mbahas soal dunia perduitan dan perhutangan yuk π
hayo siapa di sini yang hobinya ngutang? akuuuuuu π jaman dulu, pas masih tinggal di indonesia, pemikiranku soal dunia perduitan dan perhutangan sangat-sangat simpel dan sederhana. prinsip yang kupegang pada masa itu adalah prinsip "jangan besar pasak daripada tiang"! yang artinya kurang lebihnya, jangan sampai kebutuhan hidup dan gaya hidup kita itu lebih besar daripada penghasilan yang kita peroleh untuk membiayai kehidupan itu. jadi sebisa mungkin waktu itu, prinsipku itu kalau bisa jangan sampe ngutang, apalagi sampe kejerat hutang dan ngga sanggup bayar, amit-amit jabang bocah!
pengeluaranku kuatur sedemikian rupa dan sedemikian irit supaya berapapun kecilnya atau besarnya penghasilanku kerja di pabrik pada waktu itu, harus cukup! kalau bisa ada sisa lebih untuk ditabung, kalau bisa. kalau ngga bisa nabung, minimal jangan sampe ngutang, apalagi minta-minta ke orang lain.
kata urang sunda, pamali!
karena terbiasa hidup irit inilah, sampe sekarang pun aku masih terapkan jurus-jurus irit dalam hal apapun meski sebenernya kalau ngga ngirit-ngirit banget ya masih bisa hidup sih π tapi makin ke sini, dan ketika akhirnya aku pindah ke eropa, pelan-pelan pemahamanku tentang duit dan hutang mulai bergeser dan berubah pelan tapi pasti.
sejauh mana perubahan itu?
yuk, kita bahas supaya bisa jadi bahan pembanding bagi kalian, atau supaya aku bisa baca-baca lagi kalau beberapa tahun ke depan pemahamanku masih sama, atau sudah lebih bergeser lagi. enaknya punya blog itu ya begini. kalau mbaca-mbaca lagi tulisan beberapa tahun yang lalu, bisa untuk berkaca kalau pemikiran kita pada waktu itu ya seperti itu. kadang geli sendiri, kadang manggut-manggut, kadang bangga, kok bisa ya aku dulu begitu π
***
pertama-tama, kita bahas soal hutang.
hutang itu adalah kalau pengin sesuatu tapi belum punya cukup uang untuk membeli kontan dan akhirnya harus ngutang dulu supaya bisa mendapatkan barang tersebut meski duitnya sebenernya belum cukup. kok serem ya kalau dijabarkan seperti ini π
hutangku dan hutang suami paling besar sekarang ini dan sudah berjalan selama kurlebnya 15 tahun adalah hutang rumah sih, atau kita sebut saja hutang kpr. tapi karena jenis hutang kpr ini adalah salah satu yang paling gede dan paling lama mbayarnya bahkan di beberapa orang bisa seumur hidup selama mereka masih di rentang usia produktif dan masih bekerja, sebaiknya kita bahas terpisah di tulisan lain saja ya. supaya enak dan komplit nulisnya.
kalau dicampur di sini nanti kepanjangan π
nah, tinggal sisanya adalah hutang-hutang lainnya yang jumlahnya relatif lebih kecil, sifatnya lebih berjangka pendek, dan kadang ngutangnya karena sporadis dan semena-mena karena keinginan sesaat akan sesuatu saja. yang paling utama masuk dalam kelompok ini adalah pemakaian kartu kredit yang biasanya digunakan untuk pembayaran pembelian-pembelian kecil untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
karena kartu kredit cara kerjanya memang beda dengan kartu debit, jadi memang apapun yang kita bayar dengan kartu kredit termasuk dalam kategori hutang.
waktu masih tinggal di indonesia dan punya prinsip pemikiran untuk engga berhutang, aku sama sekali ngga pernah punya yang namanya kartu kredit. sudah kerja selama 5 tahunan di pabrik di kawasan bekasi pun, aku masih bergeming setiap kali pegawai bank di mana gaji bulananku waktu itu ditransfer ke rekening bank itu, nawarin aku untuk buka kartu kredit. aku selalu dengan tegas menolaknya. prinsipku tetap sama, aku engga mau berhutang!
jadi kebutuhan sehari-hari selalu menggunakan pembayaran dengan kartu debit, yang mana setiap beli sesuatu dan bayar, jumlah duitku di rekening akan selalu berkurang. begitu terus menerus. terima gaji, buat bayar-bayar dan belanja. kalau ada sisa ditabung, ada lebih ngasih ke orang tua atau sedekah, kalau abis ya udah nunggu gajian lagi. gitu terus sampai tiba waktunya aku kudu pindah ke eropa.
***
sampai ke eropa, hidupku kumulai lagi dari nol. rekening bank baru juga harus kubuka supaya transferan beasiswa dari uni eropa waktu itu bisa masuk dan bisa kugunakan untuk membiayai kuliah dan hidupku sehari-hari di eropa. bayar sewa tempat tinggal, transportasi, beli buku, beli makan, dan kebutuhan lain-lainnya seperti jalan-jalan dan bersosialisasi.
dengan pemasukan bulanan dari beasiswa, tentunya aku kudu atur dan kelola uang itu supaya cukup untuk semua kebutuhan hidup selama menjalani perkuliahan strata 2 di eropa selama 2 tahun. hasil kerjaku di indonesia sebelum aku pindah engga banyak sisanya, bahkan uang hasil perolehanku dari pesangon pas perusahaanku tutup dan pindah ke cina, juga jadi ngga seberapa ketika sudah dikurs-kan ke mata uang eropa pada waktu itu.
praktis aku cuma punya sekitaran 400 dollar amerika di kantongku ketika aku mendarat di eropa. selebihnya, semua biaya bergantung ke duit beasiswa yang meski pas-pasan tapi ternyata sangat cukup untuk kuliah dan bertahan hidup.
sampai di eropa, tepatnya di budapest hongaria di mana aku habiskan tahun pertama perkuliahan antara 2005-2006 lalu, bank di budapest juga memberikan kartu debit yang bisa juga digunakan untuk tarik tunai jadi pembayaran biasanya memakai kartu itu atau dengan duit kontan. pas tahun kedua antara 2006-2007 dan aku kudu pindah ke universitas manchester untuk program perkuliahan tahun kedua, aku lagi-lagi harus buka rekening bank di inggris untuk pertama kalinya supaya duit beasiswa bisa ditransfer dan aku bisa tarik tunai untuk kebutuhan sehari-hari.
sampai di titik ini, praktis aku masih belum juga punya yang namanya kartu kredit! karena prinsipku masih sama, kalau bisa bayar kontan dan jangan ngutang. kalau belum mampu beli, jangan beli apalagi kepengin. tahan keinginan untuk punya ini itu kalau duitnya belum cukup. umurku udah berapa waktu itu berarti ya, tahun 2006 berarti sudah 31 tahun. bahkan keinginan untuk jalan-jalan dan berwisata pun lebih banyak kusimpan dalam hati saja karena semua itu memang butuh biaya dan aku ngga punya karpet terbang aladin π
tapi kok, lama kelamaan keinginanku untuk jalan-jalan makin menjadi-jadi karena aku berpikir, selepas selesai program beasiswa ini aku kudu balik lagi ke indonesia.
kapan lagi bisa jalan-jalan keliling eropa, kan mahal sekali. nah mumpung domisilinya masih di eropa sebisa mungkin aku kudu lihat-lihat kota-kota besar di eropa supaya bisa bilang, oh aku udah pernah ke paris lho. apalagi jerman, udah pernah tuh ke nurnberg, munich, frankfurt, koln, berlin udah semua. austria? udah juga donk, wina sama salzburg. italia? udah juga lah, roma, milan, venesia juga udah. mana lagi? belgia? udah juga. yang kelewat malah belanda, maklum penjajah, jadi malas ke sana π
namun ternyata jalan-jalan di eropa itu di era serba digital membutuhkan dukungan dari dunia perkartuan. dan kartu debitku pada waktu itu engga bisa dipake, karena untuk keperluan mau booking-booking segala macam ternyata yang diperlukan justru kartu kredit!
jadi dengan setengah terpaksa dan berat hati akhirnya akupun ke bank-ku dan ngedaftar untuk bisa memperoleh kartu kredit pertama dalam sejarah hidupku di tahun 2006 itu. perasaannya waktu itu kayak orang kalah perang gitu, yah akhirnya kredit juga nih, alias ngutang, meski ngutangnya karena dipaksa sistem dan keadaan π
karena kartu kredit ini adalah kartu kredit pertama, dan statusku pada waktu itu masih mahasiswa, batas maksimum kreditku masih di angka yang paling rendah yaitu £400 atau sekitar 8 juta kalau dirupiahkan.
sedikit kalau untuk ukuran di eropa ya. jumlah ini untungnya cukup untuk keperluan jalan-jalan dan booking pembayaran penginapan, kereta, pesawat dan lain-lain. di akhir bulan ketika jatuh tempo, baru aku bayar semua keperluan yang sudah kupakai sebelumnya. bisa saja sih aku ngga bayar tapi urusannya bisa panjang kalau utang kita di kartu kredit engga dilunasi ketika jatuh tempo yang biasanya sebulan sekali waktu tenggatnya.
karena namanya juga kredit atau ngutang, pasti ada bunganya.
kalian yang masuk jamaah anti-riba udah jangan diterusin mbacanya ya, sampai sini aja π karena abis ini yang dibahas semua soal kredit dan bunga-bunganya.
***
sejak punya kartu kredit itulah, pelan tapi pasti pemahamanku soal dunia perkreditan atau perhutangan sedikit demi sedikit mulai terbuka. kartu yang sama sejak aku punya tahun 2006 yang lalu, masih kupegang dan masih jalan terus sampai sekarang, sampai hari ini dan seterusnya. oh ya, kalau orang lain bisa dengan gagah beraninya punya banyak kartu kredit, punyaku cuma satu doank! takut akutu punya lebih dari itu. takut kalap lebih tepatnya π
lalu, pemikiranku tentang besar pasak daripada tiang juga mulai berubah. dan aku merasa lebih berani untuk berhutang atau menggunakan kartu kredit ini, karena aku makin paham cara pengelolaannya, dan apa saja yang harus dihindari supaya engga sampai terjerat hutang bahkan bangkrut.
sejak tahun 2006 sampe sekarang selama kurleb 18 tahun itu, aku terus makai kartu kreditku untuk semua keperluan pembelian apapun sehari-hari. begitu jatuh tempo selalu kubayar lunas. berikutnya dipake lagi, lunasin lagi. pake lagi, lunasin lagi. gitu terus. jadi engga sampe kudu bayar bunga!
prinsip ini sama saja sebenernya dengan makai kartu debit sih, bedanya cuma duit kita di rekening kepakainya agak ketunda selama sebulanan sebelum akhirnya kudu keluar buat biaya keperluan bulan kemarin. pemakaian duitnya bergeser doank. dan sekali keluar langsung breg sekaligus untuk mbayar pelunasan kartu kredit. nah, di sini sebagai pemilik kartu kredit kita kudu hati-hati jangan sampai kemampuan kita melunasi kartu di bawah pemakaian kartu.
makanya bank juga hati-hati waktu ngasih batas pakai maksimal kartunya. jangan sampai punya kartu yang batasnya melebihi kemampuan pelunasan, bisa-bisa kejerat utang yang ngga sanggup kebayar.
sejak statusku berubah dari mahasiswa ke pegawai, ketika akhirnya bukannya pulang kampung ke indonesia tapi malah dapet kerja di inggris, netap, ketemu jodoh dan berumah tangga, pemakaian kartu kreditku oleh bank malah ditambahin terus batasan kredit maksimalnya.
meski naiknya pelan-pelan dan bertahap ngga sekaligus ya, mungkin karena aku selalu rajin kalau urusan pelunasan kredit atau hutangku tiap bulan, batasan maksimal kreditku dari 8 juta waktu pertama kali punya kartu kredit, eh sekarang udah naik sampe ke 140 juta π
artinya, kalau mau bisa tuh tiap bulan aku belanja-belanji sampe segede itu. bahayanya, pas jatuh tempo siapa yang bayar π suamiku yang sejak lahir jebrot udah warga inggris dan punya kartu kredit di bank yang sama dengan bank-ku meski engga sengaja milihnya karena kami kenalnya belakangan, berarti dia sudah pegang kartu kredit jauh sebelum aku sejak dia pertama kali kerja dengan batasan kreditnya sudah jauh lebih besar lagi dibandingkan aku yang punya kartu kreditnya agak telat.
apakah lalu dia berfoya-foya?
ya engga lah! batasan kredit itu cuma digunakan untuk membatasi jumlah utang kita pada bulan itu. pas jatuh tempo ya kudu bayar kalau ngga mau kena bunga tinggi. nah, kalau batasan kreditnya gede bayarnya pake apa. inilah pentingnya ilmu pengelolaan keuangan supaya kita selalu hati-hati dalam membelanjakan kemampuan bayar kita. meski dikasih batasannya banyak sekali, ya jangan dipake semua kalau ngga butuh. kalau butuh ya harus sudah ancang-ancang punya dana cukup untuk pelunasan begitu jatuh tempo.
simpel sebenernya ya.
***
nah, ngomongin kartu kredit engga akan bisa dilepaskan dengan istilah skor kredit, judul tulisan ini.
definisinya kuambil dari tulisan bergaya bahasa resmi di blog ini. silakan kalau kalian penasaran buka dan baca saja blognya, banyak ilmu berharga di sana.
skor kredit atau credit score bahasa inggrisnya, adalah sebuah nilai atau skor yang digunakan oleh lembaga keuangan, terutama bank, untuk mengevaluasi kelayakan seseorang atau bisnis dalam memperoleh pinjaman.
dengan kata lain, kalau kalian mau ambil utangan ke bank, atau ambil kpr, atau butuh pinjaman mendadak dalam jumlah relatif besar, bank akan ngecek situasi skor kredit kita. apakah skor nya di area merah, oranye, kuning, hijau muda, atau di hijau tua.
eh, baru tahu, di indonesia ternyata skor kredit ini disebutnya BI checking ya π yang definisinya seperti ini kopas dari internet.
BI checking adalah layanan informasi riwayat kredit dalam Sistem Informasi Debitur (SID). BI Checking mencatat kelancaran atau macetnya pembayaran kredit (kolektibilitas) seorang debitur. BI Checking digunakan oleh bank dan lembaga keuangan lainnya untuk mengecek kelayakan kredit seseorang yang ingin mengajukan pinjaman. BI Checking berisi informasi seperti identitas debitur, jumlah pinjaman, jaminan, penyedia jasa pembiayaan, penjamin dan nilai kredit.
kalau di inggris sini pakai sistem skor dan warna, kalau BI checking ternyata pakai sistem nomor seperti uraian kopasan di bawah ini, yang kukutip dari laman bank niaga. cukup menarik juga ya bedanya sistem skor kredit di inggris dan di indonesia.
Rincian skor kredit berdasarkan BI Checking:
Skor 1: Kredit Lancar, artinya debitur selalu memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan setiap bulan beserta bunganya hingga lunas tanpa pernah menunggak.
Skor 2: Kredit DPK atau Kredit dalam Perhatian Khusus, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 1-90 hari
Skor 3: Kredit Tidak Lancar, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 91-120 hari
Skor 4: Kredit Diragukan, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 121-180 hari
Skor 5: Kredit Macet, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit lebih 180 hari.
Dari skor 1-5, bank akan menolak pengajuan kredit calon debitur yang BI Checking-nya mendapat skor 3, skor 4, dan skor 5 yang tentu saja masuk ke dalam Black List BI Checking. Sebab bank sama sekali tak mau ambil risiko kalau nantinya kredit yang diberikan bermasalah atau non performing loan (NPL).
skor kredit kalian berapa? ini cuma contoh ya, bukan skor beneran |
kembali ke sistem skor kredit di inggris.
seperti halnya BI checking di indonesia, warna-warna skor kredit di sistem inggris ini juga menandakan risiko pemberian hutang atau pinjaman, apakah kita termasuk risiko tinggi, rendah atau sedang. mereka yang masuk risiko tinggi biasanya adalah orang-orang yang selalu kesulitan dalam pengelolaan keuangan, pelunasan hutangnya sering macet di masa lalu, dan sering pinjam uang tapi dengan pembayaran yang telat. sebaliknya mereka-mereka yang meski selalu punya utang atau memakai kartu kredit tapi tiap jatuh tempo selalu melakukan pelunasan dengan tepat waktu akan masuk wilayah hijau atau hijau tua.
ada beberapa faktor lain yang juga dipakai oleh biro-biro keuangan atau bank di inggris sini untuk mengukur status skor kredit tiap nasabah selain catatan pembayaran dan pelunasan hutang-hutang di masa lalu. engga tahu ya kalau di indonesia apakah BI checking juga mempertimbangkan faktor-faktor yang sama atau beda sama sekali. faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
- total batasan kredit di kartu kredit kita, makin tinggi jumlah angkanya, kredit skornya makin baik karena artinya kita makin dipercaya oleh bank dengan diberikan batasan maksimal yang lumayan besar
- pengajuan hutang baru, termasuk pinjaman pribadi, kredit rumah atau kpr, pinjaman pembelian barang dalam jumlah besar seperti furnitur, elektronik, mobil, dll. makin banyak pengajuan hutang dan disetujui, juga akan makin menaikkan skor kita karena berarti pengelolaan keuangan kita cukup baik. aneh ya? kirain makin banyak ngutang makin jelek skor-nya, ternyata kebalikan π ini yang cukup membuka mata dan pemahamanku soal hutang. ternyata ngutang itu bukan hal yang jelek atau buruk, asalkan dilakukan dengan tanggung jawab dan pengelolaan keuangan yang benar. justru ini yang disukai oleh bank. riba sih tapi, kalau sampai kena bunga. kalian yang anti-riba kalau baca sampai sini berarti engga ngikuti saranku tadi supaya jangan dibaca π
- pelunasan tepat waktu tiap jatuh tempo, nah ini biasanya yang cukup sulit untuk dilakukan. karena orang itu biasanya ngutang ya karena engga punya cukup duit. lha kalau jatuh temponya cuma dalam jangka waktu sebulan doank berarti ya sebenernya punya duit cukup untuk pelunasan. cuma bedanya pembayaran ketunda selama sebulan doank. untuk pinjaman yang jatuh tempo lebih lama aku engga pernah punya sih. semua pinjamanku jatuh temponya selalu bulanan, baik untuk pelunasan atau untuk cicilan. di sinilah pentingnya ngukur kemampuan diri sendiri kita mampunya di mana dan semana untuk ngambil utangan. kalau ngga mampu dan dipaksa, ya jadinya balik lagi ke "lebih besar pasak daripada tiang" tadi. meski akhirnya aku bergeser jadi lebih suka pakai kartu kredit dan lebih suka ngutang, lalu bayar tiap jatuh tempo karena perhitungan kemampuan keuanganku cukup untuk itu, ini justru terus menaikkan skor kreditku ke angka yang lebih baik dan lebih tinggi.
- jumlah persentase pemakaian dari batasan kredit, artinya meski batasan kreditku lumayan dibandingkan ketika aku masih mahasiswa dulu, engga berarti serta merta aku pakai semua. semakin kecil angka pemakaian batasan kredit, skor kredit akan naik. berarti aku engga kemaruk, dan engga mentang-mentang bisa belanja sampe 140 juta per bulan trus aku abiskan semua di bulan itu. trus yang mbayar siapa donk. jadi aku makainya dikit-dikit saja, supaya pas jatuh tempo aku punya cukup dana untuk pelunasan. jadi tiap lunas skor kreditku akan baik. karena kalau macet, skor kreditku akan turun, dan ini harus dihindari sebisa mungkin jangan sampai punya kredit macet alias hutang yang kita ngga sanggup bayar pas jatuh tempo.
- terdaftar resmi sebagai pemilih di database pemilihan umum setempat, dari semua faktor penentuan skor kredit di atas, satu faktor ini yang jadi masalah buatku. apa masalahnya? mari kita uraikan.
***
karena pasporku masih ijo π secara legalitas, aku ini masih wni, ternyata aku ini engga berhak nyoblos untuk urusan pemilu apapun di inggris, sodara-sodara.
mau pilkada kek, milih lurah kek, camat kek, apalagi milih perdana menteri. blas kita sebagai warga indonesia berpaspor indonesia, sama sekali ngga berhak untuk ikutan coblosan apapun.
meski sehari-hari aku hidup, kerja dan mbayar pajak tiap bulan pun di sini. mati pun bakalan dikubur di sini π tapi tetep engga berhak ikut pemilu. kecian deh! ya emang aturannya begitu mo pegimane lagi. cuma mereka yang berasal dari negara-negara persemakmuran alias dulunya dijajah inggris seperti contohnya malaysia, yang berhak ikut pemilu di sini meski mereka engga punya paspor inggris.
kenapa aku ngga ganti paspor pindah warna negara saja? toh hidupku sudah mapan di inggris? nah, soal ini sudah sering kutulis di berbagai postingan ya. engga akan aku jelaskan lagi di sini karena udah sering dibahas. tautannya di bawah ini silakan dibaca-baca.
Otakkukusut: tentang diaspora bag 1
Otakkukusut: tentang diaspora bag 2 - tamat
Otakkukusut: karena nila setitik
tapi, bank dan biro keuangan mana tahu dan paham aturan ini kan. ini yang akhirnya jadi masalah karena ternyata di catatan skor kreditku itu munculnya tulisan yang kurlebnya bunyinya seperti ini: skor kredit anda sebenernya masih bisa diperbaiki kalau nama dan identitas anda terdaftar di database pemilihan coblosan setempat di mana anda tinggal.
gitu lah kira-kira.
tapi karena sejak aku punya rumah sendiri dan berkali-kali dikirimin formulir pendaftaran pencoblosan, tapi ketika kubilang aku ini berpaspor indonesia, baru setelah beberapa kali mereka baru ngeh akan peraturan perundang-undangan kalau warga indonesia itu engga berhak ikut coblosan, baru deh ini pihak coblosannya ngerti. tapi sayangnya, seberapa majunya sistem pendataan di negara maju ya tetep aja ada kekurangannya gais.
si pemegang data coblosan ini tentu saja engga ngasih tahu pihak bank atau biro keuangan manapun kalau aku ini sebenernya engga berhak nyoblos. jadilah di catatan skor kreditku tetep ngarepin aku buat ngedaftarin diri ikut nyoblos supaya skor kreditku bisa naik lagi. pusing kan π
untungnya, sejak punya kartu kredit pertama kali tahun 2006 sampai detik ini alhamdulilah pengelolaan keuangan dan hutang-hutangku cukup rapi, lancar, dan terkendali. dalam artian engga pernah macet, engga pernah telat bayar, dan engga pernah kesulitan besar pasak daripada tiang. artinya skor-ku sebenernya itu udah cukup tinggi dan selalu hijau bahkan hijaunya hijau tua atau kalau di indonesia, BI checking ku adalah skor-1. cuma, gara-gara engga pernah ikut nyoblos ini jadi hijau tuanya engga bisa mentok!
padahal ya ini bukan salahku kan.
tapi, karena memang selalu hijau, jadi sejak 2006 itu aku sama sekali engga ngeh dan sadar tentang masalah coblosan dan pengaruhnya ke skor kredit ini. apalagi jaman dulu itu kita malah engga pernah bisa lihat skor kredit kita itu seperti apa. hanya beberapa tahun belakangan ini saja sejak layanan digital perbankan mulai bisa diakses dengan aplikasi hape, kita jadi bisa tahu skor kredit kita itu warnanya apa. karena situasiku dan situasi suami memang engga pernah bermasalah, pun ketika kami ambil kpr untuk beli rumah di inggris sini tahun 2010 yang lalu, semuanya baik-baik saja dan lancar jaya.
jadi urusan coblosan ini selalu kucuekin!
sampe bulan ini. aku kok jadi mikir, kenapa engga aku urus saja ya kesalahpahaman ini. kenapa kubiarkan lembaga keuangan ini salah ngerti soal kenapa namaku engga pernah terdaftar di coblosan pemilu?
akhirnya akupun bertekad melakukan perubahan. kukirimi email biro keuangan yang ngurusin skor kredit yang terafiliasi dengan online banking-ku. kuikuti semua prosedur dan tata cara pelaporan ketidaksesuaian informasi yang ada di skor kreditku selama bertahun-tahun tapi selalu kuabaikan ini. kuhubungi alamat email yang tertera lalu aku nunggu balesan.
sudah beberapa minggu sejak email pertama kulayangkan ke mereka, dan responnya pun cukup baik. aku diarahkan dan dibimbing supaya permasalahan statusku sebagai warga indonesia yang ngga berhak ikut coblosan ini bisa dipastikan tercakup ke dalam laporan status skor kreditku.
setelah ping-pong-an email selama beberapa kali, akhirnya kesepakatan pun dicapai. aku disuruh mereka untuk membuat pernyataan yang akan disematkan ke laporan skor kreditku, yang isinya persis kukopas dan kuterjemahkan seperti di bawah ini:
"Saya adalah warga negara Indonesia yang tinggal di Britania Raya, sehingga saya tidak memenuhi syarat untuk terdaftar di Electoral Roll atau berpartisipasi dalam pemilu di Inggris. Status kewarganegaraan saya tidak memungkinkan saya untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh hukum Inggris untuk pendaftaran pemilih. Berdasarkan Section 4 dari Representation of the People Act 1983, hanya warga negara Inggris, warga negara Irlandia, dan warga negara Persemakmuran yang memenuhi syarat yang diizinkan untuk memberikan suara dalam pemilu Inggris. Oleh karena itu, ketiadaan saya dalam Electoral Roll murni disebabkan oleh status kewarganegaraan saya dan bukan karena masalah kredit atau keuangan. Mohon hal ini dipertimbangkan saat menilai laporan kredit saya. Terima kasih atas pengertiannya."
resmi banget ya kedengarannya, terima kasihku untuk chatGPT atas bantuannya πnah, setelah proses pembaharuan status coblosanku ini selesai, mudah-mudahan skor kreditku bisa naik lagi dan mentok ke skor maksimal jadi hijau tua banget deh, supaya aku bisa ngutang lagi #eh
hobi kok ngutang! π
No comments:
Post a Comment