Wednesday, 18 December 2024

baju bekas

waktu itu tahun 2015...

entah awalnya gimana aku juga ngga gitu inget, tiba-tiba aku nemu laman toko daring di internet semacam ebay tapi isinya jualan barang-barang fashion branded seken. toko daring ini namanya vestiaire collective dan pusatnya ada di paris, perancis. tapi cabangnya ada di beberapa tempat lain dan mencapai seluruh dunia. 

pusat yang di paris ngurusi seluruh eropa termasuk inggris pada waktu itu sebelum brexit (sesudah brexit mereka buka cabang di london), wilayah asia diurusi dari cabang di hongkong, wilayah amerika utara, kanada dan selatan diurus dari cabang di new york kalau ngga salah, dan afrika serta timur tengah diurus dari dubai.

konsep jualannya juga umum selayaknya marketplace gitu sih, seperti halnya ebay atau alibaba atau amazon. jenis barangnya aja yang beda, meski ebay dan amazon pun sekarang sudah merambah juga ke barang branded! konsepnya siapa saja bisa jualan. untuk vestiaire, barangnya kalau akhirnya laku dikirim dulu ke kantor pusat atau kantor-kantor cabang yang kusebutkan di atas tadi untuk otentikasi, lalu dikirim ke alamat pembeli. 

di indonesia ada juga marketplace semacam ini, yang paling besar setahuku adalah hunt street.

gurun atacama chile yang jadi tpa baju fast fashion

tahun 2015 itu, semua barang seputar fashionku seperti baju, tas, sepatu, ikat pinggang dan lain-lain, semuanya standar biasa. engga merk, yang penting nyaman dan muat di badan. aku memang engga pernah begitu memberi perhatian khusus ke urusan merk meski aku suka fashion, bisa jahit baju, dan selalu memperhatikan penampilan karena memang aku selalu kerja kantoran atau pabrikan tapi bagian kantornya, ngga pernah jadi operator produksi maksudnya. 

karena itulah, penampilan kerja work clothes fashion ini bagiku cukup penting.

meski di pabrikpun waktu masih jaman di bekasi dulu kudu wajib pake seragam pabrik, aku tetep selalu memadu-padankan sepatu dan tas yang kubawa ke kantor atau ke pabrik supaya warnanya pas, dan matching gitu. melek fashion mungkin istilahnya ya #halah 😁

aku engga mau kalau keluar rumah cuma dandan seadanya atau ngga dandan sama sekali. dandan bagiku malah bukan urusan make-up di muka, tapi lebih ke penampilan secara keseluruhan. justru  kalau urusan muka, bedak, dan make-up aku malah angkat tangan deh, nyerah engga mau terlalu pusing. karena aku memang ngga bisa make-up-an πŸ˜…

urusan make-up aku lebih suka yang tipis-tipis natural saja. yang penting kulit muka terlindungi dengan pelembap, pakai bedak foundation atau tabur yang sewarna dengan kulit muka, rapikan alis dan lipstikan. udah itu aja, simpel. nah, kalau urusan rambut, baju, sepatu dan lain-lainnya aku malah lebih perhatian.

mungkin karena itu, koleksi lemari bajuku semakin lama semakin bertambah, apalagi sejak pindah ke rumah yang sekarang ini karena lemari pakaiannya yang sudah sepaket dibangun dengan bangunan rumahnya, yang mana di tiap kamar ada lemari berpintu-pintu, jadi memang banyak ruangan dan muat banyak sekali untuk penyimpanan. 

di kamar tidur utama atau master bedroom lemarinya ukurannya 8 pintu. saat ini, separo yang 4 pintu buat bajuku, dan yang separonya lagi buat baju suami. di kamar tidur tamu utama ada lemari 4 pintu, saat ini isinya semuanya baju-baju musim dinginku doank, jaket dan mantel. engga ada baju suami di sini, kumonopoli sendiri 😁. di kamar tidur tamu kedua ada 4 pintu juga, saat ini kupakai untuk gudang penyimpanan barang-barang bayi dan barang musiman seperti tenda musim panas, kursi lipat buat piknik, dll. di kamar anakku ada lemari 3 pintu yang tentu saja dipakai buat semua baju-baju dia. dan di kamar paling kecil yang dipakai suamiku buat kantor home-office dia ada juga lemari 2 pintu isinya perlengkapan kantor, folder dokumen, alat elektronik dll. 

dan karena tingginya menjulang sampai ke langit-langit karena memang dibangunnya setinggi bangunan kamar atau rumah, bagian atas lemaripun bisa dipakai untuk naruh segala tetek bengek pernak pernik rumah tangga.

kami beruntung rumah yang sekarang tempat penyimpanannya seabrek-abrek. jadi barang-barang di rumahku semuanya masuk ke lemari ngga kelihatan mata, kayaknya rumah selalu terlihat rapi. padahal nyampah barangnya buanyakkkk πŸ˜‚ 

nama lemari jenis ini disebutnya di sini integrated fitted wardrobes. yaitu lemari pakaian atau tempat penyimpanan di rumah yang dibangun langsung nempel ke tembok kamar dan menjadi bagian dari rumah tersebut, alias ngga bisa dipindah-pindah. makanya koleksi bajuku lumayan banyak selain karena tinggal di negara 4 musim yang model dan ketebalan bahan baju-bajunya kudu ada 4 macam, juga karena rumahnya banyak lemarinya πŸ˜…

dasarnya aku juga seneng fashion, dimanjakan pula dengan ruang penyimpanan yang luas, surga deh. koleksi pakaianku pun mulai menggunung. nah, di tahun 2015 itulah momen di mana aku merasa tertampar dan sadar lalu melakukan terobosan belok arah mengenai pandangan dan opini pribadiku mengenai fashion secara khusus dan mengenai kelestarian lingkungan secara umum.

***

maksudnya gini.

meski dulu aku merasa koleksi baju dan fashionku lumayan banyak, tapi rata-rata baju-baju itu kubeli dari toko-toko fashion yang terjangkau harganya di inggris sini, yang biasa disebut high street shop. ada juga sih separo koleksi yang kubeli seken jaman masih mahasiswa dulu, dari toko amal atau charity shop. maklum namanya anak kuliahan, selalu yang dicari adalah yang termurah, bekas juga ngga papa! πŸ˜‚

trus dulu juga senengnya mampir ke toko murmer yang namanya primark. di sini segala aya pokoknya dan murah-murah banget dari segi harga, meski kualitasnya ya gitu deh. dicuci 2-3 kali udah ngga lurus lagi jahitannya, atau kainnya mudah sobek, atau menciut. namanya juga barang murah atau fast fashion.

pakaian-pakaian murah begini memang diproduksi dari material yang murah juga dan memang didesain untuk cepat rusak. kenapa? ya supaya beli lagi. gitu terus menerus karena memang bahan murah engga ada yang tahan lama.

baju-baju lamaku yang termasuk kategori fast fashion inipun begitu. 

secara berkala, waktu itu aku selalu kurangi jumlah koleksi lemariku karena memang beberapa baju warnanya cepat pudar, atau jahitannya ngga lurus lagi atau masalah lain. jarang lah yang awet. jadi kalau di sekolah anakku waktu itu minta para ortu untuk donasi pakaian bekas, aku selalu sisihkan sebagian untuk donasi. karena isi lemari berkurang, maka aku beli lagi deh. muter aja gitu terus sampai 2015 pas aku ngga sengaja nonton dokumenter di tv soal fast fashion.

di situ aku sadar bahwa tindakanku dalam berpakaian ini secara langsung atau ngga langsung ternyata ikut berkontribusi ke pengrusakan lingkungan. baju-baju murah meriah warna warni yang rata-rata cuma 2 sampai 5 kali pakai trus aku donasikan itu engga semuanya tersalurkan ke yang membutuhkan. lagipula siapa sih yang mau pakai baju bekas di inggris sini? semiskin-miskinnya orang inggris mereka masih mampu kok beli baju baru yang murmer itu, karena mereka kan terima uang subsidi bulanan dari negara.

walhasil, sebagian besar donasi pakaian bekas yang dijual kiloan itu berakhir di negara-negara berkembang di afrika sana atau amerika latin, bahkan ada juga yang dibuang ke indonesia dan malaysia, sebagai tempat pembuangan pakaian-pakaian bekas yang dibeli dengan harga murah meriah tadi.

gunung pembuangan baju bekas di afrika

perputaran industri garmen dunia memang ternyata harus seperti itu, supaya produksi pakaian-pakaian ini tetap muter di negara-negara yang roda ekonominya bergantung pada industri garmen yang membuat pakaian-pakaian fast fashion ini.

ditambah perilaku konsumen di negara-negara maju yang makin tak terkontrol dengan kebiasaan baru beberapa dekade terakhir ini, di mana tingkat konsumsi baju yang cuma dipakai sekali dua kali lalu dibuang itu, klop deh perputaran industri garmen murah meriah semakin berkembang pesat sekali.

karena permintaan tinggi, urusan sumber daya manusianya pun mulai mempekerjakan anak-anak usia sekolah yang ngga bisa sekolah karena faktor kemiskinan, dipaksa untuk bekerja di industri ini dengan gaji yang sangat rendah. bahan baku murah, sdm murah, bajunya pun bisa dijual murah meski engga bisa awet. sekali pakai dibuang lalu beli lagi.

sialnya, fast fashion yang diproduksi negara berkembang, lalu dijual ke negara maju, sampahnya harus kembali lagi ke negara berkembang! 

***

setelah nonton film dokumenter ini, akupun periksa semua isi lemariku yang hampir semuanya isinya baju murmer. aku tertohok dan merasa tertampar. aku harus berubah dan berbuat sesuatu. 

sejak saat itulah aku lalu mulai mencari solusi. pelan-pelan aku mulai belajar, apa itu slow fashion dan apa itu barang high quality brand. tapi aku juga sadar, barang berkualitas tinggi memang mahal. dan waktu itu aku mikirnya, kenapa kudu semahal itu kalau tampilannya juga kelihatan sama saja. dan yang paling penting, darimana duitnya buat bisa menjangkau barang-barang mahal yang berkualitas tinggi dan bisa awet dipakai?

perjalanan apapun semuanya dimulai dari bawah.

akupun begitu. perjalananku mengenal dunia barang branded juga dimulai dari nol. dari kesadaran bahwa ternyata, meskipun harganya mahal, tapi barang branded itu itung-itungan nilai per pakainya justru ternyata jauh lebih murah dibandingkan dengan barang murah yang ngga bermerk.

contoh:
baju murah di primark buat ngantor semacam jas gitu mungkin harganya £35, misal ya. baju serupa tapi tak sama misalnya brand louis vuitton harganya bisa jadi £350 seken atau £1000 kalau baru. jauh kan bedanya? tapi, jas murah £35 itu dua kali pakai udah didonasikan, lalu diekspor dibuang ke afrika. jadi nilai sekali pakainya cuma £17.50! mari kita itung yang jas mahal. 

barang merk itu pas barunya rata-rata harganya ngga kejangkau orang awam, jadi lupakan kategori itu ya. barang merk pasarnya memang cuma ditujukan buat kalangan yang napas aja rekening di banknya ngalir terus duitnya, alias buat 1% lapisan atas orang-orang terkaya di dunia. biarkan mereka mengalirkan kekayaannya dengan membeli barang-barang branded langsung dari tokonya. biasanya mereka itu pengusaha, ceo perusahaan besar, selebriti, atau pebisnis sukses.

aku pribadi jauh dari daya beli tinggi seperti itu. 

tapi, orang-orang kaya ini juga butuh mengalirkan barang-barang mereka yang masih bagus, layak pakai dan kualitasnya sangat tinggi ini, untuk dijual seken. nah, di sinilah waktu tahun 2015 itu aku mulai ngeh, ternyata bisa lho, meski kita bukan konglomerat, tapi kalau niat engga mau ikutan kontribusi merusak lingkungan, kita bisa mengganti kebiasaan konsumsi fashion kita untuk memakai barang-barang branded seken yang nilai per pakainya ternyata jauh lebih murah dibanding pakaian yang murah meriah.

untuk contoh jas lv di atas ya, taruhlah sejak dibeli pertama kali, yang punya si orang kaya ini sudah makai jasnya 5 kali. lalu jas itu dijual. misalnya lagi, pembeli kedua dengan kondisi seken harganya £750 (masih mahal karena baru berpindah tangan dari pemilik pertama) makai jas ini juga 5 kali lah. lalu dijual ke pembeli ketiga seharga £500 dan dipakai 5 kali juga. pembeli keempat jual harga £350 dan makai 5 kali juga. misalnya pembeli keempat ini aku ya.

secara itungan, jas ini sudah dipakai sebanyak 20 kali, dan nilai jual barangnya masih di £350. kalau dikalkulator nilai per pakai juga £17.50 sama kayak jas yang murah di atas. 

sampah baju bekas murmer

tapiiiii...

ini bedanya beli barang murmer dan barang branded. setelah dipakai dua kali jas yang murah engga laku dijual, rugi kan! duit £35 melayang ngga kembali lagi 😁 kalaupun laku paling dibeli harga £2 atau £5 maksimal! jadi paling mungkin sih jas murmernya didonasikan dengan harga jual £0 alias engga bernilai. 

sementara yang branded misalnya makai 5 kali lalu bosen, lalu kujual lagi deh. misalnya malah laku £400! banyak sekali lho barang branded yang harga jualnya lebih tinggi dari harga beli. ngga percaya? ubek-ubek aja website-website branded. asal kita jeli dan bisa nyari barang mana yang dijual di bawah harga pasar, bisa kita jual lagi dan kita justru malah untung! kalau contoh yang jas ini, sudah untung gratis makai 5 kali, masih dapet selisih penjualan dengan pembelian sebanyak £50! 

sejak aku paham perputaran barang branded seken di pasaran inilah, kukosongkan lemariku dari barang-barang yang murmer dan tak bernilai, kuganti dengan muterin barang-barang fashion branded yang meski harga belinya memang jauh di atas barang fast fashion, tapi nilainya engga bakalan turun bahkan beberapa malah bisa naik!

pelan tapi pasti, koleksiku mulai nambah. istilahku, inilah investasiku. duit hasil kerja kerasku kuparkir di lemari dalam bentuk barang bernilai yang bisa kujual sewaktu-waktu dan harganya engga akan berubah bahkan aku bisa untung. untung makai dan untung duit 😁

kalau orang lain pilih investasi nimbun emas batangan, aku mending investasi fashion aja. kenapa? karena emas ngga bisa dipake πŸ˜…

sejak 2015 itu, selain daleman dan beberapa kaos oblong polos hitam dan putih untuk rangkapan kalau musim dingin, praktis semua baju, tas, sepatu dan aksesorisku adalah barang bekas. sejak tahun 2015 sampe sekarang sudah 9 tahun lebih, blas sama sekali aku engga mau lagi beli baju baru!

kutinggalkan kebiasaan lamaku dulu dalam mengkonsumsi fast fashion. jangan heran kalau baju-bajuku sekarang ini rata-rata hampir semuanya meski bekas tapi bermerk high fashion. bahannya kuat, awet bisa tahan lama bahkan butik-butik ternama ini baju-bajunya bisa sampe 100 tahun umurnya, masih bisa dipakai, dan masih mahal harganya! sebut saja merk high fashion semacam chanel, dior, hermes, burberry, louis vuitton, balenciaga, valentino dan masih banyak lagi. 

bukan karena aku konglomerat pake baju-baju high fashion ya, tapi justru yang utama adalah karena aku ngga mau rugi kalau makai fast fashion karena sekennya ngga laku dijualπŸ˜‚. yang kedua karena aku ngga mau ikutan nambah-nambahin tumpukan baju bekas yang menggunung di afrika sana dan mencemari satu-satunya planet yang kita huni ini.

silakan kalau mau ikutan 😍

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...