"nduk, wis ndang kono sowan pak Kijan sik yen wis tekan, mumpung durung kesoren" kata ibuku dari sudut rumah, yang artinya kurang lebih "cepetan gih sono ke rumah pak Kijan dulu, laporan kalau kamu dah nyampe, sebelum terlalu sore".
ibu memang selalu rajin mengingatkanku untuk segera bertamu ke tetangga sebelah, meski aku sebetulnya baru saja sampai dari jakarta siang itu dengan kereta. dua hari sebelumnya, aku dan suami sebenarnya baru saja mendarat dari inggris.
itu kejadian tahun 2012 yang lalu, yang rupanya adalah kali terakhir aku bertemu pak Kijan.
kemarin kami mendengar kabar, kalau beliau telah berpulang selamanya. kaget, sedih, dan merasa kehilangan sosok tetangga yang bagi kami sekeluarga, pak Kijan bukan 'cuma' seorang tetangga. kalau grup whatsapp alumi smp/sma kami ramai membicarakan sosok pak Kijan sebagai seorang mantan guru yang hampir semua mantan siswanya kagum dan menjadikan beliau sebagai sosok teladan dan guru favorit, bagiku pak Kijan nggak cuma seorang mantan guru. bukan pula hanya sebagai seorang tetangga dekat, meski rumahnya memang persis di samping rumah ibuku, di demak sana.
ikatan kekeluargaan kami diawali sejak aku masih kecil, bahkan sebelum aku masuk sekolah.
kami sekeluarga mengenal sosok pak Kijan sebagai rekan sejawat almarmuh bapak sebagai sesama guru sekolah menengah. keduanya memang dulu mengajar di sekolah yang sama. pak Kijan ngajar mata pelajaran bahasa indonesia, sementara bapakku ngajar kesenian dan sejarah. karena bapakku berteman baik dengan pak Kijan, yang meski usianya jauh lebih muda dari bapak, dulu pak Kijan sering bertamu ke rumah kami, sejak kami masih tinggal serumah dengan nenek, sebelum akhirnya pindah ke perumahan di mana ibu masih betah tinggal sampai sekarang.
cerita unik yang sampai saat ini masih selalu diingat oleh ibuku, dan selalu diceritakan tiap kali ada pak Kijan, terus kuingat dan terngiang di kepala, adalah setiap kali pak Kijan datang bertamu ke rumah, aku yang pada waktu itu masih belum masuk usia sekolah selalu gembira dengan kedatangan pak Kijan ke rumah. saking senengnya, aku terus memanggil-manggil namanya. lucunya, aku manggilnya sambil sembunyi dari balik pintu, karena malu!
namanya juga anak-anak...
sepanjang kunjungan, aku akan manggil beliau gini, "pak... pak Kijan... pak... pak Kijan", gitu terus. nyebelin ya aku dulu hehe. sebagai sosok yang terkenal ramah, supel, sopan, dan juga berwibawa, tentu beliau nggak keberatan dengan keusilanku.
sialnya, ketika aku masuk smp dan aku sekolah di smp di mana pak Kijan ngajar, di mana bapakku pernah ngajar juga selama kurun waktu yang lumayan lama sebelum akhirnya masuk masa pensiun di tahun yang sama ketika aku baru akan mulai sekolah di situ, pak Kijan yang selalu kupanggil-panggil terus namanya ketika aku kecil dulu, akan jadi guruku!
lebih parah lagi, beliau akan pindah rumah dari desa mranak, ke sebelah rumahku! hadeuh, jadi malu...
untunglah selama tiga tahun di smp dan diajar beliau, nilai bahasa indonesiaku nggak terlalu mengecewakan. jadi ya minimal nggak terlalu malu-maluin bapak ibuku lah. beliau pula yang menginspirasiku untuk ikut lomba mengarang jaman smp dulu, dan untuk rajin menulis, sampai sekarang.
sejak bertetangga, dan karena keluarga kami sudah kenal beliau lama jauh sebelum itu, sosok pak Kijan jadi lebih dari sekedar mantan guru, tetangga, atau sekedar rekan sejawat almarhum bapak. ketika kakakku, dan dua adikku nikah, dan acara resepsinya dilaksanakan di rumah demak, pak Kijan selalu bersedia dengan senang hati mewakili keluarga kami saat 'among tamu', yang tugasnya sebagai juru bicara ketika menerima rombongan mempelai pria yang datang untuk menyunting kakak dan dua orang adikku.
meski bapak waktu itu masih ada, karena dari empat anak perempuannya cuma aku yang nggak sempat dilepas bapak ke pelaminan #hiks, tapi bapakku memang kurang pede untuk pidato. dan pak Kijan, seperti hampir semua mantan muridnya tahu, adalah sosok yang pandai berpidato. tata bahasanya sempurna. dan beliau selalu membantu keluarga kami untuk hal-hal seperti itu. sebagai wakil keluarga, kami sudah anggap pak Kijan seperti bagian dari keluarga kami juga.
kini beliau sudah tiada, nyusul bapakku, rekan sejawatnya dulu.
begitu banyak kenangan dari beliau yang diwujudkan dengan perilaku nyata sebagai sosok rekan sejawat yang baik bagi almarhum bapak dan kami sekeluarga. sebagai sosok guru teladan bagi kami mantan murid-muridnya di smp negeri 1 dan 2 demak, dulu. sebagai sosok tetangga yang ringan tangan, siap membantu, ramah, dan kekeluargaan. dan aku yakin, banyak sekali orang-orang yang merasakan kehilangan ketika mendengar kabar kemarin itu.
tahun depan kalau aku jadi mudik, akan ada satu kekosongan di hati. ibu nggak akan ngingetin aku lagi untuk 'sowan' ke rumah pak Kijan, tetanggaku, mantan guruku, dan satu sosok yang selalu kukagumi. sejak kemarin, aku juga merasakan kehilangan.
selamat jalan, pak Kijan...
Nayaaaa,...
ReplyDeleteIkutan sedih bacanya, aku turut bisa merasakan kesedihan yang terpancar dari tulisanmu ini Nay :(
Turut berduka yah, kita kirim doa saja semoga beliau bisa diterima di tempat yang terindah di sisiNya yah Nay, Amin :)
Aminnnn. Iya Biii, sedihhhh. Tararengkyu yaaaa
DeleteAku juga ada tetangga yang deket banget kayak gini, tinggal di sebelah rumah Nenekku gitu Nay...
ReplyDeleteSemua generasi jadinya temenan dan deket gitu...kakeknya temenan kakekku, anak2nya temenan sama Mama dan Om2ku, cucu2 mereka temenan sama aku...hahaha..
Setiap ada acara nikahan atau hajat apaan gitu, mereka suka dikasih seragam juga udah kayak sodara aja :)
Ketika nenekku pindah beberapa tahun lalu sediiiih banget :(
Ihhhh, Kita kok ceritanya mirip-mirip gini siyyyy.. Jadi curiga jangan-jangan Kita ini kembaran, atau orang yang sama!! #halah #ngigau #abaikan
DeleteCeritanya bikin kita jadi manusia ya, jadi teringat kalau manusia tidak bisa hidup sendirian!
ReplyDeletetokobaju.asia
betul sekali mbak Fifi. terima kasih atas kunjungannya :-)
DeleteInnalillahiwainnailaihi rajiun~
ReplyDeleteikut berduka cita Mbak...
Aku sirik deh, kok Mbak Naya langsing men T.T
makasih Una!
Deletelangsing? kerempeng maksudnya? LOL