Friday, 29 November 2024

rumah kpr

halo-halo

kita jumpa lagi 😁

masih melanjutkan topik soal hutang dan kredit dari tulisan sebelum ini, tapi kali ini yuk kita ngebahas tentang kredit perumahan rakyat atau biasa disingkat dengan kpr. di inggris sini namanya mortgage! ini kayaknya tulisan terniat deh, sampe pake itung-itungan dan grafik segala πŸ˜‚

secara definisi kata, ini menurut mbah gugel. 

kpr adalah fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada nasabah perorangan untuk membeli atau memperbaiki rumah. kpr juga kerap disebut sebagai cicilan rumah. ada dua jenis kpr yang tersedia, yaitu kpr subsidi dan kpr non-subsidi. kpr subsidi memiliki bunga yang lebih rendah dan syarat yang lebih mudah dibandingkan dengan kpr non-subsidi.

oke, sebelum kita bahas lebih jauh, sebelumnya woro-woro dulu alias peringatan kalau dalam pembahasan di tulisan ini, latar belakangnya adalah kredit yang berbunga ya. 

jadi khusus buat kalian para pembaca budiman  yang termasuk jamaah penganut anti-riba, silakan nyari bahan bacaan lain. karena ini bukan tulisan untuk didebat riba vs anti-riba nya. dengan kata lain, tulisan ini akan membahas kpr yang kebanyakan memang masuk kategori berbunga alias riba. karena aku engga punya pengalaman mengenai kpr syariah, ya aku ngga akan ikutkan dalam pembahasan kali ini.


ilustrasi rumah kpr

lanjut?

rata-rata kpr memang berbunga. dan bunga ini besar kecilnya tergantung kesepakatan awal berapa % dari pinjaman pokok. ada kpr yang sistemnya dengan cicilan bulanan yang mencakup pembayaran hutang pokok dan bunganya, ada pula sistem kpr yang beda lagi cara ngitungnya. untuk lebih jelasnya, aku nemu nih tulisan dari kompas yang membahas perhitungan 3 tipe perbedaan perhitungan cicilan pinjaman pokok dan bunga kpr, yaitu bunga flat, punya efektif, dan bunga anuitas. 

klik tautannya di sini ya

untuk keperluan pembahasan di blog ini, kukopas saja itung-itungan ketiga sistem bunga yang berbeda-beda, tapi angkanya kumodif menjadi sama semua hutang pokoknya semuanya 120 juta dan persentase bunganya semuanya 11% supaya bagian perhitungan bisa dibandingkan di antara ketiga bentuk sistem perbungaan ini.

***

bunga kpr

1) bunga flat

pinjaman Rp 120.000.000 dengan tenor 10 tahun, bunga per tahun sebesar 11 persen flat, dengan asumsi suku bunga kredit tidak berubah (tetap) selama jangka waktu kredit, maka perhitungan angsurannya sebagai berikut: 

bunga = (120.000.000 x 11/100) : 120 = Rp 110.000 

cicilan pokok = Rp 120.000.000 : 120 = Rp 1.000.000 

jadi, angsuran per bulan adalah Rp 1.000.000 + Rp 110.000 = Rp 1.110.000.

di akhir masa periode 10 tahun, jumlah pembayaran = Rp 1.110.000 x 10 x 12 = Rp 133.200.000 yang terbagi menjadi Rp 120.000.000 untuk bayar pinjaman pokok dan sisanya Rp 13.200.000 untuk bunganya.


2) bunga efektif

pinjaman Rp 120.000.000 dengan bunga 11 persen setiap tahun dengan tenor 10 tahun. 

bulan ke-1 bunga = 120.000.000 x 11/100 : 12 = Rp 1.100.000 

angsuran pokok = 120.000.000 : 120 = Rp 1.000.000 

total angsuran di bulan ke-1 adalah sebesar Rp 2.100.000 


bulan ke-2 sisa pembayaran = Rp 120.000.000 - 2.100.000 = Rp 119.000.000 

bulan ke-2 bunga: Rp 119.000.000 x 11/100 : 12 = Rp 991.667 

total angsuran bulan ke-2 sebesar Rp 1.000.000 + Rp 991.667 = Rp 1.991.667 

hitungan tersebut terus berlanjut hingga jumlah pokok lunas pada periode waktu 10 tahun.

di akhir masa periode 10 tahun, jumlah pembayaran total Rp 180.600.000 yang terbagi menjadi Rp 120.000.000 untuk bayar pinjaman pokok dan sisanya Rp 60.600.000 untuk bunganya.


3) bunga anuitas

pinjaman Rp 120.000.000 dengan tenor 10 tahun dan suku bunga 11 persen per tahun.

total angsuran per bulan flat adalah:

Rp 120.000.000 x (11 persen/12) : (1-(1+(1/12) 10 ) = Rp 1.653.000. 


angsuran bunga setiap bulan: 

bulan ke-1: Rp 120.000.000 x 11 persen : 12 = Rp 1.100.000 

bulan ke-2: Rp 119.446.999 x 11 persen : 12 = Rp 1.094.930 

bulan ke-3: Rp 118.888.930 x 11 persen : 12 = Rp 1.089.815 


angsuran pokok tiap bulan: 

pokok bulan ke-1: Rp 1.653.000 - Rp 1.100.000 = Rp 553.000

pokok bulan ke-2: Rp 1.653.000 - Rp 1.094.930 = Rp 558.069 

pokok bulan ke-3: Rp 1.653.000 - Rp 1.089.815 = Rp 563.185

perhitungan tersebut berlanjut setiap bulan hingga masa tenor 10 tahun pembayaran selesai.

di akhir masa periode 10 tahun, jumlah pembayaran total Rp 198.360.000 yang terbagi menjadi Rp 120.000.000 untuk bayar pinjaman pokok dan sisanya Rp 78.360.000 untuk bunganya.

***

versi grafik

gimana? udah pusing belum? πŸ˜‚

daripada pusing, ini kubikinin versi grafiknya untuk bisa membandingkan ketiga perhitungan bunga kpr di atas, jika dilihat secara grafis visual. sengaja angka di kedua sumbunya kubuat persis sama supaya bisa dibandingkan dengan cepat. 

di bawah tiap grafik aku kasih potongan itung-itungan yang kubuat di excel spreadsheet darimana angka-angka di grafik tesrebut berasal. karena periode 10 tahun atau 120 bulan itu cukup panjang tabelnya, jadi kupotong saja di 6 bulan pertama dan 6 bulan terakhir ya. kolom angka untuk bulan ke-7 sampe bulan ke-114 aku umpetin saja.

grafik bunga flat


detil angka hitungan pembayaran bunga flat bulan 1 - 120


grafik bunga efektif


detil angka hitungan pembayaran bunga efektif bulan 1 - 120


grafik bunga anuitas


detil angka hitungan pembayaran bunga anuitas bulan 1 - 120


***

kesimpulan

gimana? makin pusing? πŸ˜…

kita bandingkan secara untung rugi saja kalau begitu ya. ini aku buatkan tabel untuk ketiga rumus di atas jadi biar kelihatan angka keseluruhan dengan lebih jelas. dan aku juga kasih kesimpulan di bagian bawah, menurut pendapatku pribadi karena sejujurnya pengalamanku di dunia kpr ya sebatas kpr yang kupunya di inggris sini. selama hidup di indonesia dulu aku tuh ngga pernah punya rumah sendiri jadi ngga pernah punya kpr. aku juga bukan pegawai bank jadi kesimpulannya kubuat berdasarkan logika saja ya, biar gampang 😁


analisa dan kesimpulan ala aku


karena ternyata tulisannya jadi burem, aku kopi lagi di sini deh hasil analisaku di atas😏. 

dari ketiga jenis sistem bunga kpr di atas, dibandingkan kedua jenis lainnya, cuma bunga flat saja yang paling murah. tapi sayangnya belum pernah aku tahu ada bank yang menawarkan bunga jenis ini. memang adakah? kayaknya too good to be true, alias mustahil dalam realitanya. setahuku, paling banyak kpr itu pakai sistem bunga anuitas, sistem ketiga yang paling mahal dan paling berat ke kreditur tapi paling menguntungkan bank. sistem anuitas juga yang sekarang ini kuambil untuk pembayaran kpr rumahku di inggris sini. eh, rumah kami berdua, sama suami 😁

itupun kami udah pilih-pilih jenis mortgage atau pinjaman kpr yang sekiranya paling masuk akal dan paling terjangkau oleh kemampuan finansial kami berdua. jarang sekali bahkan hampir ngga pernah nemu ada bank di inggris yang nawarin jenis bunga efektif, apalagi bunga flat di sini. rata-rata semuanya pakai anuitas.

sekarang kita lihat apa risikonya kalau terjadi kredit macet pas di tengah-tengah ya. supaya bisa dibandingkan beban pembayaran kreditur pertama dan kreditur kedua kalau memang bisa oper kredit.

untuk bunga flat, kesimpulan yang kutulis di atas adalah, jika di tengah jalan terjadi kredit macet atau oper kredit, tidak akan merugikan kreditur pertama maupun kreditur kedua karena jumlah bunga di separo pembayaran di akhir akan persis sama dengan jumlah bunga di separo pembayaran bunga di awal (Rp 6,600,000).

untuk bunga efektif, jika di tengah jalan terjadi kredit macet atau oper kredit, akan merugikan kreditur pertama yang membayar bunga awalan lebih tinggi tapi sangat menguntungkan kreditur kedua dengan bunga yang sudah menurun maka separo pembayaran di akhir akan lebih murah bunganya (Rp 15,250,000) dibandingkan separo pembayaran bunga di awal (Rp 45,350,000).

untuk bunga anuitas, jika di tengah jalan terjadi kredit macet atau oper kredit, juga akan merugikan kreditur pertama yang membayar bunga awalan lebih tinggi tapi sangat menguntungkan kreditur kedua dengan bunga yang sudah menurun maka separo pembayaran di akhir akan lebih murah bunganya (Rp 23,153,527) dibandingkan separo pembayaran bunga di awal (Rp 55,206,502).

***

oper kredit


tapi, apakah sesimpel itu itung-itungannya kalau oper kredit? ternyata engga sesimpel itu, bahkan jauh lebih ruwet. 

kita ambil contoh oper kredit rumah 120 juta, bunga sistem anuitas, setelah nyicil selama 5 tahun akhirnya mau dioper saja, ngga kuat bayar. padahal separo jalan itu di kreditur pertama sudah habis uang 105,350,000 dengan rincian pokok hutang tinggal separo di 60 juta, dan bayar bunga sudah habis 45,350,000. kalau dioper ke pemilik kedua, engga tau sih perjanjian sama banknya gimana, tapi kalau ikut itung-itungan angka di excel sih, pemilik kedua tinggal bayar separo pokok sebanyak 60 juta juga, sementara bunganya sudah mengecil (karena pokok juga berkurang kan), jadi cuma bayar bunga 15,250,000 saja sampai cicilan terakhir. secara total jendral pemilik kedua cuma habis 75,250,000 saja.

masalahnya, si pemilik pertama ini rata-rata yang kupahami di indonesia ya, akan berusaha ngejual rumah ini dengan harga bukan 120 juta, tapi seharga 120 juta + 45,350,000, jadi di akhir tahun kelima rumah seharga 120 juta itu udah naik ekuitasnya menjadi 165,350,000! 

karena pemilik pertama merasa dia sudah keluar uang sebanyak itu dan mau uangnya kembali utuh. sementara pemilik kedua, pada akhirnya kudu mbayar rumah seharga 120 juta dengan tambahan separo jumlah bunga di 5 tahun pertama dan masih kudu mbayar sisa bunga di 5 tahun berikutnya. walhasil, pemilik kedua ini akan membayar seluruh bunga selama 10 tahun tempo, ditambah harga rumah awal. repot kan? mending beli rumah baru dari awal daripada oper kredit tapi rugi selama 5 tahun ngebayarin bunga rumah yang ditinggali orang lain!

apakah karena ini sebabnya yang bikin harga rumah di indonesia melambung tinggi dan hampir-hampir ngga terjangkau oleh orang awam, karena bunga-bunga bank ditambah bebankan ke nilai ekuitas properti ya? 😏 

jangan mau oper kredit kalau begitu! πŸ˜‚

***

bunga = sewa

secara logikanya sih, seharusnya bunga pinjaman itu engga ditambahkan ke dalam nilai properti. tapi ternyata di indonesia banyak sekali orang yang melakukan ini. kita pakai perhitungan yang di atas tadi sebagai contoh lagi ya. 

sebuah rumah yang dibeli dengan harga 120 juta, di akhir tahun ke-10, memang mungkin harga rumah akan naik engga lagi di 120 juta. tapi, perhitungannya engga lantas jadi 198,360,000 karena itu total pembayaran yang kita berikan ke bank selama 10 tahun untuk menutup pokok pinjaman sebesar 120 juta dan sisanya 78,360,000 untuk membayar bunganya. jadi, harga rumah per tahun itu harusnya nilainya terpisah dari total pembayaran. karena bisa saja harga pasaran rumahnya turun atau naik. 

misalnya pasaran harga rumahnya karena di lokasi strategis naik tajam, ada yang nawar 300 juta. berarti nilai rumahnya dalam tempo 10 tahun itu naik dari 120 juta ke 300 juta. kenaikan ini kalau di inggris sini disebut positive equity, atau ekuitasnya positif. nilai ekuitasnya diitung dari 120 jt ke 300 jt, bukan dari 198 jt ke 300 jt.

sebaliknya misalnya turun setelah dihuni 10 tahun ya, pas sudah lunas tapi mau dijual bisa saja harganya cuma laku di kisaran 100 juta karena banyak faktor. padahal mbayar ke banknya habis hampir 198 juta (120 jt + bunga). bisa saja kan. ini disebut negative equity atau ekuitas negatif. jadi kerugiannya diitungnya dari 120 jt ke 100 jt alias rugi 20 jt saja, meski sebenernya total ruginya 20 jt + 78 jt buat bayar bunga. 

tapi rumus resminya, itung-itungannya seharusnya bunga ngga diikutkan untuk ngitung ekuitas properti. cuma di indonesia ternyata ini tetap dilakukan dan sudah menjadi kebiasaan umum. nah, di sinilah yang kadang bikin ruwet πŸ˜†

lha kalau ngitung ekuitas bunganya ngga diikutkan, terus bunganya dikemanain donk? kalau di inggris sini, patokannya begini nih: 

mortgage interest does not count towards your equity. think of the interest you pay as being the fee for taking out the mortgage loan itself. equity only relates to the value of your home.

bedanya dengan di indonesia yang pemilik properti selalu menyampuradukkan dengan penambahan bunga ke ekuitas properti, jadi harga properti jadi membubung tinggi semena-mena ngga terkontrol, nilai properti di inggris sini lebih jelas dan terkontrol. 

dan jarang ada orang oper kredit. biasanya kalau ngga bisa bayar cicilan kpr ya rumahnya dijual aja. laku berapanya itu diserahkan ke harga pasaran dan tinggi rendahnya peminat. nah begitu dijual dan laku, selakunya berapapun, kpr-nya kan bisa dilunasi lalu sisanya baru dipakai untuk beli rumah lainnya mungkin yang lebih murah kalau memang masalahnya di kemampuan nyicil yang menurun.

jadi di sini engga ada urusan dengan nambahin bunga yang udah kita bayar ke bank, ke harga rumah kita. lagian harga itu yang nentuin bukan kita sendiri, tapi dianalisa dan diprediksi sama agen properti. karena kalau harga ketinggian engga laku-laku, atau lakunya lama, kalau kerendahan laku cepat tapi rugi. jadi harus dicari harga yang pas.

seperti patokan di atas, orang sini mikirnya mbayar bunga ke bank itu semacam kayak mbayar harga sewa rumah ke bank gitu, karena memang properti yang kita beli lewat kpr itu kan sebenernya belum sepenuhnya milik kita. sama saja dengan kalau nyewa rumah dan bayar ke si pemilik rumah, duit yang kita bayar buat bunga bank tiap bulan itu ya itung-itungannya kayak bayar sewa dan dianggap sebagai duit ilang atau konsumtif alias kebutuhan hidup. 

cuma jumlah yang bayar ke hutang pokoknya saja yang bisa disebut investasi.

sama kayak kalau masih sewa rumah ke orang lain, kan ilang tuh duitnya tiap bulan dikasih ke pemilik rumahnya sebagai biaya sewa. jadi bayar bunga kpr itu ya anggap saja buat bayar sewa rumah istilahnya. gitu aja sih mikirnya.

memang mbayar bunga di awal dengan sistem anuitas itu sangat mahal dan besar. makanya sebisa mungkin ambil kpr itu dipastikan sesuai dengan kemampuan nyicil kita, jadi ngga sampe kena kredit macet dan bayaran lancar terus tiap bulan. lama-lama karena jumlah cicilan bunga makin mengecil, dan pelunasan pokok hutang makin gede, jadi makin ke sini makin terasa enteng bayar sewanya.

***

sewa rumah

kalau di inggris sini bisa seperti itu sistemnya mungkin karena justru harga sewa rumah di sini bisa lebih mahal dari harga bunga bank sih.

sebisa mungkin orang kudu punya rumah sendiri karena sewa rumah itu malah jatuhnya bisa lebih mahal dibanding bayar bunga kpr. tapi masalah utama di sini bagi yang ngga bisa punya rumah sendiri tentu adalah karena mereka ngga kuat bayar uang muka yang lumayan besar jumlahnya dan ngga sanggup bayar pokok hutang. jadi meski bayar bunga kpr lebih murah, mereka terpaksa masih nyewa dan bayar lebih mahal meski itu buang duit. serba salah ya.

masalahnya, orang hidup itu pasti butuh tempat tinggal kecuali mau jadi gelandangan. 

sayangnya hidup di dunia yang pakai sistem kapitalis itu ya mau ngga mau kejerat sistem supaya bisa hidup wajar dalam artian bisa memenuhi kebutuhan pokok sandang, pangan, dan papan atau tempat tinggal, dengan jalan ambil kpr. meski sistem perbankan di mana-mana itu selalu memberatkan nasabah dan selalu menguntungkan pihak pemilik modal.

karena sistem yang berat sebelah inilah makanya banyak gerakan anti-riba. mereka milih engga mau masuk ke dalam sistem dan cuma mau beli rumah dengan cara kontan saja, atau nabung tanah dulu lalu dibangun pelan-pelan sesuai kemampuan yang disebut 'rumah tumbuh' kalau ngga salah ya. atau kalau ortunya kaya ya tinggal minta saja atau nunggu dapet warisan supaya ngga usah ngutang kpr πŸ˜€

memang sejujurnya, dilihat dari sisi manapun, kita sebagai nasabah selalu kalah. tapi kalau memang satu-satunya cara untuk memiliki rumah cuma dengan jalan ambil kpr, ya kitanya yang kudu hati-hati dalam memilih produk kpr yang ditawarkan. dari semua pilihan yang jelek-jelek, pilih satu yang agak paling kurang jeleknya 😁

soal perbedaan kenapa di indonesia orang nambahin bunga kpr ke itungan ekuitas properti, dan ngga mikir kalau bayar bunga bank itu sama saja sebagai bayar sewa rumah, apa mungkin karena nyewa rumah di indonesia itu masih jauh lebih murah ya? 

rumah seharga 120 juta sewanya sebulan apakah bisa laku 1,1 juta karena bunganya segitu? kecil banget lho ini rumah sangat sederhana sekali ya harga segini, dan mungkin di luar jawa 😁 kayaknya memang kemahalan sih ya. bisa jadi itu rumah cuma laku disewakan 300 atau 400 ribu sebulan. sementara di inggris, harga sewa rumah kebanyakan di atas harga bunga kpr.

makanya mungkin orang indonesia jadi mikir bunganya kudu balik kalau mau oper kredit😐 bisa jadi begitu. bener ngga sih? #malah_nanya

dah lah, malah aku sekarang yang pusing πŸ˜‚


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...