Friday, 14 February 2025

barang rongsokan

ada sebuah kelainan atau penyakit psikologis yang dinamakan hoarding disorder!

itu bahasa inggrisnya. karena aku wong njowo, kalau dalam bahasa jawa itu disebutnya nyusoh. alias orang yang hobi nimbun barang bekas meski engga ada manfaatnya. disebut kelainan, karena orang-orang seperti ini akan merasa sulit untuk membuang barang apapun meski engga butuh dan engga pernah dipakai. ditumpuk aja gitu sampe menggunung dan bisa selama bertahun-tahun.

aku tahu banget rasanya hidup di lingkungan seperti ini. meski levelnya bukan yang akut parah, tapi bokapku dulu seneng banget ngumpulin barang. ngga cuma barang bekas yang dibeli sendiri, tapi juga barang bekas yang sudah dibuang ke tempat sampah oleh para tetanggaku, sama bokap dipungutin, dibawa pulang, dibersihin dan dikoleksi 😁

barang apa aja, semuanya dikumpulin. kayak seneng aja gitu, ada kepuasan tersendiri.

padahal rumah kalau bersih rapi gini kan enak ya

kami sekeluarga dulu tinggal di rumah dengan 3 kamar tidur, 6 bersaudara jadi total ada 8 orang yang hidup bareng. ditambah dengan koleksi barang-barang bekas punya bokap, bayangin sumpeknya ya. meski bokap tahu diri sih waktu itu barang koleksinya kalau ngga ditaruh di belakang rumah ya masuk ke kamar bokap sendiri. jadi minimal ruang tamu, ruang keluarga buat nonton tipi dan kamar kami anak-anaknya masih bisa dibilang terbebas dari tumpukan barang bekasnya bokap.

kelainan ini untungnya engga nurun, hehe.

kami anak-anaknya dan juga nyokap itu senengnya punya rumah yang bersih. jadi secara berkala dan giliran, kami punya tugas bersih-bersih dan ngepel lantai. karena cuma bokap yang antik di rumah, jadi biasanya memang kamar bokap jarang kami sentuh. semau-maunya ajalah, biar hepi. 

pernah nih ya sekali doank, aku inget banget. nyokap udah sepet dan empet sama barang-barang tumpukan di kamar bokap, karena ini pula nyokap tuh sampe pindah kamar tidurnya tidur bareng sama kami anak-anaknya jadi bokap selalu tidur sendiri hehe. nah, satu hari kami beberes deh, pas bokap lagi ngga di rumah entah kemana lupa. eh, belum selesai beberesnya bokap udah pulang donk. 

perlu anda semua ketahui ya, bokapku itu orang paling kalem sedunia dan se-alam semesta. ngga pernah marah, ngga pernah teriak, ngga pernah emosi. udah kayak biksu kalemnya! makanya anaknya kek aku gini 😜

eh, pas tahu kalau barang-barang koleksinya yang menggunung itu diberesin dan yang rusak-rusak dimakanin rayap kami buang-buangin, untuk pertama kalinya dan terakhir kalinya seumur-umur, bokap bisa marah juga lho πŸ˜‚ tapi marahnya lucu. barang yang udah dibuangin sama bokap diambilin lagi. trus kita buang lagi, diambil lagi. gitu terus. akhirnya kami nyerah, udahan beres-beresnya. abis itu semua diangkut lagi sama bokap ke kamar. yang kebuang dan doi ngga tahu ya udah ngga kelihatan sih. 

dari situ kami maklum, ya udahlah biarin aja ngga usah digangguin lagi tumpukannya.

sampai akhirnya bokap meninggal tahun 2002, baru deh semuanya diberesin dan sekarang rumah udah lebih rapi bebas dari tumpukan barang rongsokan.

***

hidup dengan pengidap kelainan hoarding disorder, justru membuatku jadi mudah pusing kalau lihat rumah berantakan. aku selalu pengin rumahku rapi, dan bersih dari tumpukan barang yang engga kepakai. kalau yang masih dipake ulang supaya ramah lingkungan sih aku ada tempat khusus di lemari recycle-ku. tapi kecenderungan numpuk barang ini kok kayaknya malah ada di suamiku ya πŸ˜‚

engga sampe persis sama kayak bokapku dulu sih, tapi dia itu masih punya lho barang-barang lama jaman masa remaja dia. mungkin bukan nyusoh sih kalau ini, tapi bagus dalam ngerawat barang sendiri jadi awet! jumlahnya juga engga banyak, jadi kayaknya masih aman dari sisi psikologis belum bisa disebut sebagai sebuah kelainan πŸ˜…

yang parah itu yang sampe akut udah masuk kategori penyakit. ngga di indonesia ngga di luar negeri, penderita kelainan numpukin barang ini ternyata banyak juga lhoh. google aja hoarding disorder!

hasil gugel imej hoarding disorder, masih ada ribuan lagi kalau mau liat

mereka itu sudah hidup di dalam dunianya sendiri. sudah engga normal, dan kadang rumahnya itu sampe penuh sampah. keterikatan para penderita ini dengan barang-barang milik mereka sudah terlalu lengket, sulit dilepas. mereka itu engga mau ngebuang barang, meski ngga dipake. kayak ngerasa kehilangan gitu mungkin ya, jadi sedih rasanya kalau harus berpisah dengan barang tersebut. karena engga mau sedih, maka barangnya makin numpuk dan menggunung.

banyak video-video dan program televisi yang berusaha ngebantu orang-orang dengan kelainan ini. 

biasanya sih, ngebantu ngebersihin rumahnya yang kadang sampe pintunya ngga bisa dibuka saking penuhnya dengan timbunan barang-barang rongsokan yang mereka kumpulkan. kasihan sebenernya ya, penderita kelainan ini harusnya dibantu disembuhkan atau minimal dibantu beres-beres. diomeli juga percuma soalnya, ngga bakalan berubah serta merta besok hari.

yang bisa nyembuhin orang-orang seperti ini ya psikolog sih. karena ini memang bentuk gangguan atau kelainan mental atau jiwa. bukan gila juga, tapi kelainan psikologis aja. ya itu tadi, merasa engga bisa berpisah dengan barang-barang miliknya. 

konsep kepemilikan barang ini cukup menarik sebenernya kalau mau ditelaah lebih jauh.

kalau ngga salah ingat, di ajaran agama budha itu ada konsep membebaskan diri dari keakuan. yaitu menjauhi dari yang sifatnya kepemilikan. makanya para biksu budha itu kan hidupnya minimalis banget. mereka hampir engga mempunyai kepemilikan atas apapun. bajupun cuma kain yang dililitkan di tubuh doank. rambutpun dicukur abis. dan hidupnya di kuil, bareng-bareng semuanya dengan konsep berbagi. mereka ngga punya harta benda, atau tanah, atau mobil atau rumah.

jadi ingat, aku dulu pernah sedikit diskusi mengenai hal ini dengan temanku asli india yang menganut ajaran budha. 

kata dia, manusia itu dalam hidupnya selalu mencari kepuasan dengan kepemilikan atas sesuatu terutama harta benda. ini rumah-KU, ini mobil-KU, ini baju-KU dan seterusnya. semuanya punyaku, dan kumiliki. dalam ajaran budha, kata temenku, justru dibalik. tujuan hidup yang paripurna itu justru untuk menjauhkan dan membebaskan diri dari keakuan. jadi keterikatan dengan kepemilikan atas sesuatu itu yang harus dilonggarkan, lalu dilepaskan.

sebelum dan sesudah
ini contoh rumah orang penderita hoarding disorder level akut
 
nah, kalau orang yang menderita hoarding disorder ini malah kebalikannya. mereka justru lengket  ngga bisa lepas dari kepemilikan bahkan dengan barang rongsokan sekalipun, mereka engga bisa ikhlas ngebuang barang-barang itu.

kalau budha mengajarkan untuk melepas kepemilikan, hoarding disorder malah sebaliknya.

***

aku pribadi cukup tertarik dengan konsep melepas keakuan ini.

sejujurnya, konsep kepemilikan akan sesuatu itu lama kelamaan memang rasanya akan menyesakkan. kalau mau terasa lapang dan bebas, memang harus melatih diri untuk melepaskan diri dari konsep tersebut. tentu saja aku engga akan sampe jadi biksu 😁, tapi dalam penerapan kehidupan sehari-hari, kemampuan untuk bisa melepaskan sesuatu dengan mudah itu memang harus dilatih terus-menerus.

keterbukaan pikiran dan keikhlasan itu kan sebenernya diajarkan di semua ajaran agama ya. tapi dalam prakteknya, orang masih kesulitan untuk menerapkan apa yang dipelajari, biasanya begitu.

kebiasaan nimbun barang rongsokan juga sama saja.

pengidap kelainan ini merasa kesulitan untuk mengikhlaskan barang-barang tersebut untuk dibuang, atau dihibahkan, atau didaur-ulang. mereka inginnya malah mengumpulkan, menimbun, dan memiliki barang-barang tersebut. tanpa tau mau dipake buat apa, pokoknya dikumpulin aja. ngga papa rumahnya jadi berantakan dan sempit penuh barang, tapi mereka merasa kepuasan batinnya justru dengan berada di kondisi begitu.

contoh lagi sebelum sesudah

meski engga sampe minimalis banget, aku selalu berusaha menghindari penumpukan barang di rumah. memang butuh sedikit cuci otak untuk mengurangi konsep kepemilikan akan sesuatu. sejauh ini yang aku sudah termasuk berhasil adalah kepemilikan akan isi lemari bajuku. 

sudah sering cerita di beberapa tulisan lama contohnya yang ini, kalau aku tuh selalu beli baju bekas dan juga buka usaha sampingan persewaan baju. kucoba membersihkan pikiranku dari konsep kepemilikan baju. karena memang baju itu pada dasarnya ya cuma kostum yang dipake sementara, jadi sebagian besar bajuku itu selain kupake sendiri juga kusewakan dan beberapa kupajang di internet untuk dijual. jadi isi lemariku selalu muter. beli, pake, sewa, jual, beli, pake, sewa, jual dan seterusnya.

kalau ada yang sewa ya kuikhlaskan untuk dipake orang lain meski akhirnya dikembalikan setelah selesai masa sewa. kalau laku ada yang pengin beli ya sudah, bye bye selamanya.

yang masih belum bisa, mungkin kepemilikan rumah sih.

ada beberapa teman di sini yang rumahnya itu selain mereka tinggali, juga kamar yang ngga kepake disewakan lewat airbnb. akupun tadinya pengin seperti itu. daripada ada 2 kamar kosong di rumah kan lumayan kalau ada yang makai. dapet duit pula kayak nyewain baju. tapi, suamiku yang belum bisa hidup dengan konsep begitu. ya sudahlah untuk sementara ini baru bisa baju-baju dulu.

kalau aku tinggal di london, sayangnya saat ini rumahku masih di cambridge, ada juga usaha sewa mobil ala konsep airbnb gitu. jadi yang sewa dateng ke rumah setelah disetujui sistem, lalu mobilnya dipake. biasanya sih mobil sport ya, yang bisa disewakan untuk acara khusus. tapi karena di kota selain london belum ada, ya mobil sportku yang sedianya bisa disewain malah nganggur cuma kupake sendiri.

***

tentunya pasti ada dan banyak di antara kalian yang sangat ngga setuju dengan konsep berbagi ini.

ada yang alasannya karena jijik lah, atau engga nyaman lah dan lain-lain. pernah ada teman yang terang-terangan bilang kalau dia ngga bisa beli baju bekas pake orang karena jijik. jadi mereka ngga bakalan bisa menerapkan konsep sewa menyewa seperti baju-bajuku. ya ngga papa juga, karena untuk bisa menerapkan konsep ini harus punya cara berpikir yang beda. 

dari contoh baju, sebenernya kalau baju bekaspun kan bisa dicuci atau di-dry clean sebelum kita pake. sama halnya kayak nginep di hotel kan ya itu kamar bekas dipake banyak orang juga. makan di restoran sama saja, piringnya dan peralatan makannya kan juga bekas dipakai orang banyak juga. bedanya semuanya dicuci dulu. sama saja dengan baju kan, apa bedanya coba, hehe.

tapi yah, memang untuk sampe ke sana butuh klik di otak gitu sih. kalau belum klik ya memang belum nyampe aja konsepnya, dan belum bisa terima. 

untuk barang-barang yang lain, sejauh ini aku selalu usahakan untuk jual loak atau jual bekas. karena dengan dijual, pasti yang beli itu orang yang butuh barang tersebut. sejak beberapa tahun belakangan ini aku engga mau lagi donasi barang dan baju, meski hal itu masih sangat lumrah di inggris sini. bukan karena pelit dan mata duitan, ngga mau donasi dan malah dijual-jualin. tapi aku punya prinsip yang beda, dan sejak tau kenyataan kalau barang donasi baik baju maupun lainnya itu, jarang yang nyampe ke tangan yang membutuhkan. tapi lebih seringnya donasi-donasi itu malah berakhir jadi sampah di negara-negara pembuangan barang dan baju bekas. 

aku akhirnya jadi anti-donasi. 

karena dengan donasi malah jadi pencemaran lingkungan. makanya mending kujual. selain dapet duit, juga barang tersebut pasti kepake lagi. selain ngurangi tumpukan barang di rumah juga dan ngga jadi hoarding disorder

kalau kalian gimana menyiasatinya?

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...