik melalui kartu ucapan yang dikirim ke rumah (bersama kado/parcel..), melalui media massa...eh salah, media online maksudnya, seperti twitter dan fesbuk, juga melalui sms. dari begitu banyak ucapan selamat yang masuk, setelah aku pilah-pilah akhirnya aku menyimpulkan ada dua jenis kategori ucapan.
menariknya, dua kategori ini ternyata berdasar pada, dari mana ucapan tersebut berasal. kategori pertama adalah ucapan dari teman-teman yang berkewarganegaraan indonesia, dan kategori kedua adalah dari teman-teman non-indonesia (kebanyakan barat/bule). meskipun selalu saja ada perkecualian kasus di setiap proses pengkategorian seperti ini, namun rata-rata memang kesimpulannya demikian.
mohon pula dimengerti, posting ini aku tulis bukan untuk menghakimi, mengadili, menyalahkan atau menuduh siapa-siapa yah... jadi jangan ge-er, stay cool! santai saja bacanya. dan kalau kalian setuju dengan cara pandangku, silakan sebar luaskan pendapat ini. bagi kalian yang tidak setuju, ya ga usah ngapa-ngapain... gitu aja koq repot #kata gus dur
jadi begini.....
dari kedua kategori yang aku simpulkan tadi, kategori pertama adalah ketika ada seorang anak lahir ke dunia, orang indonesia tuh cenderung memberikan ucapan selamat panjang lebar, sampai ke doa-doa dan harapan-harapan supaya si anak bla-bla-bla nantinya, ya kan? aku juga begitu koq sama juga dengan kalian, kan memang sudah tradisi kita sebagai orang indonesia hehehe.
kategori kedua, lain halnya dengan kategori pertama di atas, ucapan selamat dari orang-orang non-indonesia umumnya isinya cukup singkat dan padat, selamat ya... udah gitu tok! ga pake embel-embel...ga pake didoa-doain, ga pake diikuti dengan kata-kata 'semoga nantinya bisa membanggakan dan berbakti kepada kedua orang tua, agama (jadi anak soleh/solehah) dan berbakti kepada negara atau nusa dan bangsa, amin' #standar banget ya hehe
jangan salah paham dulu, sama sekali ga ada yang salah dengan kedua kategori ucapan itu. baik yang pendek maupun yang panjang berembel-embel, semuanya pastilah diucapkan dengan tulus, dengan niat baik, dengan semangat pertemanan yang sejati, dan sama sekali tak ada yang buruk dalam hal ini. yang ingin aku bahas di sini adalah maksud dan makna dari ucapan pendek dan panjang tersebut, bukannya siapa atau dari kewarganegaraan mana orang yang memberikan ucapan, begitu.
sewaktu ethan lahir, dan setiap kali seorang teman mendoakan dengan ucapan serta doa/harapan 'khusus' ke dia, aku jadi berpikir, bagaimana kalau nanti dia tidak seperti itu? misalnya: semoga ia menjadi anak yang pintar, bagaimana kalau nanti ia tidak pintar? semoga ia jadi anak soleh, bagaimana kalau nanti ia tidak soleh? semoga ia menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa, bagaimana kalau nanti ia tidak berguna bagi negaranya?
berapa persen sih orang di dunia ini yang sempurna sesuai doa-doa ketika mereka dilahirkan? coba semua doa itu terkabul, takkan ada koruptor di indonesia, takkan ada pencuri, pemabuk, pembunuh, pembohong. takkan ada orang miskin, takkan ada orang bodoh, dan takkan ada orang berperilaku buruk lainnya karena harapan dan doa-doa baik yang dulu dialamatkan kepada mereka, semuanya terkabul. namanya juga doa dan harapan, pastilah cuma yang bagus-bagus saja yah :-)
tapi jalan hidup itu sangatlah rumit dan berliku hingga harapan dibanding kenyataan bisa jadi lain cerita...
kembali mengingat kasus suap sapi yang melibatkan satu nama sebut saja bapak AF. dari info di media, ia lahir dan besar dari keluarga yang taat beragama bahkan ayahnya adalah pemilik pesantren -cmiiw-. bapak AF ini sampai disekolahkan di mesir kalau ga salah inget, agar bisa kembali ke tanah air dan mengabdi di pesantren itu, yang (lagi-lagi) sesuai harapan orang tuanya. dengan latar belakang ini, siapa coba yang berani meragukan tingkat kesolehan si bapak ini? siapa pula yang meragukan kepintarannya? jelas-jelas ia seorang yang soleh dan pintar.
kalau kemudian keterlibatannya dengan (maaf) para perempuan, fakta bahwa beliau ternyata beristri banyak dan kasus keterlibatannya dalam pencucian uang dan kasus suap sapi, doa orang tua yang manakah yang tidak terkabul? doa-doa para dewasa manakah yang 'kurang' terucap sewaktu ia baru dilahirkan dulu? apakah lalu menjadi soleh dan pintar saja cukup sementara kurang dalam hal moral dan etika berwarganegara serta bermasyarakat yang baik dengan tidak merugikan aka mengambil hak orang lain dengan melakukan korupsi dan (maaf lagi) maen perempuan, bisa diterima? tentu tidak!
tapi kan memang tak ada manusia yang sempurna, kita pun mulai berdalih :-)
semua orang tahu, setiap doa mencerminkan harapan. setiap harapan adalah impian dan keinginan. dari siapa? dari kita para orang tua dan tentunya dari semua orang yang mendoakan, yaitu kita para dewasa. sementara si anak sendiri tentu tidak tahu menahu perihal doa-doa yang diserukan serta harapan-harapan yang telah 'dibebankan' kepadanya meski ia baru saja lahir ke dunia! #kesian deh....:-p
dan kalau nantinya harapan tersebut tidak terwujud, tidak menjadi kenyataan, tidak terlaksana, berbalik kekecewaan lah yang akan kita rasakan sebagai para dewasa, sebagai pendoa, dan lebih-lebih sebagai orang tuanya. sakit hati, marah, merasa gagal dan tidak berguna sebagai pendidik dan pembimbing sang anak, ujung-ujungnya stres dan tidak bahagia. lalu ucapan khas pun terdengar, 'dasar anak tak tahu diri, tak berbakti dan tak tahu balas budi'! #jeng jeng jeng
namun apakah memang harus seperti itu? adakah konsep lain yang bisa kita pelajari dan ambil maknanya untuk kita terapkan mulai sekarang agar apapun yang terjadi kelak nanti, kita sebagai para dewasa ini bisa berlapang dada, ikhlas, berjiwa besar dan bebas tanpa terbebani rasa bersalah jika anak-anak kita yang sudah kita besarkan dengan susah payah tidak menjadi seperti yang kita harapkan?
apakah lebih baik jika kita tidak berharap sama sekali seperti konsep masyarakat barat yang hanya memberikan ucapan singkat tanpa embel-embel itu?
perlukah konsep barat ini kita tiru? agar si anak tak ada beban harus menjadi begini begitu, agar ada kebebasan dengan proses kehadirannya di dunia, agar pintu-pintu kesempatan terbuka selebar-lebarnya untuk ia bertumbuh dan tidak dibatasi sekat-sekat harapan orang tua, agar ia bisa berkembang dan menjadi apa saja yang kelak ia inginkan sebagai seorang individu yang merdeka? agar seburuk-buruknya ia bermuara, sebagai orang tua kita sudah berbuat sebaik-baiknya usaha dalam membesarkan, mengasuh, membimbing, mengarahkan, mencintai dan mengayomi selagi ia masih muda, sebelum akhirnya kita lepaskan sesuai kehendak dan keinginan individual serta jiwa bebasnya?
hmm, entahlah...
--- o O o ---
Aku seorang ibu. Aku menyadari bahwa aku yg meminta kepada Allah agar aku punya anak. Lalu Allah menitipkan anak dirahimku, utk kemudian aku lahirkan, aku susui, aku beri makan, aku rawat, didik, besarkan, dst dst. Yup..semua itu adalah kemauan aku sbg ortu, jelas bukan permintaan anak.
Dia tak meminta aku lahirkan, tapi aku yg ingin melahirkannya, dia tak meminta aku besarkan, tapi aku yg ingin membesarkannya, dia tak meminta apapun, namun aku yg ingin melakukan segalanya. Lalu aku harus menyadari bahwa anakku adalah jiwa yg bebas, memiliki misi dan keinginannya sendiri, dan aku tidaklah berhak meminta balasan atas semua 'jasa' yg telah aku lakukan, karena semua itu adalah keinginanku, bukan permintaan anak.
Kelak aku harus mampu menghargai, merelakan segala keputusan anakku, ketika dia beranjak dewasa, tugasku adalah membimbingnya, namun dia berhak atas hidupnya..semoga aku bisa menjadi ortu yg tidak menuntut bakti, tidak menuntut balas budi, dan dpt menghargai jiwa bebas anakku. Aamiin. copas status Wynanda B S Wibowo.
Selamat Hari Anak Nasional... ;-)
--- o O o ---
status di atas sangat selaras dengan konsep masyarakat dunia barat, yang mulai aku sadari sejak aku tinggal dan bermukim di inggris. tadinya pemahamanku mengenai harapan dan doa-doa terhadap anak sebelum ini juga tidak beda dengan apa yang saat ini rata-rata masyarakat indonesia masih yakini. bahwa anak harus nurut orang tua, harus besar dan menjadi seperti apa yang orang tua harapkan dan inginkan, harus begini dan begitu, panjang deh daftarnya! dan jika kenyataan setelah itu tidak sesuai, kekecewaan dari pihak orang tua akan datang silih berganti. banyak sekali contoh nyatanya.
salah satu contoh, ketika sang anak ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, sudah sangat sering kita mendengar bahwa mereka harus masuk jurusan sesuai yang orang tuanya harapkan, bukan sesuai keinginan anak. jika anaknya asik-asik saja sih ga papa, tapi tak sedikit yang terpaksa belajar di jurusan yang orang tuanya inginkan padahal anaknya setengah hati menjalaninya. akibatnya prestasinya tidak optimal dan ia cenderung menjadi akademisi yang ogah-ogahan.
contoh lagi, ketika sang anak ingin berkarir di bidang yang ia minati, jika bidang ini tidak sesuai dengan apa yang diimpikan orang tuanya, kekecewaan lah yang dirasakan. ada anak yang akhirnya harus berkarir di bidang yang bisa membuat orang tuanya bangga, meski si anak tidak berminat berkarya di bidang itu. akibatnya si anak tidak bahagia. jika ia keras kepala dan tetap bekerja di bidang yang diminatinya meski orang tua tidak suka, akibatnya hubungan di antara keduanya tidak lagi harmonis.
contoh nyata yang lain, ketika si anak akhirnya jatuh cinta dan menyukai pendamping tetapi tidak sesuai harapan orang tua, lagi-lagi terjadi konflik kepentingan siapa yang harus didahulukan. tak jarang perpecahan dalam keluarga pun terjadi karena ketidakcocokan harapan ini. pihak yang keinginan, harapan dan doanya tidak jadi kenyataan akan merasa kecewa.
lain dengan konsep orang barat, yang sedikit banyak bermakna sama dengan status fesbuk di atas, yang berdasar pada kebebasan individu untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa campur tangan dan terbebani dengan doa-doa serta harapan-harapan para dewasa atau orang tua, memang masih belum bisa diterima oleh sebagian besar masyarakat indonesia. jujur saja, namanya orang tua, kita masih merasa berhak memiliki, berhak menentukan, berhak mengarahkan dan berhak berharap akan menjadi apa anak-anak kita kelak. betul apa benar?
tapi sebenarnya, apakah kita memang benar-benar berhak?
bukankah hak hidup dan hak kebebasan jiwa itu milik individu? bukankah seorang anak berhak untuk menjadi apa yang ia sendiri inginkan, dan bukan menjadi apa yang orang tuanya harapkan? jangan dulu berprasangka buruk, tidak setiap anak menginginkan hal yang jelek melulu. kadang dua hal yang baik pun bisa bertentangan, misalnya si orang tua ingin sang anak jadi dokter, tapi ia lebih tertarik untuk jadi arsitek. tidak salah kan? dua-duanya baik kan? tapi seringkali ketidakselarasan harapan bisa mengakibatkan perpecahan meski tak ada yang jelek salah satunya. apalagi kalau keinginan sang anak bertentangan dengan nilai norma umum, moral dan etika, tentunya sang orang tua akan naik pitam!
jadi sesoleh-solehnya pak AF, tapi karena beliau 'kurang' beretika dan bermoral, tentu orang tuanya juga kecewa ketika namanya tersebar di seantero media gara-gara keterlibatannya dalam kasus suap sapi yang berbuntut panjang itu. tentu saja ketika lahir dulu, tak ada satupun doa yang mengharapkan pak AF akan berperilaku seperti itu. namun dunia punya skenarionya sendiri, setiap individu punya jalan hidup sendiri-sendiri. dan sebagai orang tua, hendaklah kita bisa belajar ikhlas, berjiwa besar dan berlapang dada jika sang anak menjadi apa yang tidak sesuai harapan kita sewaktu ia kita lahirkan dulu.
karena terkadang dengan berharap, pada saat yang sama kita telah juga menanam bibit kekecewaan pada diri kita sendiri. tinggal menunggu waktu saja sampai kita memanen buah kekecewaan itu, suatu saat nanti. sebaliknya, tanpa menanam harapan, tak kan tertanam bibit kekecewaan.
karena memang hakikinya sebagai orang tua, sejatinya kitalah yang memulai dan menginginkan segala sesuatunya terjadi. kitalah yang menginginkan kehadiran anak kita ke dunia sementara sang anak tak pernah meminta (terlepas dari mereka yang percaya bahwa anak adalah juga titipan sang maha pencipta). dan setiap detik yang kita lewati sejak janin sang anak menempel di rahim sang ibu, sejak sang bayi lahir dan berada di buaian kita, sejak mereka mulai tumbuh, tertawa, merangkak, berjalan, berlari, bermain, bersekolah dan seterusnya, detik demi detik kebahagiaan itulah buah manis yang kita panen, setiap saat setiap hari.
detik-detik bersama mereka, tanpa peduli akan menjadi apa mereka kelak, adalah benih kebahagiaan yang nyata dan terus kita panen setiap saat. hingga suatu hari nanti, jika ia ingin lepas dari kita dan mandiri, saat itulah kita akan berlapang dada melepasnya pergi, tanpa berhenti mencintai, namun juga tanpa membebankan harapan-harapan. sang anak mempunyai jalan hidupnya sendiri, jiwanya bebas tanpa kita berhak menuntutnya untuk memenuhi harapan-harapan kita sebagai orang tuanya.
tak juga kita berhak menuntut balas jasa dan balas budi, karena sejatinya tak ada hutang yang perlu dibayar. anak-anak kita tak pernah sekalipun berhutang pada kita. semua yang kita berikan sudah terbayar lunas dengan kebahagiaan memiliki mereka, yang telah dan sudah kita petik setiap hari, setiap saat, dalam setiap detik kebersamaan. adalah anggapan yang keliru jika kita baru memetik kebahagiaan itu satu hari nanti ketika mereka menjadi persis seperti apa yang kita inginkan dan harapkan. lagipula itu mustahil terjadi.
dan itulah yang aku ingin garisbawahi.
para dewasa di dunia barat tak pernah memberi embel-embel doa dan harapan ketika seorang bayi lahir, sementara kita di dunia timur masih melakukannya. para dewasa di dunia barat memberikan kebebasan penuh kepada sang anak untuk menjadi apa saja yang mereka inginkan tanpa terbebani harus mengikuti keinginan orang tuanya sehingga kebebasan individu tak jarang telah menghasilkan manusia-manusia istimewa di bidangnya, tanpa kekurangan rasa cinta dan hormat kepada orang tua, menyayangi dan menghargai sesama serta mengabdi secara religi dan juga cinta tanah airnya.
dan yang paling penting, dengan memberikan si anak kebebasan penuh serta dengan kehadiran orang tua yang sanggup merasa ikhlas dalam membuka sekat-sekat harapan serta berhenti menentukan akan menjadi apa si anak kelak, bukan berarti sang anak akan berhenti mencintai, menghargai, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. justru sebaliknya.
dengan diberikannya kebebasan kepada si anak dengan berani melepasnya ke dunia luar, dengan memberinya kepercayaan penuh untuk mandiri dan menjadi dirinya sendiri dan bukan menjadi apa yang orang tuanya inginkan, ia akan semakin menghargai dan semakin menyayangi serta mencintai kedua orang tuanya. akan lebih sedikit konflik yang timbul di antara kedua belah pihak karena ketidakselarasan keinginan, dan akan lebih banyak kebahagiaan dalam kebersamaan sebagai sebuah keluarga.
itulah cara pandang yang aku ingin coba terapkan saat ini, ketika aku mulai belajar menjadi orang tua sejak 3 bulan yang lalu. apakah aku bisa? jujur aku tak tahu, kita lihat saja nanti 10 atau 20 tahun lagi. yang pasti saat ini aku bahagia dan tak mau berharap apa-apa. biarlah anakku tumbuh alami dan menyukai apa yang ia suka dan inginkan, bukan apa yang aku, sebagai orang tuanya, suka dan inginkan darinya.
sebagai seorang bayi yang baru berumur 3 bulan, dengan segala cinta, kasih sayang serta materi dan perlindungan yang kami berusaha selalu berikan sebaik mungkin, ia sudah membayarnya dengan memberi kami begitu banyak kebahagiaan. bagi kami berdua itu sudah cukup tanpa kami berhak meminta lebih. dengan demikian ia takkan pernah berhutang apa-apa hingga kami takkan pernah berhak menagih!
demikian :-)
.:kalau kamu suka artikel di atas, mungkin kamu suka ini juga:.
saya rasa sih, mbak, orang tua yang berharap agar anaknya nanti ketika besar jadi begini dan begitu, itu ada dimana-mana, baik di negara barat, timur, selatan, atau utara. maksud sy ya baik di inggris ataupun di indonesia. menurut aku sih itu udah sifat natural dari orang tua. Parenting style pun ada bermacam2 versi, tiap versi mengklaim dirinya yg paling bagus. bahkan setiap dekade, selalu muncul versi2 baru parenting berdasarkan penelitian ini dan itu. dulu cara ini dibilang bagus, eh skrg dibilang cara tersebut tidak bagus. Parenting style kebanyakan orang barat, ada bagusnya dan juga ada yang tidak bagus (menurut saya). parenting style kebanyakan orang timur/indonesia juga sama, ada yg bagus dan ada yang tidak bagus (menurut saya juga). Karena saya beragama islam, selalunya tips parenting yg sy dapat, selalu saya kaitkan dg parenting style menurut islam. orang lain ya mgkn lain lagi caranya. waduh, maaf mbak, komennya kepanjangan. untuk mbak, welcome to the parenting world, yang selalu penuh dengan kejutan yang tak terduga.....
ReplyDeletebu marini, iya tumben rajin ngetik nih komennya panjang-panjang hehehe... memang parenting itu challenging ya bu, banyak seninya dan banyak lika-likunya. beda jaman beda pandangan, makanya biar sudah diniatin parenting gaya ini, bisa jadi pas harus ambil keputusan tiba-tiba nanti ganti gaya... ujung-ujungnya sih sebagai orang tua ya tetap saja ga sreg yah kalau anaknya beda jalur nantinya... kita lihat saja nanti yah bu, masih lamaaaaa....hehe
DeleteRin, menurut gue (secara pribadi) sebenarnya prinsip memberikan kebebasan kepada anak hrs sesuai porsinya. Pertimbangannya adalah usia, pengetahuan, pengalaman dan tingkat kematangan mrk. Misalnya di benua ini, selama anak kita blm memasuki 17 atau 18 th, kita masih hrs bertanggung jwb utk setiap perbuatan mrk, klo mrk bermasalah ortu yg diminta tanggung jawab. Itu berarti s.d usia tsb kita masih hrs memberikan batas kebebasan dan yg terpenting kontrol atas penggunaan kebebasan tsb. Artinya s.d usia 17 atau 18 th, bagaimana seorang anak jadinya masih tergantung ortunya. Setelah melewati usia tsb, barulah setiap perbuatannya merupakan tanggung jawab anak kita tsb. Bagian kita sebagai ortu hanya memberi akar (dlm arti s.d usia 17 atau 18 th), setelah itu kita hrs kasih mrk sayap utk terbang kemana mrk mau. Nah klo AF sekarang bermasalah, itu bukan salah ortunya ...tapi AF nya sendiri. Ortunya sdh kasih yg terbaik utk dia. Kecuali klo AF melakukan perbuatannya ketika dia berusia 15 th, baru deh kita bisa dg jelas2 menyalahkan ortunya. Menurut gue dimana-mana (tanpa batas agama,negara, dll) mendidik, menolong, mengarahkan, mendampingi dan mengontrol kegiatan dan penggunaan kebebasan anak (dlm text ini) s.d usia 17 atau 18 th adalah tanggung jawab orang tua. Mindo
ReplyDeletesetuju Min, makanya aku tulis nanti setelah 20 tahun lagi bisa ga kita kasih anak kita sayap supaya mereka bebas pergi kemana mereka mau? jangan2 kita kasih sayap tapi masih diiket pake tali rafia haha
DeleteNyambung lagi, Bu. Secara spesifik, menurut gue ortu AF adlh korban budaya berpikir masyarakat Indonesia tercinta. Masalahnya masyarakat di Indonesia punya pola pikir yg cenderung memandang bibit, bobot dan bebet. Siapa ortunya, gmn masa lalunya jadi dasar penilaian kenapa mrk setelah dewasa jd begini dan begitu. Jadi klo seseorang berprestasi atau bermasalah selalu (kembali) dihubung2kan ke ortunya atau masa lalunya.
ReplyDeleteTAPI ITU JUGA TERJADI DIMANA-MANA, KAN?! Wkt Obama terpilih jd presiden...di media banyak ditulis ttg masa2 kecil, muda, keluarga, dll. Yg baru2 ini pemain Glee meninggal, jg muncul tulisan ttg masa2 sekolahnya, ortunya.
Dalam hal balas budi thd ortu, gue sepakat dg elo. Anak2 gue ga punya utang apa2 kepada gue, kaena suatu saat mrkpun akan membesarkan dan mendidik anak2 mrk. Mrk punya tanggung jawab utk mrk sendiri dan anak2 mrk di kemudian hari. Masalah mrk mau ngurus kita atau ga di kemudian hari bukanlah kewajiban mrk. Walaupun begitu gue akan tetap bantu ortu gue sebaik mungkin, Bu. Soale manula di Indonesia (spt ortu gue) tdk mendapatkan fasilitas spt manula disini. Loe tau lah maksud gue ;-)
jadi pertanyaan gw ke elu nih Min... koq lu masih bangun sih jam segini Nek?!!! hahaha... yah begitulah ada positif negatifnya semua budaya di mana-mana mah yah... kalo gue sih ambil yg enaknya aja :-) *tahu banget lah maksud elo, kan kita satu aliran* hihi
Deletekalo aku sih tetep prefer mendoakan beserta rincian di belakangnya, (yang kata mbak) khas orang Indonesia :)
ReplyDeletemasalah terkabul/ gak, urusan Tuhan, dan juga doa itu selaras nggak sama doa orangtua si anak sendiri. Kalopun yang didoakan orang2 tidak sesuai kenyataan di kemudian hari, asal masih pada koridor kebaikan, ya oke-oke saja. Kalopun anak itu ternyata jadi "jahat", ya kita doakan (lagi) biar segera tobat :D :D
alloooo... wah lama ya kita ga saling berkunjung dan bewe, hehe... pa kabar dik Pety? hihi... yah sebagai orang indo yg tinggal di indo memang lebih baiknya begitu dik Pety, lebih aman. daripada beda sendiri pasti kena hujat masyarakat hehe :-)... indonesia gitu lhoooo... jd kepikiran gini deh, kalau seluruh penduduknya yg 240 juta itu berdoa bareng2 semoga para koruptor tobat (trutama para ortu yg anaknya korupsi hihi), harusnya manjur donk yah... trus negara kita bebas KKN deh, trus kesejahteraan rakyat membaik deh... tp kenapa korupsi msh ada aja yah :-D
Delete