Saturday, 1 March 2025

sangkar emas

sebut saja namanya lin.

ia adalah seorang wanita yang berasal dari salah satu negara di asia tapi bukan indonesia, yang akan kuceritakan di postingan kali ini. kisahnya nyata, tapi sedikit kusadur di sana sini dan akan keselipi opiniku pribadi tentang beberapa hal.

aku kenal lin karena anaknya sama-sama satu sekolahan dengan anakku. orangnya ramah, tipikal orang asialah ya. bahasa inggrisnya terdengar agak informal, dan terkadang dia masih kesulitan untuk mengekspresikan kalimat-kalimat yang ingin dia ucapkan. 

suami lin orang inggris asli.

mereka ketemu di negara asal lin di asia sana. tadinya suaminya memang seorang ekspatriat di negara tersebut, yang kerja di bidang finansial. entah bagaimana cerita pertemuan mereka, aku ngga pernah nanya karena sejak kabur dari indonesia aku berubah jadi engga pernah kepo lagi, hehe.

mereka kemudian menikah dan punya seorang anak yang jadi teman anakku itu. si anak ini lahir di asia, dan masih dikasih nama asia. tapi setelah umur 2 tahunan, akhirnya mereka memutuskan untuk pindahan balik ke negara asal suaminya, inggris. dan akhirnya nama si anak juga diganti dan didaftarkan dengan nama inggris. baru umur 2 tahun tapi udah gonta-ganti nama ya 😁

orang tua si suami inggris ini sangat kaya raya sekali untuk ukuran orang inggris sini. keluarga ini secara turun temurun punya kepemilikan tanah yang luas dan usahanya banyak. semacam tuan tanah gitu lah ya. tajir lah pokoknya. terus mereka juga memelihara banyak sekali kuda, selayaknya tuan-tuan tanah di sini. engga tau juga ya apakah si lin ini tahu situasi mertuanya di inggris sini sewaktu ketemu sama suaminya di asia sana, atau sama sekali ngga tahu menahu.


tapi setahuku pas mereka nikah di asia sana, mertuanya engga datang karena alasan kesehatan. keduanya memang sudah lansia. ini menurut cerita si lin.

sewaktu mereka akhirnya memutuskan untuk pindah ke inggris lagi, sambil membawa anak 1 orang, pastilah mereka belum punya rumah untuk ditinggali. dan karena si mertua ini keduanya tinggal di rumah yang cukup besar, maka akhirnya anak, menantu dan cucu mereka yang baru pindahan dari asia, ditampunglah di rumah mertuanya. 

sampai sekarang!

tadinya mungkin rencananya cuma sementara ya. tapi kayaknya sih karena kedua mertua ini usianya sudah lanjut dan mungkin juga mereka merasa kehadiran cucunya di rumah mereka bisa jadi penghiburan, jadi akhirnya malah keterusan tinggal di situ.

padahal di inggris sini, jarang banget anak yang tinggal di rumah ortunya setelah nikah. biasanya begitu udah masuk usia dewasa atau 17 tahun itu udah kudu kabur dan mandiri. tapi untuk kasus ini memang termasuk unik dan ngga biasa. 

si lin sendiri pas baru pindah ke inggris, dia cerita kalau dia merasa kesulitan untuk adaptasi.

pertama, karena di asia sana, dia itu termasuknya anak kota. lahir dan gede di apartemen di tengah-tengah kota besar, dikelilingi segala fasilitas perkotaan dan jarang sekali atau hampir ngga pernah ke desa. eh, pas ketemu suaminya, dan diajak pulang kampung istilahnya, si lin 'terpaksa' tinggal di pondok mertua indah, yang meski sangat kaya raya, tapi lokasinya jauh dari hingar bingar perkotaan.

dia bilang, pas pertama pindah dia syok.

rumah mertuanya sepi anget, ngga ada suara apapun karena jauh juga dari tetangga. karena tanah mertuanya luas dan berhektar-hektar, kalau mau keluar rumahpun kudu jalan kaki lumayan untuk ke rumah tetangga sebelah. yang kedua, bahasa inggris dia katanya pas baru ke inggris sangat terbatas. jadi ngomong sama mertua juga agak lumayan dilematik. lama-lama sih dia belajar dan mulai lancar.

yang ketiga, dengan kehidupan dia selama ini sebagai gadis kota, lalu tinggal di desa di mana semuanya serba jauh bahkan untuk beli apapun kudu keluar rumah dulu, dan harus menempuh jarak yang lumayan lama untuk ke kota, jadi untuk urusan makan sehari-hari dia kudu masak sendiri. padahal tinggalnya di rumah mertua. jadi kudu bisa masak buat semua orang sementara cuma dia sendiri yang asia. ditambah lagi, seumur-umur dia jarang banget masak karena di asia mau makan apa aja tinggal beli!

nah, dia kudu mulai belajar masak donk ya. masakannya pun kudu yang mertuanya juga doyan, hehe. stress dia katanya pas awal-awal tinggal di inggris. sementara suaminya kudu kerja, dan dia sehari-hari ngejagain anak di rumah dan juga ngurusin kedua mertuanya. meski di inggris sini orang lansia itu sangat mandiri dan mereka juga punya banyak pekerja yang ngebantuin usaha mereka, dan juga punya orang yang ditugaskan untuk bersih-bersih rumah dan lain-lain. 

tapi tetep kan, kalau ada menantu di rumah, mau ngga mau kan juga kudu berbaur dengan kehidupan sehari-hari. ngga mungkin ngendon di dalam kamar terus menerus, bisa gila! hehe.

meski kalau orang luar ngelihat kehidupan si lin di rumah besar milik mertua itu bisa menimbulkan rasa iri dan mungkin bergumam, wah mujur sekali ya si lin hidupnya. 

tapi tinggal di rumah yang besar dan dimanjakan fasilitas-fasilitas yang orang kaya punya, ngga membuat si lin jadi malas dan manja. justru dia katanya terpacu untuk membuktikan kalau dia juga bisa jadi menantu yang berguna dan mandiri, meski hidup di inggris sangat beda dengan kehidupan dia sebelumnya di asia sana.

si lin cukup beruntung punya mertua yang dua-duanya baik hati. dan dia juga beruntung punya mertua yang sangat kaya, jadi ngga usah pusing bakalan kekurangan dari segi materi atau finansial. suaminya juga tetep kerja. lalu sodara-sodara suaminya juga baik-baik semua ke dia meski mereka tinggal di rumah mereka sendiri dengan keluarga mereka sendiri-sendiri.

tapi kalau ngedengerin si lin cerita pada waktu itu, meski segala kebutuhannya terpenuhi, sepertinya dia ngerasa kalau dia itu seperti hidup di sangkar emas. seperti burung yang dikurung, engga bebas meski sangkarnya bagus dan tiap hari disediakan makanan dan minuman.

beberapa tahun yang lalu di awal-awal pertemanan kami, meskipun kalau cerita dia ngga pernah ngeluh atau ngedumel, dan dia selalu merasa beruntung dengan nasib hidupnya, tapi ada terbersit keinginan dia untuk keluar dari sangkar emasnya, untuk bisa mandiri dan berdiri sendiri.

waktu itu dia bilang, kalau dia juga kepengin seperti aku, bisa kerja dan punya duit sendiri.

lucu juga ya, aku yang mengira kalau kehidupan dia bergelimang harta mertua itu sangat enak dan mewah, ternyata justru dia yang iri dengan kehidupanku yang tiap hari berjibaku dengan kerja senin-jumat. aku yang mengira kalau dia lebih besar dan luas rumahnya dengan tanah yang berhektar-hektar, ternyata dia iri dengan rumahku yang kecil tapi milikku sendiri. 

karena kata dia, meski segala kebutuhan sehari-harinya tercukupi, tapi dia selalu punya tekad untuk mandiri, dia juga pengin mandiri seperti aku. dan sebagai sesama wanita asia, aku paham banget apa yang dia maksud.

ini bukan soal uang atau seberapa penghasilan yang bisa dia bawa pulang per bulannya. tapi ini sebagai bentuk kemandirian dan pencapaian pribadi. dia pengin bisa berbuat sesuatu sendiri, ngga cuma mengandalkan suami atau mertuanya. dia pastinya punya keinginan-keinginan yang dia pengin wujudkan sendiri tanpa harus minta-minta. dan memang lebih enak kalau apa-apa itu hasil keringat sendiri.

tapi waktu itu dia ragu, karena dia ngga punya kemampuan akademis yang diakui di inggris, dan dia ngga punya riwayat karir yang bagus di cv-nya. dengan kata lain, dia cukup minder dengan kemampuan dirinya untuk memasuki dunia kerja di inggris. akupun cuma bilang, siapapun pasti akan punya kesempatan untuk kerja, asalkan ada niat dan tekad! πŸ’ͺ

eh, ngga lama kemudian, kudengar dia sudah kerja lho. 

meski bukan kerja kantoran, tapi dia bahagia. dia diterima kerja di salon karena dia kenal dengan beberapa orang komunitas asia yang juga kerja di salon itu. karena letaknya yang agak jauh tapi dia belum bisa nyetir sendiri, jadi tiap hari kalau ngga diantar jemput suaminya, dia ke tempat kerjanya naik angkot.

pas diceritain ini, kupikir wow, hebat banget si lin ya. demi apa coba dia kerja? kan semuanya udah ada, rumah ada meski masih pondok mertua indah, engga bayar cicilan kpr, kebutuhan harian dipenuhi suami dan juga mertuanya, segala apapun ada, tanah luas, kuda peliharaan banyak, pegawai mertuanya juga banyak. tapi dia malah kerja di salon tiap hari. gajinya juga pasti kecil.

tapi ketika kami ketemu lagi, si lin kelihatan jauh lebih sumringah!

dia bangga karena akhirnya dia bisa keluar juga dari sangkar emas itu. dia merasa lebih bebas dan merdeka karena dia bisa mandiri. meski gajinya ngga seberapa, dia merasa berguna dan bisa juga membelikan mertuanya sesuatu, dengan uang hasil jerih payahnya sendiri. beberapa tahun kemudian, aku jadi agak jarang ketemu dia lagi. karena sejak dia kerja itu, sekarang dia makin sibuk dan waktunya terbatas. tapi terakhir kudengar, sekarang diapun sudah bisa nyetir mobil sendiri jadi ngga perlu diantar jemput suaminya kalau kudu kerja.

si lin yang dulu bukan lagi si lin yang sekarang. 

hidup di sangkar emas memang kelihatan sangat menyenangkan bagi orang luar yang melihatnya, tapi ternyata engga cukup membahagiakan bagi yang menjalaninya. hidup bergelimang harta ternyata engga selamanya mententramkan jiwa. ternyata yang lebih utama, memang kemampuan diri untuk hidup mandiri, dan merasa bebas, merdeka, dan bahagia. 

hebat kamu, lin!

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...